61. Rancangan

3.3K 296 8
                                    

"Ya minta maaf lah sama tante Siska nya." Arta menasihati Alea yang baru saja bercerita, mengenai kisah nya dengan Marun siang tadi yang harus di amuk Siska.

"Udah pah, tapi masih ngambek. Bahkan ya? Tadi dia bilang mau cari keponakan baru." Alea berucap dengan mimik sedih.

Bagaimana jadi nya bila Siska tidak menyayangi nya lagi? Nanti siapa yang bisa membela nya saat terkena masalah?

"Ya kamu juga salah si! Ruang kepala sekolah di jadiin tempat main. Kamu fikir itu taman kanak-kanak." Ratu ikut menyahut, tak mengerti arah pimikiran Alea yang terkadang Aneh.

"Salah sendiri bela orang lain segitu nya, sampe gak mikirin dirinya sendiri yang mungkin bisa luka." Ghea berseru, menatap Alea malas.

"Jingga itu bukan orang lain Ge, dia temen aku!"

"Tapi dia anggap kamu temen gak?" Ghea balik bertanya, yang hanya mampu di balas Alea dengan senyum terpaksa.

"Apasi ribut-ribut?" Anna datang ke ruang tamu, membawa sepiring besar berisi brownis yang tadi sempat ia beli.

"Kenapa Ge? Siapa yang gak anggap Alea temen?" Tanya Anna kembali, saat anak-anak nya malah saling lirik.

"Jingga." Jawab Ghea pelan.

"Jingga yang kemarin papah nya kena kasus korupsi? Yang sekarang tinggal di apartemen bunda kan?"

Alea mengangguk kecil. "Iyah, tapi bukan gak anggap Aku sebagai temen  bunda."

"Kita cuma perlu waktu buat saling sendiri," Ia bergumam pelan.

"Kenapa gitu?" Tanya Arta, meraih sepotong brownis dari atas meja. "Kalian Break?"

Alea menggeleng kecil. "Mereka marah waktu tau kalo aku sakit--"

"Mereka gak mau temenan sama kamu karna kamu sakit?" Ratu bertanya dengan nada tinggi. Membuat Alea menghelanafas sabar.

Mengapa tak ada yang mau mengerti?

"Gak gitu, mereka kesel karna aku gak pernah cerita. Mereka marah, mereka kecewa. Mereka bilang kalo mereka gak berarti apa-apa buat aku!"

Arta dan Ratu mengangguk seakan paham. "Itu berarti sama aja kaya waktu aku tau kamu sakit kan?"

Alea menoleh pada Ratu, mengangguk pelan. "Nah, kaya begitu."

"Berarti mereka gak bener-bener marah Le, mereka juga gak bisa terima orang yang mereka sayang sakit!" Arta menambahkan, saat ia tau Alea sakit pun rasanya ia begitu marah. Bukan pada Alea, namun pada semesta yang begitu apik dalam membuat drama.

"Gue udah bilang kok sama mereka." Ghea berujar tiba-tiba.

"Mereka salah ngerespon lo kaya begitu, harus nya saat tau lo sakit. Mereka dukung lo, sport lo. Bukan malah marah gak jelas begini."

"Mereka asli nya sayang kok sama lo Le," Ghea tersenyum pada Alea. "Banyak yang sayang sama lo disini."

"Jadi, bertahan ya?"

~•~

Melati mengedarkan pandangan kearah perpustakaan yang sepi melirik kearah Merci yang masih fokus membaca sebuah buku fiksi.

"Bang!"

Yang di panggil menoleh, menautkan alis bingung. "Kenapa?"

"Rencana yang semalam jadi?"

Lelaki yang ada di hadapanya nya nampak ragu, tak urung tetap mengangguk kecil. "Tapi lo bener kan gak bakal ketauan? Gue udah kelas duabelas woi."

TURTLE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang