21. Sabotase

5.9K 423 6
                                    

Dikta mempersilahkan Anna dan Sinta untuk duduk di bangku yang sudah di siapkan, tersenyum sopan pada dua wanita yang memiliki profesi sama sepertinya itu.

"Jadi?" Tanya Anna langsung, tak mau bertele-tele akan keadaan Alea.

"Begini Dokter Anna," Dikta membasasahi bibir nya saat rasa ragu menyerang. "Ada satu hal yang ingin saya tanyakan mengenai kondisi kesehatan Alea sebelum nya. Karna saat kami melakukan pemeriksaan pada area paru-paru, saya menemukan kejanggalan."

Dokter pria itu menatap ke arah Sinta.
"Bukan nya Alea salah satu pasien Dokter? Saya sering liat Alea masuk ke dalam ruang Dokter Sinta soalanya, dan jujur saya tidak tau bila Alea itu putri dari dokter Anna."

Anna mengerutkan dahi bingung,"Gimana maksud nya?"

Sinta menatap Dikta tak percaya, dalam dunia kedokteran kejujuran memang di utamakan. Terlebih perihal pasien dan pihak keluarga Tapi apa dokter Dikta tak tau privasi?

"Begini Mba, aku bisa jelasin."

"Aku emang butuh penjelasan Sinta, aku fikir kamu cuma sekedar kenal aja sama Alea tapi ternyata kalian Deket. Dan aku gak tau?" Anna menggeleng pelan. "Apa yang kamu tutupin selama ini sama aku? Aku udah anggap kamu sebagai adik ku sendiri Sin!"

"Mba aku--"

"Alea mengidap fibrosis paru-paru kan, Dokter Sinta?"

Shit ungkapin aja semua! Bocorin teros!
Sinta melirik Dikta sengit.

"Bener itu Sin? Kamu, ah kalian nyembunyiin hal besar kaya begini sama Aku?"

"Mba bukan begitu, tapi ini permintaan Alea." Sinta berucap. "Sudah hampir satu tahun dia emang bolak balik untuk chek up sama aku. Kita pantau Asmanya supaya gak sering kambuh."

"Tapi mba tau Alea gimana kan? Ahir-ahir ini asma nya emang sering berulah. Dia juga gak bisa ngontrol obat semprot yang ia gunain, bahkan mba tau apa efek samping karna terlalu banyak pake inhaler."

Sinta menatap Anna,"Seminggu yang lalu, dia datang kesini dengan keluhan yang makin banyak. Aku nyaranin buat Tc scan, yang untung nya dia mau. Sehari setelah nya hasil keluar dan sama sperti apa yang di ucapin sama Dokter Dikta."

"Tapi kenapa aku gak tau Sin? kalo dia sering periksa di sini?"

"Dia selalu dateng saat mba Libur atau ambil cuti,"

Anna menghelanafas lelah, ia fikir ia sudah tau segala nya tentang Alea.
"Soal pengobatan nya?"

"Mba tau fibrosis paru-paru gak bisa di sembuhin kan? Bahkan saat diagnosa di tetapkan penderita hanya mampu bertahan tiga sampai lima tahun kedepan."

Sinta mengusap bahu Anna dengan lembu."Tapi kita bisa cari donor paru-paru untuk Alea,"

"Sebelum kemungkinan terburuk--"

"Gagal jantung," Anna memotong ucapan Sinta. Ia memang bukan dokter spesialis organ dalam, tapi ia tau itu semua.

"Kita cari sama-sama ya?" Anna dan Sinta menoleh ke arah Dikta dengan heran.

"Alea itu anak baik, saya beberapa kali liat dia bantuin orang-orang yang ada di sini."

Ah, Alea memang sebaik itu.
Tapi Ann paling benci di bohongi.

~•~

"Kami sudah menyelidiki ini semua pak Robert, saksi mata mengatakan bahwa Alea memang menerobos lampu merah," Salah satu pria berbaju coklat gelap berkata pada Robert. Yang tentu membuat lelaki paruh baya itu menautkan alis bingung. Alea bukan anak nakal yang akan melanggar pelaturan lalu lintas seperti itu, apalagi hingga membahayakan nyawanya sendiri dan orang lain.

TURTLE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang