80. Oprasi

4.9K 318 10
                                    

Sudah lebih dari dua jam ruang UGD terasa begitu pengap, beberapa suster berlalu lalang, keluar masuk menangani Alea. Namum tak juga memberikana jawaban yang pasti saat Anna bertanya.

"Alea harus segera di oprasi, Dokter Anna." Seorang dokter laki-laki berucap pelan.

"Pembulu darah nya pecah, hingga menyebabkan gumpaalan darah yang cukup serius di antara celah otak dan tulang tengkorak."

Anna mengangguk kecil, "Berapa presentase keberhasilan nya"

"Delapan puluh persen."

"Lakukan." Jawab Anna singkat, setidanya delapan puluh persen cukup besar. Tidak di bawah limapuluh.

Dokter itu mengusap bahu Anna pelan. "Tapi efek samping nya akan cukup serius, kebutaan, lumpuh, bahkan hingga kematian."

"Saya bakal suruh perasawat untuk meminta tanda tangan dari wali pasien." Dokter itu berucap, sebelum kembali masuk kedalam ruang UGD.

Ghea memeluk Ratu erat, terlebih saat mata nya menangkap Alea yang di dorong menuju ruang oprasi, dengan kepala yang di lilit perban di sertai bercak kemerahan yang begitu pekat.

"Alea bakal baik-baik aja." Ratu terpukul, ia juga Rapuh. Namun ia berusaha untuk kuat demi Ghea dan Sang bunda yang bahkan sudah terlihat benar-bebar lemas.

"Gara?"

Gara menolah saat Ratu memanggil nama nya pelan, lelaki itu hanya diam saja. Menampilkan wajah datar milik nya. Meski Ratu tau bahwa Gara juga merasakan sakit.

"Lo gak mau pulang? Ini udah hampir tengah malam."

Lelaki itu menggeleng kecil. "Aku pengen nemenin Alea kak, sampe Alea baik-baik aja."

"Alea bakal baik-baik aja Gar."

Gara menatap Ratu, yang masih setia mengusap bahu Ghea di pelukan nya.
"Maaf, tapi ka Ratu bukan tuhan. Jadi aku belum bisa percaya. Kalo gak masitiin sendiri."

Lelaki itu bangkit dari duduk nya. menyusul Alea yang akan menjalakan oprasi malam ini juga.

"Kamu mau ke Ruangan Bunda, atau nemenin Alea?" Ratu bertanya pada Ghea dengan begitu lembut.

"Alea." Cicit Ghea pelan. Yang jelas di mengerti Ratu.

"Ayo." Ratu membatu Ghea yang sudah begitu lemas, mata nya melirik Agam sekilas.

"Agam, boleh minta tolong buat beliin Air putih?"

Agam mengangguk Atas apa yang Ratu pinta. "Air putih aja? Gak sekalian makan nya juga? Kamu belum makan dari tadi."

"Ghea mau makan?" Bukanya menjawan pertanyaan Agam, Ratu malah beratanya pada sang adik yang jelas di jawab dengan gelengan kepala.

"Gak usah Air putih aja. Tolong ya Gam?"

Tersenyum lembut, lelaki itu mengangguk kecil. "Aku ke Cafetaria dulu ya?"

~•~

Ketiga pasang kaki berlari di koridor yang sepi, waktu memang sudah menunjukan pukul tiga pagi. Nanun gadis-gadis itu bersikap seakan tak perduli.

"Gimana tant?" Jingga bertanya pada Anna yang bersadar di pelukan Arta. Wanita itu menggeleng lemah.

"Oprasi nya belum selesai."

Ketiga nya menatap pintu ruang oprasi yang masih tertutup rapat. "Kok bisa si? Kalian pergi liburan Kan?" Tosca bertanya, pada Ratu yang menatap nya.

"Melati, dia kabur dari penjara. Trus nyelakain Alea." Jawab Ratu pelan. Terselip rasa tak terima dalam hati nya.

"Kurang Ajar ya Tuh Medusa!" Nevy menyahut, menggeleng kecil.

TURTLE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang