55

63 7 9
                                    

Langit mulai menampakkan warna jingga. Warna yang indah menurut Adara.

Adara tersenyum. "Sudah saatnya."

Adara kemudian memejamkan matanya. "Tuhan ... Mungkin sedikit egois kalau Adara minta segala kesedihan Adara di ambil. Tapi, Adara minta secepatnya dan segera digantikan dengan kebahagiaan lagi."

"Adara ingin, ingin dihadirkan seseorang lagi untuk menemani Adara. Bukan, bukan sebagai seorang pacar atau sahabat. Tapi sebagai teman saja. Teman cerita, teman berbagi, pokoknya teman yang selalu ada dan nggak pernah buat Adara kecewa."

"Itu permintaan pertama Adara di kota ini."

Adara membuka matanya. Kemudian terdiam dengan memandang langit Jingga yang sudah akan berganti malam.

Setelah gelap semuanya. Adara memutuskan untuk kembali ke parkiran menemui Mang Danu.

***

Adara yang tadinya berniat pulang setelah dari Pantai, tergoda untuk menginjakkan kakinya di Jalan Malioboro.

Beruntung Mang Danu masih mau mengantarkannya. Adara begitu senang.

Setelah sampai, Adara segera turun dari mobil. Dan Mang Danu mencari tempat parkir.

Adara memandang Jalan Malioboro dengan tatapan berbinar.

Banyak sekali pedagang kaki lima dan warung-warung lesehan yang membuat Adara tergoda. Terlebih lagi perutnya sudah sangat butuh asupan.

Adara juga melihat banyak seniman disini. Entah itu seniman yang sedang bermain musik, melukis atau lainnya.

Mang Danu menghampiri Adara setelah selesai memakirkan mobil. "Kita mau kemana sekarang, Non?"

Adara mengedikkan bahu. "Nggak tahu, bingung. Adara mau makan, tapi nggak tahu harus nyoba apa, Adara mau semuanya."

Mang Danu tertawa. "Ya kenapa tidak, Non?"

Adara mencebik. "Kebangetan banget, nggak mungkin ketampung sama perut."

"Ya sudah gini. Non mau nyoba Gudeg nggak? Itu makanan khas Jogja yang biasa di cari wisatawan, lho."

Adara mengangguk semangat. "Ayo, ayo!"

Mang Danu kemudian membawa Adara pada salah satu warung lesehan tempat biasa dia makan.

Adara duduk duluan sedangkan Mang Danu sedang memesan.

Adara memandang jalanan kota dengan sendu. Entahlah, ingatannya tentang Gama tiba-tiba saja muncul.

Dia jadi teringat malam itu. Malam dimana waktu dia pergi double date bersama Alfian dan Amira, Adara dan Gama juga makan di tempat lesehan seperti ini.

Makan roti bakar dengan kopi capucinno hangat benar-benar membuatnya tenang dan nyaman saat itu. Terlebih lagi sikap Gama juga hangat, tidak dingin seperti yang dia kenal beberapa hari kemarin.

Dia bukan Gama!
Gama berubah.

Kabar kepindahannya pun tidak membuat Gama menghubunginya. Apalagi Adara berharap untuk ditahan agar tidak pergi? Mustahil.

Adara mendadak kesal. Apalagi di depan sana ada yang menghalangi pemandangannya.

Sepansang kekasih tengah bersuap-suapan roti bakar.

Adara mendengus kesal. "Gue juga dulu gini sama Gama, tapi dulu. Duluuu bangetttt."

Mang Danu datang dan ikut duduk disamping Adara. "Maaf kalau sedikit lama ya, Non. Lagi rame soalnya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang