72. Duka Panti

3.4K 295 11
                                    

"Udah bun, gak usah sedih." Alea mengusap bahu bergetar Anna yang tak berhenti sejak tadi. Air mata yang mengalir mambasahi pipi mulus nya juga terus berjatuhan.

"Gimana bunda gak sedih? Kalo orang yang selama ini kita tunggu, kita perjuangin tapi gak mau sembuh?" Anna berucap dengan suara begitu serak.

"Aku bukan gak mau sembuh, Lea mau sehat kok. Bunda tau aku mau hidup seratus tahun. Tapi paru-paru itu gak cocok buat aku. Paru-paru itu lebih cocok buat bu Melody."

Semalam Alea memang sudah melakukan pemeriksaan menyeluruh, kecocokan paru-paru nya bahkan menginjak angka 95% hanya saja. Saat ingantan nya terlempar pada keinginan Aleta pagi tadi. Ia berasumsi untuk mengetes Melody juga. Dengan harapan bila presentase kecocokan Melody lebih besar maka donor paru-paru nya akan di berikan pada Melody.

Benar saja, peresentase kecocokan Melody menginjang angka 98% setidanya 3% lebih unggul dari kecocokan nya. Dan hari ini tepat jam sepuluh pagi tadi. Melody sudah masuk kedalam ruang oprasi.

"Alea janji, kalo donor paru itu ada lagi. Pasti aku gak akan tolak. Kita bisa langung oprasi." Alea tersenyum lembut. Tangan nya meraih tangan Anna yang di letakan di atas kasur nya.

"Bunda pasti kecewa banget ya?"

Anna menggeleng kecil, ia bangga pada Alea yang memiliki hati selembut malaikat. Namun saat-saat seperti ini. Ia akan lebih memilih Alea menjadi anak yang egois, yang mementingan dirinya sendiri. Tak apa di anggap tak punya hati, setidanya Alea tak perlu berkorban terlalu jauh.

"Bunda seneng punya anak kaya kamu." Anna menyentuh pipi lembut Alea. "Bunda hargai apapun keputusan kamu sayang."

Senyum Alea terpatri. "Tolong bujuk papah, Ka Ghea sama ka Ratu juga ya? Buat maafin Alea. Mereka juga kelihatan kecewa banget dari semalam."

Lagi-lagi Anna mengangguk kecil.
"Iyah, nanti bunda sampein." Wanita itu mengusap ahir mata nya kasar.

"Kamu mau nunggu bu Melody di ruang oprasi juga gak?"

"Boleh?"

Sang bunda tersenyum, bangun dari duduk nya. "Sini bunda bantu."

~•~

Alea berjalan pelan di samping Anna, sesekali tersenyum bila ada yang menyapa. Cukup lama tinggal di rumah sakit, ia jadi semakin akrab dengan orang-oarnga yang ada di sana.

Alis nya bertaut saat melihat mereka yang menunggu Melody tengah menangis, apa oprasi nya berhasil hingga mereka begitu terharu?

"KA ALEA!"

Alea menatap Aleta yang berjalan kearah nya, tangan mungil gadis itu memukul-muluk perut Alea dengan beberapa kali hentakan.

"Ka Alea bohong! Ka Alea bilang mau sembuhin bu Melody! Tapi apa? Bu Melody malah pergi buat selama-lama nya. Bu Melody meninggal!"

Tangis anak tujuh tahun itu pecah seketika, terlebih saat Anna memegang kedua tangan nya agar tak menyakiti Alea.

Hati Alea terasa tercubit hingga nyeri, gadis itu mentap Sinta seolah bertanya.

"Bu Melody meninggal di meja oprasi, saat oprasi nya bahkan belum selesai. Ada sel kanker yang ternyata tersembuyi dan gak terdeteksi. Tiba-tiba denyut jantung nya lemah sampe berhenti." Sinta menjelaskan pada Alea yang menatap nya dengan tatapana kosong.

"Aku dan Cinta gak bisa nyelametin Bu Melody, Alea. Kami minta maaf."

Alea mengangguk sebanyak dua kali.
"Siapin jenazah nya. Hari ini juga bakal di makamin."

TURTLE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang