38

36 7 0
                                    

Seminggu berlalu. Adara kembali lagi berangkat sekolah bersama Gama sesuai perjanjian.

"Gam?" Adara menoleh pada Gama yang sedang fokus menyetir mobil. Ya! Hari ini Gama memang sengaja membawa mobil ke sekolah, hujan yang turun tadi pagi menjadi alasannya. Dan saat ini, hujannya pun belum juga reda.

"Evania lagi sedih," ujar Adara.

"Kenapa?"

"Alfian. Gam, lo tahu nggak? Di saat Evania mau buka hati buat Alfian, eh ... Si Alfian malah deket sama temen lo!"

"Temen gue?"

"Iya, si kembar!"

"Amara, Amira? Alfian deketin dua-duanya?"

"Ya nggak, Amira doang."

Gama mengangguk. "Pantesan."

"Pantesan apa?" tanya Adara bingung.

"Iya. Akhir-akhir ini gue sering lihat si Amara sendirian. Asal lo tahu, Dar. Amara itu nggak suka sama Alfian. Mungkin, dia ngehindar dari Amira biar nggak ketemu Alfian. Dan ... Dari awal mereka pindah kesini, ya karena Amira emang suka sama Alfian," jelas Gama.

"Bentar, Amara nggak suka ... Tapi Amira suka?"

"Iya. Amara nggak suka sama Alfian karena waktu itu mereka pernah makan satu meja di Lestoran, tapi pesenan Alfian yang lumayan banyak itu ditanggung sama Amara. Padahal mereka sama sekali belum kenal, Alfian kabur gitu aja sama temennya. Amara masih kesel waktu harus nanggung malu karena nggak sanggup bayar karena uangnya kurang. Kalau Amira, dia emang suka sama Alfian waktu pertama mereka bertemu di Lestoran itu."

Adara terdiam. Dia memikirkan tentang Evania, kasihan juga sahabatnya itu. "Evania gimana, Gam? Kalau lo mau dukung antara Amira atau Evania, lo pilih mana?"

"Pilihannya bukan di gue, tapi di Alfian sendiri. Gue dukung siapa aja, tapi gue nggak ikut campur."

Adara menghembuskan nafas kasar. "Kemarin, Evania bilang sama gue kalau dia udah mulai suka sama Alfian. Dia sadar karena sering lihat Alfian bareng sama Amira, kenyataannya Evania cemburu. Dan lo tahu, katanya cemburu itu tanda cinta. Bener?"

"Iya. sekarang gini aja, Dar. Lo tanya sama Alfian, dia suka sama siapa sebenarnya."

Adara mengangguk samar. Semoga saja Evania masih mempunyai kesempatan, jangan sampai perasaan Alfian hilang begitu saja dan pindah ke Amira.

Tak terasa mereka berdua sudah sampai di sekolahan. Hujan juga sudah reda. Setelah memakirkan mobil, mereka berdua keluar dari mobil dan segera berlari masuk ke dalam. Takut-takut hujan turun lagi secara tiba-tiba.

***

Bel istirahat berbunyi. Adara segera pergi meninggalkan kelas menuju kelasnya Alfian. Belum juga sampai di tempat tujuan, Adara sudah menemukan Alfian di depan kelas  XI IPA 3—kelasnya Amira.

Adara menghampiri Alfian, dan menepuk sebelah bahunya. "Al?"

Alfian tersentak. Dia lalu meneloh kebelakang. "E-Eh, hai?"

"Hai." Adara tersenyum tipis. "Gue mau ngomong, Al. Bisa?"

"Soal apa ya?"

"Ikut aja, yuk!"

"Sebentar. "Alfian menatap kembali ke dalam kelas. Dia Pamit terlebih dahulu pada Amira yang masih membereskan buku-buku sisa belajarnya di jam kedua.

***

Adara membawa Alfian ke taman sekolah.

"Kita mau ngomongin apa nih, Dar?"

"Soal lo."

"Gue?" Alfian menunjuk dirinya sendiri.

Adara mengangguk singkat. "Perasaan lo buat Evania itu gimana?"

"Ha?"

"Ya, lo serius nggak sama dia. Asal lo tahu dia udah suka sama lo."

"Apa?!" Alfian melotot saking kagetnya. Mulutnya menganga lebar, masih tidak percaya.

"Serius, Dar? Beneran Evania suka sama gue?"

Adara menangguk.

"Tapi maaf." Alfian meringis. "Gue udah pacaran sama Amira. Lo tahu dia kan? Yang temennya Gama itu lho."

Sekarang Adara yang terkejut. "Maksud lo apa, Al?! Kok bisa sih kalian udah pacaran?!"

"Ya bisa aja, Dar," jawab Alfian santai.

Adara menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Secepat ini? Kalian baru deket satu minggu ini, Al. Nggak kecepetan kah?"

"Gue udah terlanjur nyaman. Lagian, urusan cinta itu bisa datang kapan aja, Dar."

"Gue tahu, tapi gue nggak percaya. Al, atau karena tadinya lo lihat Evania nggak suka sama lo, terus lo jadiin Amira penggantinya buat lo move on?  Dan ... Sebenarnya lo masih cinta sama gue?"

Alfian terdiam. Yang di ucap Adara memang ada benarnya. Bukan masalah karena dia belum bisa melupakan Adara, melainkan karena sebelumnya Evania tidak menyukainya. Dan sekarang? Dia sudah terlanjur pacaran dengan Amira.

"Bener yang gue bilang?" tanya Adara.

"Gue udah move on dari lo, Dar. Jangan G'R jadi orang. Urusan Evania, gue minta maaf. Gue nggak bisa apa-apa." Alfian berdiri dan segera meninggalkan taman. Panggilan Adara pun sama sekali tidak di dengar.

Adara menghembuskan nafas kasar. Alfian memang menyebalkan.

"Gue nggak apa-apa, Dar."

"Ha?" Adara dengan cepat menoleh kebelakang. Di sana ada Evania yang bersembunyi di balik pohon mangga.

Evania berjalan menghampiri Adara dan duduk disampingnya. "Gue nggak cinta, gue baru mau buka hati. Nggak perlu terlalu ribet, gue nggak peduli urusan cinta."

Bohong. Itu yang Adara dapat baca dari sorot mata Evania. Mata gadis itu sedikit basah dan hidung yang memerah. Tidak peduli bagaimana? Adara jelas tahu, akhir-akhir ini Evania sedikit murung. Dan karena cemburu tentunya.

"Sorry ya, Va. Gue nggak tahu kalau akhirnya bakal gini."

"Santai. Sekarang gue malah bersyukur, Dar. Diantara lo dan gue, untungnya nggak ada yang jadi sama Alfian. Lo lihat dia kan? Gampang banget cari pelarian."

Adara mengangguk. "Tapi semua itu karena gue."

Evania mengernyit.

"Kalau Alfian nggak berusaha move on dari gue, mungkin lo atau Amira nggak akan jadi pelariannya." lanjut Adara.

Evania menggeleng. "Salah gue, Dar. Gue yang telat sadar sama perasaan gue."

"Kok jadi kebalik gini sih, Tuhan? Bukannya gue yang minta buat Adara yang menyesal ya, Kerena dulu hampir nolak Gama. Kenapa sekarang jadi gue yang nyesel kerena nolak Alfian?! -batin Evania kesal.

Sungguh, sakit juga ternyata. Pikir Evania sedih.


LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang