25

51 6 10
                                    

Setalah hampir dua jam hanya berputar-putar mengelilingi kota Jakarta saja,  mereka semua berhenti di tempat makan Mie Ayam Bang Jojo karena meras lapar.

Tempat makan ini adalah tempat langganan Dirga dan Erisca sejak jaman SMA. Selain murah, rasanya juga sangat enak.

"Assalamualaikum, Bang Jo. Apa kabar?" sapa Dirga akrab.

Meskipun Bang Jojo sudah berjualan mie ayam sejak Dirga masih SMA. Tetapi, wajahnya lumayan awet muda. Umurnya dengan Dirga pun hanya berbeda tujuh tahun, lebih tua Bang Jojo tentunya.

"Eh?" Bang Jojo tersentak kaget saat melihat Dirga. "Baik Kok. Kalian kemana aja sampai belum ke sini lagi?" tanyanya pada Dirga dan Erisca.

"Ada. Cuma nggak ada waktu aja," jawab Erisca.

"Sibuk bener, Bos!"cibir Bang Jojo. "Awas aja kalau kalian lupa sama tempat ini!" lanjutnya.

"Nggak mungkin dong, tempat inikan bersejarah sekali bagi kita–" Dirga menatap Erisca dengan senyum jahil. "Tempat pacaran dulu, iya kan, Mah?"

Erisca terkekeh.

Anak-anak dibelakang sedang menertawakan keduanya.

"Sekarang, tempat ini juga bakal jadi tempat pacaran Gama, Pah," sahut Gama. Dia menatap Adara. "Nggak papa kan, Dar?"

Adara tersenyum sambil menahan malu. Kabar jadiannya dengan Gama memang belum dia umumkan ke siapapun.

"Tunggu dulu!" Alfian menatap Adara dan Gama bergantian. "Kalian pacaran?"

"Iya." Gama merangkul Adara mesra setelahnya.

"Benar itu, Dar?" tanya Alfian yang masih belum percaya sepenuhnya. Bisa jadi, Gama berbohong kan?"

"Iya, Al." jawab Adara.

"Horeeee!!!" pekik Evania senang. "Karena kalian pacaran, kalian wajib banget traktir kita!" lanjutnya.

"Tenang! Nggak cuma kalian aja, yang makan di sini juga gue traktir!" seru Gama.

Adara terkekeh. "Awas aja kalau lo pake duit gue juga."

Gama cengengesan. "Kalau kurang sih, iya."

Adara mencebik. "Enak aja!"

Gama terkekeh. "Bercanda, Dar."

"Ya udah, silahkan duduk." Bang Jojo mempersilahkan.

Mereka semua lalu menuju tempat duduk yang masih kosong. Di jam seperti ini memang sedikit sepi, karena itulah banyak meja yang masih belum tersisi.

Mereka duduk berhadapan. Dengan di sisi satu ada Alfian, Dirga dan Erisca. Lalu Gama, Adara dan Evania disisi lainnya.

Sambil menunggu pesanannya datang, mereka kembali membahas hubungan Adara dan Gama.

"Ngomong-ngomong, selamat ya buat kalian," ucap Alfian.

"Makasih, Al." Adara balas tersenyum.

"Al?" panggil Gama. Jujur, dia sedikit tidak enak kepada Alfian. "Lo nggak keberatan kan kalau gue jadian sama Adara?"

Alfian menggeleng dengan senyum kecil. "Santai aja, dalam mencintai nggak harus dicintai juga kok, Gam."

"Lo baik banget, Al. Seneng banget gue punya temen kayak lo," ujar Gama.

"Pasti lah. Gue gitu!" Alfian menarik satu alisnya ke atas dengan senyum sombongnya.

Evania hanya memutar bola mata malas. "Sombongnya minta di tabok, nih!"

"Di sayang aja, Va. Sakit kalau di tabok," Alfian terkekeh geli.

"Udah berpaling lagi aja ni orang," Gama mendelik pada Alfian.

"Harusnya lo bersyukur, Gam. Kalo nggak gitu, mau lo Adara gue rebut  nanti?" ujar Alfian menantang.

"Kalau dia mau sih, silahkan!" kata Gama santai.

"Nah, itu masalahnya. Dia nggak akan mungkin mau." Alfian mengembuskan nafas kasarnya.

Evania tertawa. "Sadar diri ternyata."

"Gue minta maaf ya, Al." ucap Adara. "Tapi gue emang lebih nyaman sama Gama. Gue juga nggak nyangka bakalan semudah itu kasih hati gue ke Gama, tapi mau bagimana lagi? Hati gue nggak bisa gue kendalikan, dia jatuh dengan sendirinya."

"Lo nggak salah, Dar. Perasaan itu emang nggak bisa di paksa. Lo bahagia, gue juga bahagia," balas Alfian.

Gama mengangguk setuju.

"Ya ... Meskipun gue emang lebih ganteng dari Gama, tapi kalau lo buta, ya lo pasti pilih Gama lah," lanjut Alfian sambil terkekeh di akhir kalimatnya.

"Kurang ajar!" ujar Gama marah. Berani sekali Alfian menghinanya. Ya meskipun hanya bercanda, tapi rasa malunya tetap terasa nyata.

"Kalau diperhatikan lagi sih ... Iya, juga ya. Tapi, ya ... Namanya juga cinta kan? Dia itu buta, karena yang namanya cinta nggak memandang rupa," sahut Dirga ikut-ikutan.

"Iya. Kayak Mama ke Papa," timpal Erisca yang membuat semuanya tertawa kecuali Dirga yang mengerucutkan bibirnya.

"Emang Papa jelek ya, Mah?" tanya Dirga dengan muka polosnya.

"Banget, Pah!" jawab Gama yang membuat Dirga bertambah kesal.

"Diem deh! Papa lagi nanya ke Mama, bukan ke kamu," kata Dirga.

"Papa ganteng kok," ujar Erisca.

"Bener Mah?" Dirga menatap istrinya dengan  senyum yang mengembang.

"Ya ... Kalo Mama ngomong jujur sih Papa pasti sedih," ujar Erisca.

"Maksudnya, Mama tadi bohong?" Dirga menatap istrinya kecewa.

"Ya gitu, Papa pasti ngerti sendiri lah." Erisca terkekeh.

"Tega banget sih, Mama!" Dirga melipat tangannya di depan dada.

Adara terkekeh. "Om lucu deh."

"Apa?" Dirga langsung duduk tegap, menatap Adara dengan senyum yang mengembang. "Makasih ya, cuma kamu yang nggak buta disini. Ya ... Meskipun sedikit katarak karena lebih memilih Gama yang nggak ganteng-ganteng amat."

Adara tertawa. "Ganteng atau jeleknya anak itu turunan dari orang tuanya, Om. Jadi, kalau anaknya jelak? Berarti ... Om pasti ngertilah."

Semuanya tertawa mendengar ucapan Adara. Apalagi Gama? Jangan ditanya lagi perasaanya. Dia sangat bahagia! Adara ini memang cocok sekali untuk menjadi pasangannya. Sama-sama suka mengejek Papa nya dengan halus.

Bukan durhaka, ya.  Tapi dengan seperti inilah keluarganya tetap harmonis.

Dirga sendiri juga tidak keberatan. Karena memang dia sendirilah yang selalu memulainya duluan. Tapi balasan dari Gama memang agak keterlaluan, apalagi anaknya itu tidak pernah mau mengalah sedikitpun.

Dan istinya? Jelas sudah, dia lebih mendukung anaknya dibanding suaminya yang ganteng ini!

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang