26

53 6 5
                                    

"Assalamualaikum. Bi Asih," ucap Adara ketika membuka pintu rumahnya.

"Waalaikumsalam. Eh, Non udah pulang?" Bi Asih menghampiri Adara.

"Iya, Bi." Adara mencium punggung tangan Bi Asih.

"Seru nggak tadi?" tanya Bi Asih penasaran.

Adara mengangguk semangat. "Banget. Bibi mau tahu nggak?"

"Apa tuh?"

"Adara udah punya pacar, Bi!" seru Adara.

"Apa?!" Bi Asih sedikit terkejut. "Siapa, Non?"

"Eum ..." Adara menahan senyumnya. "Kasih tahu nggak, ya? ..."

Bi Asih berdecak. "Cepet kasih tahu Bibi, Non!"

Adara terkekeh. "Iya Bi, iya. Jadi, pacar Adara itu ..."

"Ish. Lama deh!"

"Gama," gumam Adara pelan.

"Ha? Nggak Kedengaran, Non!"

Adara tertawa. "Maaf ya, Bi. Adara capek ngulang ngomong lagi."

"Adara ke kamar dulu, ya. Mau istirahat," pamit Adara, lalu segera pergi ke kamarnya.

"Eh? Non. Kasih tahu dulu siapa pacarnya!" teriak Bi Asih.

"Ck. Bikin penasaran aja!" kesal Bi Asih karena Adara sama sekali tidak menghiraukannya.

***

Adara mengehela nafas panjang. "Capek banget sih."

Dia lalu membuka ponselnya, melihat-lihat foto-foto yang tadi di ambilnya ketika makan di tempat mie ayam Bang Jojo.

Di lihatnya satu persatu foto itu. Adara terkekeh. "Gama ganteng banget sih di sini."

"Kenapa gue baru sadar, ya?" lanjutnya heran.

Setelah selesai melihat-lihat foto itu, Adara kembali menyimpan ponselnya. Di liriknya jam dinding, ternyata sudah pukul delapan malam.

Liburan tadi cukup lama juga ya, padahal mereka semua hanya jalan-jalan saja keliling kota Jakarta.

Adara yang merasa lelah merebahkan tubuh nya di ranjang. "Tidur aja, deh."

Ketika Adara hendak menutup matanya, ponselnya tiba-tiba saja berdering. "Siapa yang telpon sih?!"

Dengan malas Adara mengambil ponselnya. "Hah, Gama?!" pekiknya.

Adara menepuk jidatnya. "Jangan lupa, Dar. Sekarang lo udah punya pacar!"

Adara lalu mengangkatnya. "Hai, Gama?"

Adara mendengar kekehan Gama di seberang sana. "Lho? kenapa sih, kok lo ketawa gitu?"

"Nggak. Lo nggak ada niatan panggil gue sayang gitu, Dar?"

"Harus banget, ya?"

"Haruslah, biar orang tahu kalau lo pacar gue."

"Gitu ya?"

"Ya, iya lah, Dar. Kalau kita sayang-sayangan kan, orang juga pasti ngerti kalau kita ini pacaran."

"Tapi, Gam–"

"Sayang!" ralat Gama cepat.

Adara menepuk pelan bibirnya. "Iya, sayang."

"Nah gitu dong."

"Lo mau apa nelpon?"

"Lagi kangen aja denger suara lo."

Adara tersipu. "Sama suara gue aja? Terus sama gue nya nggak gitu?"

Gama tertawa. "Pastilah, Dar. Apapun yang ada dalam diri lo atau apapun tentang lo, pasti bikin gue kangen."

Adara terkekeh. "Gama gombalnya aktif ya, Bund."

Gama tertawa. "Dar?"

"Iya?"

"I love you."

"I love me to," jawab Adara yang membuat Gama mencebik kesal.

"Lo mah, Dar! Udah jadi pacar juga masih aja kayak gitu."

"Iya, iya maaf."

"Nggak ah, nggak mau maafin. Gama lagi jahat sekarang!"

"Ish. Kok lo gitu? Nggak bagus tahu jadi orang jahat!"

"Biarin!"

"Gama?"

"Hm?"

"Baru pacaran masa udah marahan, sih?" Adara mengela nafas.

"Eh? Gue bercanda kok tadi. Jangan di ambil hati ya?"

"Telat!"

"Sekarang kok jadi lo yang marah sih, Dar?"

"Telat! Hati gue udah lo ambil, dan lo suruh gue jangan ambil hati? Masa cuma lo aja yang ngambil hati gue, sedangkan gue nggak? Rugi banget!"

Gama terkekeh mendengar penjelasan dari Adara. "Aaakhhh ... Gama baper ya Allah."

"Astagfirullah. Pacar Adara gini amat, ya?" Adara terkekeh. Dia memeluk boneka Panda yang ada di sebelah dirinya dengan erat. Membayangkan jika saja boneka itu adalah Gama, dia akan menggigit-gigit mukanya karena gemas.

"Dar?"

"Iya, Gam?"

"Udah malam, kita tidur ya?"

"Oh, oke."

"Tapi tunggu dulu!"

"Kenapa?"

"Besok jangan berangkat duluan, gue jemput lo. Gue usahain nggak ngulangin kesalahan gue lagi."

"Iya, Gam."

"Oke. Habis telpon ini dimatiin, lo harus langsung tidur ya! Ini perintah dari pacar, jangan ngapa-ngapin lagi kecuali kalau mau ke kamar mandi untuk gosok gigi atau makan, ya?"

"Iya, Gam. Gue langsung tidur kok ini."

"Nah bagus. Good night my girls."

"Good night to my boy. Mimpi aku ya?"

"Harus dong, biar indah."

Adara tertawa kecil. "Yaudah, Wasalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Setelah mendengar jawaban salam dari Gama, Adara langsung mematikan panggilannya. Dia kembali menyimpan ponselnya di tempat semula tadi lalu mulai membenahkan diri untuk tidur.

Hari yang sangat indah, semoga hari-hari ke depannya lebih indah lagi. Tidak ada masalah atau halangan bagi dirinya dan Gama, semoga saja mereka tetap bersama selamanya. Harap Adara.





LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang