53

40 6 4
                                    

"Alhamdulillah. Udah sampai nih, ayo turun!" Agis memberhentikan mobilnya tepat dihalaman rumahnya.

Adara masih terdiam sambil menatap rumah minimalis tapi terlihat megah itu dari dalam.

"Ayo, Dar!" kata Agis menyadarkan.

Adara terkekeh. "Rumahnya keren, Om."

"Ya siapa dulu yang punya."

Agis kemudian keluar mobil duluan lalu disusul oleh Adara setelahnya.

Saat Adara ingin berjalan ke arah bagasi mobil untuk mengambil barang-barangnya, Agis buru-buru menahannya. "Nanti ada yang urus, Dar. Ayo kita langsung masuk aja."

Adara kemudian hanya mengangguk.

Mereka berdua sampai dipintu utama. Agis kemudian memencet bel beberapa kali sampai ada orang yang membukakan pintu.

Seorang wanita seumuran Bi Asih keluar dan membukakan pintu. Dari raut wajahnya dia sidikit terkejut. "Lho? Tuan kok sudah pulang?"

"Iya. Jadi bukan saya yang akan pindah rumah, tapi keponakan saya," jawab Agis.

"Oh iya, Bi. Ini Adara." Agis memperkenalkan Adara pada Bi Mpit.

"Adara, Bi." Adara mengangguk sopan.

"Hallo, Non Adara. Nama Bibi Pitri." Bi Mpit. membungkuk sopan. "Panggilnya Bi Mpit aja biar sama kayak Tuan Agis."

Adara mengangguk.

"Bi, nanti kalau Mang Danu sudah pulang, tolong gitu ya barang-barang kita cepet dikeluarkan dari mobil. Terus sama Bibi dirapih-rapihin lagi," suruh Agis.

"Baik, Tuan. Tapi kenapa Mang Danu nggak pulang bareng sama Tuan?"

"Saya suruh dia naik taksi, soalnya saya mau bawa mobil sendiri."

"Tapi kan bisa bareng?"

"Mang Danu yang nggak mau. Bibi kayak nggak tahu aja betapa sopannya Mang Danu itu. Beliau nggak mau kalau harus disupirin sama saya, dia nggak enak. Katanya, yang supir itu kan dia tapi malah dia yang disupirin."

"Oh gitu, Tuan." Bi Mpit mengangguk-angguk sambil terkekeh pelan.

Agis dan Adara berjalan masuk ke dalam dengan disusul Bi Mpit dibelakangnya.

"Tuan, Bibi ke dapur bentar ya mau ambil makanan," pamit Bi Mpit.

"Ya," balas Agis singkat. Kemudian menyuruh Adara duduk di sofa-di ruang tamunya.

"Semoga kamu betah tinggal disini ya, Dar?"

"Tergantung sih, Om. Kalau Om bisa buat Adara seneng sih betah-betah aja."

Agis terkekeh. "Memang apa yang bikin kamu seneng?"

"Eum..." Adara berpikir sejenak. "Banyak stok makanan di rumah."

Agis terkekeh lagi. "Tertebak! Kenapa sih dari dulu kamu kalau sama Om bawannya soal makanan terus?"

"Ya soalnya Om nggak pelit buat ngajak jajan."

"Oke. Tenang aja. Kamu sama kaya Om kok, suka makan. Kalau nggak percaya nanti lihat aja ke dapur, kamu pasti bakal kaget."

"Ha? Apasih Om? Kok jadi penasaran gini."

"Lihat aja."

"Oke."

"Eh, eh, Jangan dulu sekarang!" Agis mencekal tangan Adara saat gadis itu ingin berlari ke arah dapur.

"Kenapa?"

"Nanti aja. Lagian kamu juga nggak akan kemana-mana kan?"

Adara berdecak. "Tapi kan penasaran, Om."

"Udah nanti aja!"

Adara kemudian mendengus kesal.

Tak berselang lama Bi Mpit kemudian kembali dengan satu nampan berisi dua gelas jus jeruk dan beberapa makanan ringan yang sudah dimasukkan kedalam wadah.

"Nih, di makan ya? Bibi pasti tahu kalau kalian berdua pasti capek,"ujar Bi Mpit.

"Makasih ya, Bi," ucap Adara.

"Sama-sama," balas Bi Mpit.

Bel berbunyi. Bi Mpit segera pergi ke arah pintu untuk membuka pintu.

Ternyata Mang Danu.

"Eh, Mang. Kata Tuan Agis barang-barangnya cepet-cepet dikeluarkan dari mobil," ujar Bi Mpit.

Mang Danu mengangguk kemudian berjalan lagi keluar menuju mobil dan segera mengeluarkan barang-barangnya satu persatu.

Kemudian Bi Mpit yang melihatnya berinisiatip membantu.

Setelah semua barangnya sudah berada di dalam rumah, mereka berdua juga harus membawanya ke dalam kamar.

Melelahkan tapi memang ini sudah menjadi salah satu tugasnya.

Adara menyaksikan itu dengan perasaan tak enak. "Om, padahal nanti-nanti aja. Kasihan lho Mang Danu juga pasti capek baru sampai."

"Lho. Justru Om lagi bantu Mang Danu. Kalau pekerjaannya nggak dinanti-nanti ya dia bisa istirahat lebih cepet, kan? Memangnya enak ya santai-santai di banyaknya pekerjaan yang numpuk?"

"Ya bisa aja."

"Eleh dasar! Memang kamunya aja yang malas, Dar."

"Ya tapi kan Om?"

"Ssttt. Kamu tuh nggak tahu rajinnya Mang Danu, dia itu paling nggak bisa diem. Kalau kamu suruh istirahat pun Om jamin dia nggak akan mau. Asal kamu tahu, Dar. Jangan kaget kalau besok-besok kamu lihat Mang Danu beres-beres rumah padahal perkerjaannya dia itu supir."

"Bener, Om?"

Agis mengangguk. "Bahkan dia juga bertugas jadi satpam rumah tanpa Om minta. Pokoknya Mang Danu terbaik, Deh!"

Mang Danu kembali sendiri tanpa Bi Mpit. "Sudah semuanya, Tuan. Bi Mpit juga sedang membersihkan kamar yang akan ditempati Non Adara."

Agis mengangguk. "Mang Danu istirahat aja ya setelah ini?"

"Tidak usah, Tuan."

"Ini perintah Nyonya baru, lho. Katanya kasihan Mang Danu pasti capek."

Mang Danu tersenyum. "Tidak apa-apa. Mungkin saya akan lebih capek jika hanya berdiam diri saja. Aneh ya? Tapi saya juga tidak tahu mengapa seperti itu."

"Tuh denger, Dar! Bukan Om yang nggak punya perasaan suruh-suruh Mang Danu terus dari tadi."

Adara mendelik pada Agis. "Iya, Om. Iya!"

Mang Danu terkekeh kemudian pamit pergi ke halaman belakang.

***

Setelah dua jam menunggu Bi Mpit membereskan kamar yang akan di tempatinya, sekarang Adara bisa benafas lega karena sekarang kamar itu sudah selesai dibereskan.

Adara akhirnya bisa beristirahat juga.

Adara merebahkan dirinya di ranjang kasur yang memang tidak seempuk punyanya di rumah. Tapi, cukuplah untuk membuatnya nyaman.

"Haaaah. Terima kasih, Tuhan. Adara bisa sampai juga di Yogyakarta dengan selamat."

"Dan selama diperjalanan menuju kesini, Adara sudah meminta sesuatu. Adara ingetin sekali lagi, tolong buang jauh-jauh kenangan kelam yang Adara tidak ingin ingat lagi yang terjadi di Jakarta. Adara ingin mulai hidup baru, dengan diri Adara yang baru."

"Bukan. Bukan berarti Adara ingin melupakan semuanya. Adara hanya tidak ingin ingat lagi bagian sedihnya. Adara tidak ingin Adara merasa disakiti, dan Adara malah makin benci."

"Nggak. Adara nggak mau. Eva dan Gama tetep bakal jadi orang yang Adara sayang meskipun rasa sayangnya sekarang mulai berkurang."

"Adara nggak bisa bohong. Mereka tetep yang terbaik."

Adara kemudian terlelap tanpa sadar. Mungkin dia sudah sangat letih. Maklumkan saja.




LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang