Bel pulang sekolah berdering sepuluh menit yang lalu. Adara dan Evania sedang berdiri diparkiran menunggu Gama saat ini.
Tadi saat baru keluar kelas, Lutfhi menhampiri Gama dan membawanya entah kemana. Sebelum itu, Gama berpesan pada Adara agar menunggunya sebentar diparkiran.
"Dar, mumpung Gama ada urusan mending kita pulang duluan," ujar Evania.
"Mau nya sih gitu. Tapi nggak deh, bisa ngambek dia sama gue."
"Ck. Seberapa lama sih dia tahan ngambek atau marah sama lo? Lo chat terus bilang I love you aja pasti langsung dimaafin, Dar!"
"Masa sih?"
Evania mengangguk kuat. "Iya, coba aja."
Adara terdiam, menimbang saran Evania untuk pulang duluan.
"Come on!"
Adara menghela nafas. "Iya deh."
"Nah gitu dong!"
Evania dan Adara yang baru saja ingin masuk ke dalam mobil buru-buru ditahan oleh Gama yang berteriak kencang.
"Adara, Evania, tunggu dulu!"
Adara dan Evania saling bertatap dengan was-was, jantung mereka berdegup kencang ketika Gama melangkah ke arah mereka.
"Kalian mau kemana?" Gama bertanya dengan satu alis yang menaik.
Adara menatap Gama dengan senyum yang dipaksakan. "Kita mau nunggu lo di dalam mobil, Gam. Panas!" jelas, Adara berbohong.
"Oh." Gama mengangguk mengerti. "Dar, kalian berdua pulang duluan aja, gue mau Futsal. Males sih sebenarnya, tapi anak-anak yang lain pada maksa."
Mata Adara berbinar seketika. "Beneran?"
"Iya, tapi hati-hati ya?"
Adara mengangguk semangat. Dia lalu menatap Evania dengan senyum yang tertahan. Akhirnya, mereka berdua bisa pulang bersama juga. Intinya Adara tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Bye, Gam. Sering-sering main futsalnya ya." Evania terkikik geli, setelah itu dia masuk ke dalam mobilnya duluan.
"Gue sebenarnya nggak rela biarin lo pulang bareng Evania cuma berdua aja, gue takut lo kenapa-napa dijalan."
"Tenang aja, lo doain gue makanya. Celaka itu bukan cuma soal yang nyetirnya belum bisa aja, tapi soal takdir juga."
"Bukan itu aja sih, Dar. Gue juga sedih lo nggak pulang bareng gue."
Adara menggeleng heran. "Gam, ini baru satu kali setelah kita pacaran gue nggak pulang bareng lo. Jangan lebay deh, banyak waktu juga buat kita."
"Ya tapi, gue kangen terus sama lo, Dar." Gama mengerucutkan bibirnya.
Adara yang gemas mencubit kedua pipi Gama dengan keras. "Huuu. Bucin!"
"Sakit sayang," Gama menahan tangan Adara yang masih menempel dikedua pipinya.
Adara terkekeh. "Lebay!" Yaudah, gue pulang ya?
Meski tidak rela Gama tetap mengangguk mengiyakan. "Hati-hati. Entar malem gue ke rumah buat ambil motor dan sekalian ajak lo jalan, ya?"
"Oke." setelah berpamitan pada kekasihnya itu, Adara segera masuk ke dalam mobil menyusul Evania.
Ternyata di dalam mobil, Evania menatap Adara dengan jengah. "Udah? Kok nggak sekalian cium tangan atau pelukkan dulu sebelum lo pulang, Dar?
"Maksud lo?"
"Ya lagian ribet amat cuma pulang sama gue juga."
Adara terkekeh. "Pacar gue cuma khawatir aja, Va. Lo kan belum terbiasa bawa mobil sendiri."
"Gue udah bisa, Dar. Itu alasan gue aja biar bisa berangkat dan pulang bareng sama lo."
"Iyakah?'
"Iya!"
"Yaudah deh, iya."
Evania hanya mendelik, kemudian segera menjalankan mobilnya meninggalkan pekarangan sekolah.
Adara tersenyum menatap ke samping. Disana ada Gama yang berdiri dengan senyum yang terbingkai diwajahnya sambil melambaikan tangan ke arahnya.
"Gemesin banget," gumam Adara pelan.
***
Setelah mobil Evania sudah melesat jauh, Gama berbalik hendak mengampiri teman-temannya yang menunggunya di lapangan. Namun, dua orang gadis yang kini berada dihadapannya membuatnya terdiam sesaat.
"Gam, gue mau ngomong sama lo." Amara berujar penuh harap. Dia ingin sekali merubah semuanya kembali normal, Gama bisa dekat dengannya lagi meskipun hanya sebatas teman.
"Apa?"
"Gue minta maaf soal waktu itu."
Gama mengangguk. "Gue maafin, udah kan? Gue mau futsal, kasian yang lain pada nunggu gue lama."
"Tapi bener kan, Gam? Lo Jangan cuma dimulut doang tapi hati lo masih belum bisa maafin gue."
"Nggak. Gue juga mau bilang makasih. Karena lo Adara jadi sadar gimana perasaannya sama gue." Gama tersenyum.
"Oh, iya. Selamat ya?" Amara menggigit bibir bawahnya karena merasakan nyeri tepat dihatinya.
"Makasih." Setelah mengucapkan itu, Gama segera berlari menuju lapangan menghampiri teman-temannya yang sudah dipastikan akan marah-marah karena dia pergi lumayan lama.
Amira merangkul Kakaknya. "Lo suka Gama?"
"Ha?" Amara menatap adiknya dengan mata yang melotot kaget. Apa rasa sukanya pada Gama bisa terlihat dengan mudah oleh Amira, ya?
"Lo suka sama Gama?" ulang Amira lagi.
"Nggak lah," Amara terkekeh pelan menyembunyikan rasa gugupnya.
"Jangan bohong, gue ini Adik lo. Kita ini kembar, gue tahu perasaan lo, gue juga bisa rasain kalau lo bahagia ataupun sedih sekalipun. Ikatan kita kuat, Kak."
Amara menangguk samar. "Salah nggak sih, Mir?"
"Ya nggak lah, suka sama orang itu wajar. Asal jangan sampi rebut pacar orang lain aja."
"Tapi gue mau Gama jadi milik gue."
"Kalau Adara dan Gama udah putus boleh. Tapi, kalau lo yang jadi alasan mereka putus gue nggak kasih boleh. Jahat itu, nggak baik, Kak!"
"Terus? Caranya gue dapetin Gama gimana?"
Amira mengedikkan bahu santai. "Jangan sampai rusak hubungan orang aja kalau saran gue. Lebih baik ikhlasin atau cari yang lain."
"Enteng banget lo ngomong. Coba kalau Alfian yang punya pacar, udah lo tikung tanpa pikir panjang."
Amira terkekeh. "Ya nggak lah. Gue juga masih punya hati kali, lagian gue juga takut kena karmanya nanti."
"Ngomong-ngomong, sejak kapan lo mulai suka sama Gama?" tanya Amira penasaran.
"Dari awal gue ketemu dia."
"What? Hebat juga." Amira menggeleng takjub, bagaimana bisa Kakaknya ini menyembunyikan perasaannya tanpa ada orang yang curiga? Dia saja baru sadar akhir-akhir ini. Dan Kakaknya ini sudah suka pada Gama selama satu tahun lebih?!
Berbeda sekali dengan dirinya, yang jika suka sama seseorang pasti langsung bilang sana sini untuk meminta dukungan ataupun saran. Tapi meski begitu, dia belum cukup berani untuk mengatakan langsung ke orang yang disukanya. Gengsi dong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely
Teen Fiction[TAMAT] Sahabat, teman, kasih sayang, kekayaan, dan kebahagiaan. Semuanya didapatkan oleh seorang Adara Adsilla. Hingga perlahan-lahan semuanya telah berubah, berbanding balik dari sebelumnya. Adara merasa sendiri didunia ini. Dia benar-benar kesep...