70. 00.00

3.5K 296 9
                                    

Alea mendudukan tubuh lemah nya pada kursi di depan ruang ICU, semalam Melody sempat kejang-kejang. Entah untuk yang keberapa kali dalam bulan ini wanita paruh baya itu terus menurun keadaanya. Membuat ia yang tengah sakit juga ikut terus kefikiran tentang ini semua.

Tubuh nya menegang saat Cinta tengah membicarakan tentang penyakit Melody pada Sinta tepat di dekat nya.

"Kemungkinan sembuh nya kecil Sin, aku gak yakin Bu Melody bisa bertahan bahkan dalam jangka waktu satu bulan." Cinta berucap pada Sinta yang menunjukan mimik bingung.

"Udah setadium empat, kangker nya cepet banget berkembang. Bahkan  kemo yang selama ini bu Melody jalanin gak menghasilkan apa-apa."

"Trus harus gimana?" Alea berucap datar, membuat kedua dokter itu sontak menoleh kearah nya.

"Nyerah gitu aja? Biarin Bu Melody mati dengan sendirinya gitu?"

Ia bangun dari duduk nya, "Aku tau aku emang egois, jadi tolong buat bu Melody sembuh. Gimanapun cara nya. Atau setidaknya buat beliau tetap hidup." Alea melangkah, meningalkan Sinta juga Cinta yang menatap nya dengan pandangan sendu.

"Kamu fikir kamu doang yang mau Bu Melody sembuh? Aku sebagai dokter nya juga mau Le!" Cinta berucap, membuat langkah tertatih Alea harus terheti.

"Tapi kamu juga tau kalo jalan satu-satu nya biar bu Melody sembuh cuma transplantasi. Cari donor paru itu gak mudah–" Wanita itu menatap Alea.

"Bahkan, sekarang kamu pun juga lagi di ambang kematian. Kamu juga belum dapet kan donor paru-paru—"

"Cinta!" Sinta berseru saat di rasa teman sesama profesi nya sudah mulai keterlaluan.

"Biarin Sin! Biar dia tau gimana susah nya jadi dokter! Biar dia gak selalu nuntut ini itu sama kita! Biar dia ngerti kalo dia pun juga lagi sekarat walau gak terlihat!" Cinta berujar membasahi bibir nya, terlebih saat Alea nampak termenung sesaat.

"Iya– Jadi Dokter emang gak mudah. Pendidikan nya juga susah." Alea berujar lirih. "Sampe rasanya aku pengen banget berharap kesembuhan ini sama mereka."

Gadis itu melempar senyum pada Cinta, senyum manis yang jarang sekali ia perlihatkan ahir-ahir ini. "Makasih udah buat ngerti." Ia kembali berjalan meninggalkan kawasan ruang ICU.

"Alea!" Sinta mengejar nya, mensejajatkan langkah nya dengan langgkah lemah Alea.  "Kata-kata Cinta jangan di masukin ke Hati ya?"

"Tapi aku kan punya hati. Masih bagus." Alea melirik Sinta sekilas.

"Kecuali kalo dokter bilang. Kata-kata nya jangan di masukin ke Paru-paru ya? Soalnya gak bakal bisa. Paru-paru aku udah rusak." Sinta berheti berjalan, membiarkan Alea meninggalkan nya begitu saja.

Cinta kampret! Pasien gue ngedown gara-gara lo nih!

~•~

"Ini beneran pake balon?" Ghea bertanya pada mereka yangmembatu mempersiapkan ulang tahun Alea esok.

"Iya Ka Ghea, dia suka kok. Yakin deh!" Jingga berujar meyakinkan.

"Lagian bukan nya bakal di barengin sama satu anak panti yang ultah juga kan?" Ratu menyahut. "Bunda udah bilang buat mesen dua kue soalnya."

Ghea mengangguk-anggukan kepala.
"Nanti kita kasih ornamen gambar kura-kura juga kali ya? Kura-kura ninja gitu ga papa kali? Dia kan suka banget sama kura-kura."

"Boleh tuh!" Mereka menyahut.

"Merci tolong pasang di sana." Yang di panggil mengangguk, gadis itu memang mulai dekat dengan teman-teman Alea sekarang.

TURTLE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang