18

63 7 6
                                    

Adara melangkah masuk ke dalam kelas, sedikit ragu-ragu karena merasa malu.
Teman-temanya sudah menatap ke arahnya dengan tatapan aneh yang Adara juga tidak mengerti. Tetapi Adara memilih untuk bodo amat, mungkin karena mereka merasa heran karena dia datang terlambat.

"Assalamualaikum, Pak." Adara melangkah menghampiri Pak Bagas yang sudah berkacak pinggang melihatnya terlambat di waktu pelajaran nya.

"Waalaikumsalam. Kenapa kamu telat, hah?" tanya Pak Bagas– Guru Seni Budaya dengan suara tegas.

"Susah Adara jelasin nya, Pak. Intinya Adara telat karena nungguin orang yang kata nya mau jemput padahal nggak." jawab Adara, dia melirik Gama tajam.

Gama yang merasa tersindir pun hanya menundukkan kepalanya merasa bersalah. Pokok nya setelah ini Gama akan memberi Amara pelajaran atas apa yang sudah di perbuat nya!

"Siapa?" tanya Pak Bagas. Dia sempat melihat tatapan tajam Adara yang ditujukan pada Gama, namun dia bertanya hanya untuk memastikan apa benar dugaan nya.

Adara mengedikkan bahu nya. Merasa malas menyebutkan nama Gama, dia memilih diam. Toh, Gama juga pasti mengerti tanpa diberitahukan, kan? Yang lain tidak usah tahu, pikir Adara.

Pak Bagas mengangguk mengerti, biarkan saja lah. "Ya sudah, silahkan duduk." suruh Pak Bagas yang tak ingin membuang-buang waktu lagi.

"Makasih, Pak." Adara bernafas lega setelahnya, lalu berjalan menuju mejanya yang sudah ada Evania yang menatap nya penuh tanda tanya.

"Ini semua gara-gara Gama!" kata Adara saat duduk di bangku nya.

"Oh iya. Kok bisa?" tanya Evania penasaran.

"Jadi, kemarin tuh dia bilang kalo dia mau jemput gue. Tapi dari tadi pagi gue tungguin dia tetep aja si Gama nggak dateng, Nyebelin kan?!"

Evania mengangguk mengiyakan. Sedikit kurang ajar juga si Gama, bisa-bisa nya dia tidak menepati janji nya. Mana, katanya laki-laki sejati? Evania berdecih.

"Tapi, Dar. Gue tadi lihat si Gama itu  ke sekolah bareng si kembar deh. " kata Evania sambil mengingat-ngingat.

"Amara dan Amira?" tanya Adara memastikan.

"Ya siapa lagi,"

Adara yang mendengarnya sedikit kecewa, Gama ternyata lebih mementingkan sahabat nya itu dibanding dirinya.

"Terus lo tahu nggak, Dar?" Evania mendekatkan dirinya pada Adara. Membisikan sesuatu. "Masa ya, si Amara itu menggelayut manja ke Gama, terus Gama nya juga kelihatan seneng banget gitu, Dar."

Adara hanya diam mendengarkan, sekarang hati nya tidak bisa mengelak lagi, terbukti saat ini, dirinya merasakan sakit hati.

"Udah gue bilang, mungkin emang bener kalo diantara kedua anak itu ada yang Gama suka, dan sekarang terbukti kalau Amara orangnya," lanjut Evania memanas-manaskan.

"Oh," putus Adara yang tidak ingin memperpanjang.

Sudah? Hanya oh saja. Menyebalkan!
"Gue tahu lo suka sama Gama, Dar. Dari awal emang udah kelihatan, lo itu welcome ke dia tanpa lo sadar. Beda sama lo ke Alfian, mau sedeket apapun Alfian ke cewek lain, lo tetep biasa aja. Nggak kayak lo ke Gama, baru dua hari Gama nggak peduliin lo lagi, lo udah sakit hati." Evania mengusap-usap bahu Adara. "Jangan sampai nyesel." kata nya.

***

"Maafin gue, Dar." Gama meraih tangan Adara yang di tepis langsung oleh Adara.

"Lo nggak salah apa-apa kok, Gam." kata Adara lalu beranjak berdiri, hendak pergi ke kantin. Beberapa menit yang lalu bel istirahat sudah berbunyi.

"Nggak, gue salah." Gama ikut berdiri, menahan tangan Adara sekuat tenaganya. "Maafin gue, ya?"

Adara bergeming. Sudah dia bilang, kan. Gama ini tidak salah. Tetapi mengapa Gama terus-terusan minta maaf kepadanya?
Yang salah itu dirinya, dirinya yang sudah bodoh percaya pada Gama!

"Dar ..." Gama menyesal, sangat-sangat menyesal. Dia sudah mengatakan alasan dia mengapa tidak bisa menjemputnya, tetapi Adara masih terlihat kesal kepadanya.

Dibalik pintu yang terbuka sedikit,
Evania yang melihat adegan itu muak seketika, drama apa ini tuhan?

"Adara itu marah bukan karena lo ingkar janji, Gam." sahut Evania.

Gama menoleh pada Evania. "Maksud nya?"

"Dia itu cemburu lihat lo deket-dekat sama dua anak kembar, Gam. Masa nggak ngerti juga? Apalagi si Amara!"

"Ha? Bener itu, Dar?" Gama menatap Adara serius. Merasa sedikit bahagia atas rasa bersalah nya.

"Nggak!" Adara yang merasa bahwa cekalan dilengannya melonggar, langsung menarik tangan nya. Berjalan keluar dan menyeret Evania, membawa nya jauh-jauh dari sana.

"Eh? Nyantai dong, marah ke siapa yang jadi korban siapa!" decak Evania.

Gama mengusap wajah nya kasar. Baru saja kemarin dia bisa bahagia seperti mendapatkan jalan nya untuk bisa memenangkan hati Adara, tetapi sekarang? Itu sudah tidak berlaku lagi.

Apa Adara benar-benar kecewa padanya? Ya Tuhan, tolong Gama.




.

.

.

Sabar ya, Gama.
Amara sih, dendam nya keterlaluan😂

Gimana Adara? Udah peka sama perasaanya sendiri?





Makasih yang udah baca 🖤
VOTE sama KOMEN ya kalau suka.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang