•16•

851 130 3
                                    

Diana masih leha-leha di tempat tidurnya. Tangannya sibuk menggeser-geser layar ponsel, mencari nama seseorang di sana. Sekarang jarum jam menunjukkan pukul 7 pagi. Hari ini Diana tidak ada kelas pagi, jadi dia bisa sedikit bersantai. Ingin turun untuk sarapan, rasa takut dengan tatapan horor Papahnya membuatnya mengurungkan niat.

Matanya melebar ketika menemukan username instagram yang mirip dengan nama seseorang yang ia cari. Jarinya menekan dan menggeser, terus begitu sampai 10 kali.

"Nama dia Vidy apa, sih?" Diana mulai prustasi. Banyak sekali username instagram bernama Vidy, namun tidak ada satu pun Vidy yang dia maksud. "Kok gue kepo tentang Vidy? Bodo! Gue harus tau latar belakang dia."

Ketika jari-jarinya sibuk dengan layar ponsel, ketukan pintu dari luar membuatnya menegakkan tubuh. Matanya mengerjap menatap pintu kamarnya. Lalu, tidak lama makhluk kecil muncul sambil membuka lebar-lebar pintu yang sengaja tidak Diana kunci.

"Mau di suapin kakak Di," ucap Nagisa-adik Diana yang paling kecil. Umurnya baru menginjak 5 tahun, tapi dia sudah bersekolah di sekolah khusus anak 5 tahun; paud.

"Gisa, kenapa ngga pergi sekolah?" tanya Diana sambil turun dari tempat tidur dan menghampiri Nagisa.

"Libul," jawab Nagisa seadanya.

Diana tersenyum, lalu mengusap kepala Nagisa dengan sayang. "Gisa mau kak Di, suapin? Boleh." Diana mengambil piring yang di bawa gadis itu, lalu menuntun Nagisa menuju meja belajar, membantunya duduk di kursi belajar Diana.

Dengan telaten Diana menyuapi Nagisa yang sibuk dengan boneka berbi di tangannya. Mulut mungil gadis kecil itu terbuka lebar-lebar saat Diana menyuapinya. Diana tertawa saat mulut Nagisa mengembung karena penuh dengan makanan. Gadis itu tidak sedikit pun protes. Sangat gemas, pikir Diana.

"Di," panggil Tisa yang tiba-tiba masuk ke kamarnya. Wanita itu terkejut saat melihat Nagisa berada di kamar Diana. "Gisa, kamu kok bisa ada di sini?"

"Gisa minta di suapin, Mah," jawab Diana, sambil meletakan piring yang sudah kosong di atas meja belajarnya.

Tisa hanya mangut-mangut mengerti. "Ada yang nyariin kamu, tuh, di bawah. Lagi bicara sama Papah kamu."

"Nyariin aku? Siapa, Mah?" tanya Diana bingung.

"Mamah juga ngga tau. Tadi kalo ngga salah namanya...." Tisa tampak berpikir sebentar. "Vidy," lanjutnya.

Loading. Diana masih mencerna ucapan Tisa. Lalu tak lama...

"APAA?!!" Mata Diana melebar. Kakinya lemas, jantungnya berdegup dengan kencang. Bicara sama Papahnya? Itu sama saja memasuki kandang macan.

Diana lari terbirit-birit, meninggalkan Tisa dan Nagisa di kamarnya. Ia menuruni tangga dengan cepat, tanpa memperdulikan keselamatannya. Kakinya berhenti di anak tangga terakhir. Dan terlihat cowok yang menjadi pacar pura-puranya itu sedang berbincang dengan Papahnya. Mereka tertawa dengan santai.

Tertawa? Dengan santai?

Diana tercengang di pijakkannya. Tidak biasanya Papahnya akan cepat akrab dengan orang yang baru dia kenal.

"Diana!"

Panggilan itu menyadarkan Diana dari lamunannya. Dia mengerjabkan mata beberapa kali, lalu tatapannya kembali tertuju pada dua orang yang duduk di ruang tamu. Dua orang itu juga menatapnya, namun salah satu menatapnya dengan smirk di bibirnya. Bibir Diana terbuka tidak percaya dengan apa yang sekarang ia lihat.

Perlahan kakinya bergerak menuju mereka. Jalan Diana benar-benar kaku seperti robot. Mata Vidy tak lepas dari pergerakannya.

"Kamu lama banget! Dia sudah nungguin kamu dari tadi!" sentak Afra.

Dengan kepala menunduk, sebisa mungkin Diana menjawab, "Maaf, Pah."

Afra membuang nafas kasar, lalu pamit pada Vidy.

Sekarang ini, Diana tidak tau letak kesalahannya dimana. Tapi, semenjak dia mengerti sikap Afra yang seperti itu, sekarang Diana mulai terbiasa dan akan terbiasa.

"Lo ngga apa-apa?"

Suara Vidy menyadarkan Diana. Cewek itu mengangkat wajahnya dan menoleh pada Vidy dengan wajah seperti ingin membunuh. Tangan Diana terkepal di samping tubuhnya. Giginya bertaut sampai terdengar bergelutuk

"Lo ngapain di sini?" tanya Diana dengan kesal.

Bukannya menjawab, cowok itu malah tersenyum. Matanya kembali membentuk bulan sabit. Itu benar-benar membuat Diana semakin kesal.

"Ngga boleh emang ke rumah pacar?" ucapnya dengan begitu pede.

"What?! Gue nyuruh lo cuma jadi pacar pura-pura gue!" Ingin rasanya ia menerjang wajah Vidy yang masih tersenyum itu.

"Walaupun pura-pura, gue punya tanggung jawab bikin lo bahagia. Iya, ngga?" Dia menaik turunkan alisnya, menggoda Diana terang-terangan.

Gila, pikir Diana. Bisa-bisanya dia berpikir seperti itu. Kalau jadinya seperti ini, lebih baik dia tidak memohon pada cowok ini. Sial!

"Lo pasti belum mandi kan? Pantes bau iler!" Cowok itu mengapit kedua hidung, seperti mengejek Diana.

"Enak aja! Gue ngga bau iler!" protes Diana dengan cepat.

Vidy tertawa lagi. "Udah sana mandi. Gue tungguin sampe lo siap-siap dandan."

Diana menautkan alisnya. "Ngapain gue dandan, emang mau pergi jalan-jalan?"

"Emang. Gue mau ngajak lo jalan-jalan pagi sebelum kelas," ucap Vidy, lalu mengambil ponselnya dari saku celana.

Diana membulatkan matanya, dan nyaris keluar. "Gila lo-"

"5 menit. Gue ngasih waktu buat lo 5 menit."

"Tapi gue-"

"Waktu berjalan terus, loh!"

Mau tidak mau, Diana menurut. Ia naik kembali ke kamarnya untuk bersiap pergi dengan cowok itu.

-0-0-

Part ini dikit banget kan? Iya, lagi males ngetik huhu

Diana, demi apapun lu--- BERUNTUNG BANGETTT!!!!!

jangan lupa vote dan komen ya:)

Untold Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang