39

39 6 1
                                    

Dari sepulang mengantarkan Amira, Alfian terus saja kepikiran tentang Evania. Tadi, saat pulang sekolah, dia tak sengaja bertemu dengan Evania. Sedikit ada rasa bersalah di hatinya. Dulu dia yang meminta Evania memembuka hati untukknya, tapi disaat Evania sudah membuka hatinya, dia malah berpaling pada wanita lain.

Alfian mengambil ponselnya yang tiba-tiba saja berdering. Ternyata sang kekasih yang menelphonnya.

"Hai."

"Hai sayang, udah sampai?"

Alfian memgangguk. Namun, detik berikutnya dia menepuk pelan jidatnya. Untuk apa dia menganggukkan kepalanya? Amira juga tidak bisa melihatnya.

"Al?"

"I-Iya udah."

"Syukur deh, kamu nggak apa-apa kan?"

"Maksudnya?"

"Ya nggak apa-apa, siapa tahu tadi kamu kenapa-napa. Nggak ngebut kan bawa motornya tadi?"

"Nggak. "Bohong! Jelas, Alfian tidak mungki santai jika berkendara sendirian.

"Kita jalan yuk sayang?"

"Nggak bisa."

"Yaahh. Kenapa?"

"Ada urusan." Bohong! Alfian hanya malas. Pikirinnya sedang tidak baik-baik saja memikirkan Evania.

"Udah dulu ya, gue mau mandi." Tanpa persetujuan Amira, Alfian memutuskan panggilanya begitu saja.

Dia kembali memikirkan Evania.

"Coba lo nggak telat, Va. Gue juga mau jadi pacar lo."

Dia memang baru Pacaran dengan Amira kemarin malam saat janjian makan di Lestoran. Sebenranya Alfian tidak berniat menjadikan Amira sebagai pacarnya, hanya saja gadis itu tiba-tiba saja menembaknya duluan. Ingin menolak, tapi tidak enak. Apalagi baru kali ini dia ditembak oleh perempuan. Memang, yang menyukainya memang lumayan banyak. Tapi yang blak-blakan mengatakannya langsung hanya Amira seorang.

"Sekarang beban gue tambah banyak. Harus move on dari Evania dan Adara, dan mulai buka hati buat Amira."

Alfian menghembuskan nafasnya. "Semoga aja pilihan yang gue ambil itu emang bener-bener yang terbaik."

***

"Pagiiiii Evania sahabatku sayang." Adara yang baru saja tiba langsung memeluk Evania yang sudah duduk dengan nyaman dibangkunya.

"Apasih, Dar!" Evania mendorong Adara pelan agar gadis itu sedikit menjauh darinya.

Tidak biasanya Adara bersikap se-menjijikkan ini, pikir Evania.

Gama yang datang bersama Adara hanya terkekeh sambil berjalan ke arah bangkunya.

"Ish. Jahat lo!" Adara memanyunkan bibirnya, kesal.

"Lagian lo alay!"

"Aduh aduh ... Sungguh  so sweet  sekali dua sahabat ini." celetuk Aldo yang kebetulan melihat ulah Adara dan Evania.

"Ya. Betul itu!" timpal Lutfhi. Dia lalu menoleh pada Gama yang duduk disampingnya. "Lo aja sebagai pacar, kalah romantisnya, Gam!"

Lagi-lagi Gama hanya terkekeh saja.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang