"Gila!! Kenyang banget gue, Gam," ujar Adara sambil mengusap-usap perutnya yang sakit akibat sudah diisi banyak makanan ketika makan dilestoran pamannya Almetta tadi.
Sungguh bukan main. Setelah pulang sekolah, Almetta benar-benar mentarktir sekelas dengan makanan yang bisa dibilang banyak itu! Kalau gini sih, Adara jadi yakin jika Almetta ini benar-benar orang yang kaya raya!
"Lagian lo rakus banget, Dar. Berapa menu yang lo makan?"
"Cuma tiga."
Gama melotot. "Heran, niat banget bikin bangkrut orang."
Adara terkekeh. "Biar dia nyesel aja, supaya nanti nggak sombong lagi."
"Iya. Tapi gue khawatir kalau lo makan banyak-banyak—"
"Kenapa?" potong Adara cepat. "Lo nggak mau gue gendut?"
Gama menggeleng. "Bukan gitu. Sekarang yang lo rasain setelah makan banyak apa?"
Adara menarap ke bawah, ke perutnya.
"Jadi sakit perutkan karena kekenyangan? Nggak enak juga kan rasanya? Itu yang gue nggak mau."
Adara mengangguk lusu. "Maaf, nggak lagi deh."
Gama tersenyum, dengan gemas dia mengusap-usap perut Adara. "Dede, kamu jangan nakal ya di dalam? Kasihan lho ini Mamanya, jangan nendang-nendang."
Adara tertawa dan memukul tangan Gama yang masih ada di atas perutnya. "Gila lo, Gam. Bi Asih lihat, jadi salah paham entar."
"Latihan, Dar."
***
"Papaaaa," pekik Evania saat membuka pintu rumahnya. Tadinya dia sangat kesal karena mengapa ada tamu dimalam-malam begini? Tapi, saat mengetahui itu adalah Papanya, rasa kesal itu seketika berubah menjadi bahagia yang luar biasa.
"Eva kangen, Pa." Evania langsung berhambur pada pelukan Papanya.
"Iya, Papa juga." Fahri mengusap-usap kepala anaknya dan menciumnya.
Evania mengadahkan kepalanya untuk melihat wajah Papanya. "Papa kenapa nggak pulang-pulang sih? Kalo kangen sama Eva itu pulang, Pa. Jangan cuma nelphon doang."
"Tapi Papa tidak berdaya, Va. Papa selalu teringat Mama kamu terus kalau tinggal di rumah ini."
"Terus sekarang, apa Papa masih nggak mau tinggal disini?"
Fahri menggeleng sambil mengusap air mata sang putri yang tiba-tiba saja menangis. "Papa usahain buat tinggal disini lagi selamanya, Va."
Senyum Evania terbit seketika. "Bener, Pa?"
"Iya. Papa nggak mau ninggalin kamu lebih lama lagi hanya karena Papa ini masih selalu teringat sama Mama."
"Makasih ya, Pa. Eva seneng banget." Evania mencium Pipi Fahri setelahnya.
"Papa lebih dari kamu, sayang." Fahri balas menciumi bagian kening dan pipi Evania.
Setelah itu mereka berdua masuk ke dalam rumah dan duduk diruang utama.
Fahri mengedarkan pandangannya ke segala arah. Dia merasa heran karena Wulan tidak terlihat sedikitpun batang hidungnya. "Dimana Wulan?" tanyanya pada Evania.
"Nggak tahu, Mama Wulan sering keluar malam akhir-akhir ini."
"Apa dia tidak bilang ingin pergi kemana?"
Evania hanya menggeleng.
"Kurang ajar!" ujar Fahri sambil mengepal tangannya kuat-kuat.
Evania yang melihatnya kaget. "Papa kenapa?"
"Papa menikahi dia itu agar dia bisa merawat kamu, kalau sekarang dia sering pergi-pergi gitu, yang jagain kamu siapa? Apalagi dirumah, kamu hanya sendirian, malam-malam begini lagi."
"Santai aja, Eva bisa jaga diri."
"Tetap tidak bisa. Tugas utama dia itu merawat kamu, Va!"
"Emangnya saya perawat apa?!" Wulan yang baru saja tiba menyeletuk tiba-tiba. Dengan cepat dia berjalan menghampiri mereka dan ikut duduk disana.
Kekesalan Fahri memuncak hanya dengan mendengar itu. "Kamu emang bukan perawat, tapi istri saya. Dan sebagai suami, saya tugaskan anda merawat anak saya!"
"Mas, saya juga punya kesibukan! lagian, Evania juga nggak keberatan kan saya tinggal? Iya kan, Va?"
Evania hanya mengangguk samar.
"Tuh, lihat sendirikan?" ujar Wulan sambil menunjuk Evania.
"Tetap tidak bisa! Kamu harus tetap jaga anak saya kapapun juga!"
"Ish. Saya nikah sama kamu itu bukan untuk rawat anak kamu, Mas. Tapi untuk balesin dendam aku yang kebetulan kamu juga benci sama orang itu."
"Tapi sekarang kan kamu istri saya, apa salahnya sih ikutin perintah saya?"
"Saya sudah lakukan yang kamu perintahkan. Tapi apa tidak boleh saya keluar malam? Gini ya, Mas. Saya punya kepentingan dan Evania juga selalu saya perhatikan dan jaga kok meskipun saya nggak disampingnya. Iya kan, Va?"
"Iya," jawab Evania.
"Yasudah. Lain kali, kalau misalnya mau pergi malam-malam, jangan biarin Evania sendirian. Itu intinya! Saya nggak akan pernah larang kamu pergi kemanapun dan kapanpun, Lan. Tapi pastikan dulu kondisi anak saya aman."
"Iya, Mas." Wulan mengangguk menyetujui.
Setelah memastikan perdebatan kecil Papa dan Mama tirinya selesai. Evania menatap Papanya dengan ragu-ragu. "Papa?"
"Ada apa?" jawab Fahri.
"Eva mau tidur sama Papa malam ini, ya?"
Fahri tersenyum lantas mengangguk mengiyakan. Lalu dia beralih menatap Wulan. "Kamu, tolong bereskan koper-koper saya dengan rapi. Taruh semuanya ditempatnya dengan benar dan jangan sampai ada kesalahan!"
"Iya, Mas." Wulan memutar bola matanya malas.
"Kamu keberatan?" tanya Fahri pada Wulan.
"Nggak kok," kilah Wulan.
"Hm, yasudah."
"Iya." Dengan terpaksa Wulan segera Melaksanakan perintah dari suaminya.
Ya beginilah jika menikah tanpa cinta. Wulan seakan-akan seperti pembantu saja. Untung saja Evania dekat dengan dirinya, jika tidak? Entah apa yang akan terjadi dengannya jika Evania tidak mau membelanya.
Fahri.
Wulan akui dari pertama kali dia bertemu, laki-laki itu sangat angkuh dan pemarah. Lagian, mengapa juga dia mau menikah dengannya? Ah! Semua ini karena Elina. Andai saja dia tidak mempunyai dendam pada ibunya Adara ini, mana mau dia sehidup dengan Fahri?
Pernikahannya dengan Fahri hanya semata-mata karena dendam saja, yaitu dendam pada keluarga Yuda.
Sampai sekarang, Fahri benar-benar belum bisa memaafkan Yuda—ayahnya Adara atas kecelakaan yang membuat ibunya Evania meninggal dunia.
Apalagi Yuda yang sama sekali tidak dipenjara atas kasus tabrak lari itu. Dengan uang, Yuda bisa membebaskan dirinya meskipun jumlah uang yang harus dikeluarkan tidak bisa dibilang sedikit.
Dari sana lah Fahri jadi membenci Yuda sekeluarganya. Dia marah karena Yuda tidak mendapat ganjaran yang setimpal atas perbuatan yang dilakukannya.
Makanya, setelah tiga hari istrinya meninggal dunia, Fahri menikahi Wulan karena ternyata Wulan juga mempunyai dendam yang sama. Setelah menyusun rencana dengan Wulan, pada hari ketujuh istrinya meninggal, Fahri dan Wulan dengan kejamnya membunuh Yuda dan melarikan diri ke London agar jejaknya tidak ada yang mengetahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely
Teen Fiction[TAMAT] Sahabat, teman, kasih sayang, kekayaan, dan kebahagiaan. Semuanya didapatkan oleh seorang Adara Adsilla. Hingga perlahan-lahan semuanya telah berubah, berbanding balik dari sebelumnya. Adara merasa sendiri didunia ini. Dia benar-benar kesep...