2

313 66 180
                                    

Bel pulang sekolah berdering beberapa menit yang lalu. Semua murid mulai berhamburan keluar kelas.

"Ayo buruan! lama lo!" ucap Evania kesal.

"Kalo mau duluan silahkan, tapi naik angkot!" Kata Adara seraya memasukan buku kedalam tasnya.

"Eh, nggak-nggak. Gue nunggu lo aja deh gak papa kok," ujar Evania sambil menunjukan cengirannya. Jangan sampe deh gue naik angkot. -batinnya.

"Segitu gak maunya ya, lo naik angkot?" tanya Adara sambil menggendong tasnya dan melangkah keluar kelas di ikuti Evania di belakangnya.

"Gue bukannya gak mau sih, Dar," jawabnya ragu.

"Terus?" tanya Adara.

"Nih ya Ra, Gue itu trauma naik angkot karena waktu kecil gue pernah di ajak mama naik angkot. Di dalam angkot itu banyak benget orangnya Dar, gue sampe kepanasan banget. Dan yang lebih parahnya lagi, kita yang ada di dalam angkot itu hampir aja kecelakaan karena ada penumpang yang bawa ayam. Jadi ayam nya itu tiba-tiba aja lepas dan terbang ke arah supir angkotnya. Karena hal itu supir angkot kehilangan kendali dan angkot jadi ada di jalur yang salah, hampir aja angkot itu tabrakan sama mobil truk yang ada di depan. Tapi, untungnya pemilik ayam berhasil nangkep ayamnya. Jadi, supir angkot bisa ngendaliin lagi angkotnya" jelasnya panjang lebar.

"Hahaha ... Pasti seru banget sih waktu ayam nya lepas," ujar Adara sambil tertawa lepas.

"Yee ... lo gimana sih? bukannya prihatin sama gue, malah ngatain gue! dasar temen laknat lo!" kata Evania memberenggut kesal.

"Serah," ucap Adara acuh sambil memasuki mobilnya.

Evania yang melihat itupun memberenggut kesal dan segera memasuki mobil Adara untuk pulang.

***

"Assalamualaikum," ucap Adara ketika masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam," jawab Elina—Mamanya, yang sedang menonton tv.

kemudian Adara menghampiri Mamanya dan mencium punggung tangannya.

"Duduk dulu Ra, temenin mama nonton tv!" suruh Elina pada Anaknya.

"Oke. Tapi Adara ke kamar dulu ya, mau ganti baju."

"jangan lama loh!" ujar sang mama.

"Ashiaaap," ucap Adara kemudian berlari ke arah kamarnya yang ada di lantai dua.

Setelah berganti baju Adara langsung turun kebawah untuk menemani mamanya menonton tv.

"Ra, kok malah sibuk sama hp sih? Liatin dong tv nya!" ujar Elina.

"Lah, Ma? Adara kan cuman nemenin Mama aja, bukan mau nonton tv," kata Adara.

"Yah kok gitu. Percuma dong Mama minta ditemenin sama kamu, kalo kamunya sibuk sama hp." Elina menunduk dengan raut wajah yang kecewa.

"Iya deh," pasrah Adara kemudian meletakan hp nya di meja.

"Nah gitu dong biar tambah seru nonton tv nya."

"Hmm ... Iya."

***

Adara kembali lagi ke kamar nya setelah hampir satu jam menemani Mama nya menonton TV.

Dia ingin pergi mandi karena merasa badan nya sudah lengket dengan keringat. Meski tidak bau, tetap saja yang namanya mandi itu perlu.

15 menit kemudian Adara baru selesai mandi. Wajahnya tampak lebih segar saat ini, ya ... Wajar lah dia kan baru saja mencuci mukanya dengan sabun muka yang baru di belinya. Ngomong-ngomong harganya mahal lho.

Elina masuk kedalam kamar putrinya yang tidak terkunci. "Adara?"

Adara yang merasa terpanggil berbalik ke belakang menghadap Mamanya. "Iya, Mah?"

"Wahhh, cantik banget anak Mamah." Elina terpukau melihat wajah Adara yang berseri. Lalu berjalan mendekat ke arah putrinya dan lansung memeluknya.

Adara terkekeh, membalas pelukan Mama nya. "Iya dong, Mah."

"Kamu makin gede makin cantik aja, Dar."

"Kan keturunan Mama," balas Adara yang membuat Elina tersipu.

"Bisa aja, kamu."

Adara melepaskan pelukannya lalu berjalan ke arah meja belajarnya. Mengambil sesuatu yang akan ditunjukan kepada Mamanya. "Lucu nggak, Mah?" tanya Adara sambil mengangkat gelang couple berwarna hitam yang berinisialkan nama depannya dan Mamanya

Elina tersenyum. "Lucu banget, beli dimana kamu?"

"Di deket-deket si kok, Mah." Adara berjalan menghampiri Elina, mengambil tangan kanan nya dan memasangkan satu gelang couple berinisial E itu disana.

Lalu memasangkan gelang yang satu lagi pada tangannya, yang berinisial A. "Uwwu banget kita, Mah."

Elina terkekeh geli. "Harus nya ini tuh bukan buat Mama, tetapi buat pacar kamu."

"Adara kan nggak punya pacar, Mah."

"Cari dong, sayang."

"Ngapain? Adara masih mau bebas. Lagian, sendiri juga Adara bisa semuanya."

"Jangan gitu, Dar. Yang namanya hidup, suatu saat kita pasti akan merasakan jatuh. Dan untuk bikin kita bangkit, kita butuh pasangan buat jadi penyemangat."

"Kalau Adara jatuh, ada Mama kan yang bisa buat Adara bangun lagi? Nggak harus pacar."

"Mama nggak akan bisa selamanya disisi kamu, Dar. Makanya Mama suruh kamu cari pacar."

"Tapi untuk saat ini Adara nggak mau."

"Ya, sudah. Tapi dengan satu syarat!"

"Apa?"

"Mulai buka hati dari sekarang, jadi kalau ada cowok yang datang, dia nggak akan kesulitan."

"Hmm, iya."

"Yaudah Mama ke kamar Mama dulu ya." pamit Elina.

"Iya," jawab Adara.

Pacar? Adara terkekeh. Untuk apa? Pacaran itu hanya membuang-buang waktu.

Bahagia sementara dan luka setelahnya, membuat Adara tidak ingin terjerumus kesana.

Ya ... Kira-kira seperti itulah yang Adara lihat dari teman-temanya yang berpacaran.

Ada juga sih yang pacaran tetapi selalu bahagia. Namun, itu hanya beberapa pasangan saja.

-----------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------

(4 MEI 2020)

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang