53. Critical

4.7K 324 8
                                    

Anna menglus rambut Alea yang terlihat begitu lepek, padahal Ac di dalam mobil yang mereka tumpangi terasa dingin.

Kedua nya memang memutuskan untuk pulang cepat, terlebih saat Alea mengatakan bahwa ia merasa tak enak badan.

"Masih pusing?" Tanya sang bunda, saat menyentuh kening Alea yang terasa hangat.

Alea mengangguk pelan, sesekali memijit pangkal hidung nya dengan lembut. "Aku masuk duluan."

Gadis itu bergegas turun dari Mobil yang di kendarai Anna, tanpa menunggu sang bunda yang memasukan kendaraan roda empat itu kedalam garasi. 

Kaki nya melangkah dengan lesu, tangan lemas nya membuka knop pintu utama dengan perlahan.

Plak!

Mata nya terpejam saat tamparan tiba-tiba melayang bahkan hingga menghempas tubuh nya.

Bukan hanya bibir, namun darah segar kembali mengalir dari salah satu lubang hidung mancung nya. Menetes hingga mengenai lantai marmer yang dingin.

"Pah?"

"APA? KAMU MAU JADI PEMBUNUH. IYA? KAMU FIKIR SAYA GAK TAU KALO KAMU ABIS NGELAKUIN TINDAKAN KERIMINAL!" Arta berteriak nyaring.

"KAMU DORONG ADIK KELAS KAMU KAN? SELAIN BUNUH ISTRI SAYA KAMU JUGA MAU BUNUH ORANG LAIN!"

Alea meringis saat dada nya terasa nyeri, Ia menatap Arta tak percaya.

"Pah--"

"Jangan panggil saya dengan sebutan itu, kamu fikir saya sudi di panggil papah sama seorang pembunuh!"

"Pah."

"Diam sialan!" Arta menerjang Alea saat gadis itu hendak berdiri, menghampit tubuh lemah gadis itu hingga membentur tembok.

"Ak-u-gak bisa -na–fas.." Alea mencicit pelan, mata nya menatap wajah Arta yang merah padam.

Apa kali ini perbuatan nya benar-benar salah? Apa kali ini ia tak bisa di maafkan?

"Mati! Lebih baik kamu yang mati dari pada Athena yang pergi!" Arta berujar sinis.

"Mah, Ma-mah." Alea berucap terbata, saat ia melihat sosok wanita cantik ada tepat di samping Arta. Mengukurkan tangan putih bersih nya.

"Mah--"

"MAS!" Anna berteriak saat kesadaran Alea sudah hampir habis, Arta yang tersadar sontak melepas cekikan nya pada sang anak, membuat gadis yang wajah nya sudah memucat itu meraup oksigen dengan rakus.

Tenaga nya habis, tubuh nya luruh kelantai marmer bila Anna tak sigap menahan nya.

"Alea--hei, bangun tetep sadar ya." Anna menepuk pipi Alea dengan lembut, mencium puncak kepala gadis itu.

"Bun," Alea berucap lirih.
"Aku--mau ik--ut ma-mah."

"Engga boleh, Alea harus tetep sama Bunda." Wanita itu meneteskan air mata. Berteriak keras. "PAK IMAN! PAK IMAN SIAPIN MOBIL!"

"Alea tetep sadar ya? Biar bunda bawa ke Rumah sakit."

"Bun, ses-sak."

"Alea maafin papah, maaf!" Arta menyentuh Alea lembut, yang sontak di tepis dengan kasar oleh Anna.

"Jangan sentuh Alea!" Anna menunjuk Arta dengan wajah penuh derai air mata.

"Bun--mamah uhuk!" Alea terbatuk, dengan dahak bercampur darah yang mengotori sebagian bibir nya.

"Mah, ud-ah–Jemput aku,"

Kantuk yang Alea tahan makin terasa berat, mata nya terpejam erat saat kaki yang beransur menjalar kekepala  terasa dingin.

TURTLE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang