24. SEBUAH RENCANA
******
Kiyara terbangun lebih dulu pagi ini. Ia melirik sampingnya, menatap Sagara yang masih tidur sambil memeluk guling.
Wajah Sagara sangat tampan, Kiyara akui itu. Tidak heran juga kenapa Sagara banyak diincar kaum hawa. Beruntung sekali dirinya yang mendapatkan laki-laki itu. Wajah Sagara adalah pahatan indah dari Tuhan yang tiap hari Kiyara lihat saat pertama kali membuka mata.
Membayangkan bagaimana nanti rupa anak mereka, senyumnya merekah manis. Perpaduan antara dirinya dan Sagara. Cantik dan ganteng. Dapat dipastikan anak mereka tak akan pernah merasakan glow up karena sudah good looking sejak embrio.
"Aku yakin seribu persen, pasti nanti kamu akan jadi rebutan disekolah." Kiyara bergumam tertawa geli sambil mengusap perutnya dengan lembut.
Menyudahi hayalan-hayalan di kepalanya, Kiyara memilih bangkit dan menyibak selimutnya lalu mandi tanpa membangunkan Sagara lebih dulu.
Setelah selesai dengan kegiatannya, kini Kiyara sudah rapi berbalut seragam sekolah. Ia berjalan menghampiri Sagara yang masih tidur, lalu menepuk lengan laki-laki itu sambil memanggil namanya.
"Kak, bangun udah pagi," ucap Kiyara namun Sagara hanya melenguh panjang lalu menyingkirkan tangannya.
Kiyara berdecak pelan melihat itu. Ia memilih cara lain dengan mencubit tangan suaminya. "Bangun ayo, nanti telat sekolahnya."
Sagara akhirnya membuka mata, langsung bertemu tatap dengan wajah cantik Kiyara yang terlihat lebih segar. Memilih bangkit laki-laki itu lalu menggaruk rambutnya.
"Mandi sana. Gue mau ke bawah dulu."
Sagara hanya membalas dengan dehaman. Lalu Kiyara beranjak meninggalkan ruangan itu.
***
"Pagi Mommy," sapa Kiyara begitu baru tiba di meja makan. Ia melihat ibu dari suaminya tengah menyiapkan sarapan pagi.
"Pagi juga Sayang. Gara mana?" tanya Ana seraya mengusung senyum manis pada menantunya.
"Lagi mandi Mom. Sini biar aku aja yang lanjutin." Kiyara mengambil alih roti yang diolesi mertuanya, melanjutkan perkerjaan wanita itu.
"Yaudah, kalau gitu Mommy mau panggil Mora dulu."
Kiyara tersenyum lalu mengangguk. Setelah Ana pergi, ia lanjut mengolesi roti dengan selai.
"Ra," sapa Gibran begitu tiba. Pria itu lalu duduk di meja paling ujung.
Kiyara menoleh pada ayah mertuanya. "Pagi, Daddy."
"Pagi. Suami-mu belum bangun?" tanya Gibran, membuat Kiyara tersenyum canggung. Walau sudah menikah, ia tetap belum terbiasa mendengar kata 'suami atau pun istri' yang disematkan pada dirinya dan Sagara.
Kiyara menggeleng pelan. "Udah kok. Kak Gara lagi mandi," jawabnya.
Gibran mengangguk paham. Tak lama, Bi Ijah alias pembantu di rumah itu datang membawa secangkir kopi dan meletakkannya di samping Gibran.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA [END]
Ficção AdolescenteSemua manusia memiliki rencana untuk masa depannya, tercapai atau tidaknya hanya takdir yang dapat menentukan. Cerita ini berkisah tentang dua anak manusia yang harus terjebak dalam ikatan pernikahan tanpa didasari rasa cinta di dalamnya. Sagara dan...