Setelah selesai makan malam bersama, Adara dan Gama pamit pergi ke halaman belakang rumah.
Adara pikir, di halaman belakang rumahnya Gama tempatnya hanya biasa saja. Tetapi Adara salah, tempatnya sangat bagus. Disana ada rumah pohon yang dihiasi lampu-lampu kecil dengan taman bunga warna-warni di sekelilingnya.
"Bagus banget, Gam." Adara berdecak kagum.
Gama tersenyum sombong. Sebenarnya rumah pohon ini baru dia bangun dua minggu lalu dan semuanya dia yang mengerjakan. Tapi kalau soal modal, tentu Papanya Dirga yang urus.
"Ayo naik!" Gama berjalan terlebih dahulu ke rumah pohon itu.
Adara mengangguk lalu mengikuti Gama dari belakang.
Setelah mereka berdua berada di atas. Adara tak henti-hentinya menatap kagum isi dari rumah pohon ini. "Gam, indah banget ya?"
"Nggak ah."
Adara berdecak. Ya pasti karena Gama sudah terbiasa melihat pemandangan disini, makanya ekspresinya biasa aja.
"Masih indahan lo." lanjut Gama membuat pipi Adara memerah seketika.
"Apasih!"
Gama tertawa. "Ini lho, Dar. Yang waktu itu gue mau ajak lo jalan. Ya ke sini tempatnya."
"Oh. Yang waktu itu gue bilang nggak jadi gara-gara gue bete sama Alfian?"
Gama mengangguk.
"Maafin gue, ya?"
"Nggak papa."
"Tapi bener deh, Gam. Ini indah plus bagus banget!"
"Pastilah. Kan ini gue yang buat."
"Lo, Gam?" tanya Adara tak percaya. Pasalnya desain interior rumah pohon ini sangat-sangat bagus.
"Iya. Nggak percaya ya?"
Adara menyengir. "Iya. Kebagusan kalo lo yang buat."
Gama mengedikkan bahu. Dia berjalan keluar, berdiri diteras rumah pohon itu untuk melihat bintang-bintang yang bersinar terang.
Adara menggelengkan kepalanya menatap Gama yang sedang asik menghitung jumlah bintang di atas. "Pusing-pusing lo, Gam."
Gama berdecak mendapati Adara sudah berdiri disampingnya. "Lo bantu gue. Lo itung yang bagian kiri dan gue yang kanan."
Adara tak habis pikir, mana mungkin bisa? Namun Adara hanya mengangguk mengiyakan.
Setelah cukup lama menghitung bintang. Yang Adara dan Gama dapat bukan jawaban dari berapa jumlah bintang di atas, melainkan kepala mereka berdua yang langsung terasa sangat pening.
"Gue nyerah. Meskipun gue berhasil ngitung bintang dalam jumlah seribu, tapi gue nggak yakin jawabannya akurat!" ujar Adara.
"Sama." Gama memijit pelan pelipisnya karena pusing.
"Ayo ke dalam." Adara merebahkan dirinya diranjang kecil yang berada di rumah pohon itu.
Gama pun ikut-ikutan. Tapi tak bertahan lama karena Adara langsung mendorongnya sampai jatuh dari ranjang. "Sempit tahu!"
"Ish. Gue pusing pengen rebahan! Bagi dikit, badan lo nggak gede kan? Muat kok buat kita berdua."
"Nggak."
"Gue nggak bakal apa-apain lo, Dar."
"Eumm ...." Adara sedikit merasa kasihan pada Gama, makanya dia langsung mengangguk dan menggeser sedikit tubuhnya. "Yaudah sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely
Teen Fiction[TAMAT] Sahabat, teman, kasih sayang, kekayaan, dan kebahagiaan. Semuanya didapatkan oleh seorang Adara Adsilla. Hingga perlahan-lahan semuanya telah berubah, berbanding balik dari sebelumnya. Adara merasa sendiri didunia ini. Dia benar-benar kesep...