•52•

1.5K 101 6
                                    

Diana terbangun karena merasakan sinar matahari menimpa wajahnya. Itu terasa hangat dan menyilaukan mata. Saat dia bergerak di tempat tidur, Diana merasakan sesuatu yang tidak beres.

Diana membiarkan matanya setengah terbuka dan tubuhnya yang tadi hanya diam, mulai bergerak menunduk untuk melihat Vidy.

Mengulurkan tangannya yang tiba-tiba gemetar, Diana memegang tangan Vidy. Dia meremas tangannya dan mengigit bibirnya sedikit. Dingin sekali. Tubuh Vidy benar-benar sangat dingin.

Tangan Diana semakin gemetar setiap detiknya, seolah-olah gerakan itu bisa membuat Vidy terbangun.

Diana kembali melingkarkan tangannya di tubuh Vidy. Dia menenggelamkan wajahnya di kepala cowok itu. Kedua tangannya semakin erat memeluk Vidy. Dia hampir tidak bisa merasakan detak jantungnya sendiri. Ketakutan memperdaya Diana dalam sekejap. Dia menutup matanya, lalu membukanya, seperti itu terus, hanya itu yang bisa dia lakukan.

Kehancuran menghampiri Diana dalam sekejab. Itu perasaan yang belum Diana rasakan sebelumnya, perasaan yang tidak bisa jabarkan bahkan dalam satu juta tahun. Itu seperti pengancaman yang mengancurkan Diana dari dalam. Rasa sakit itu terus menjalar ke seluruh tubuhnya, menghalangi dia, membuatnya tidak bisa berkata-kata.

Sebuah isakan tangis keluar dari mulut Diana. Awalanya pelan, namun semakin lama semakin keras.

Dia berusaha mati-matian untuk bersikap tenang, walaupun dia tau kalau dia tidak sekuat itu. Air matanya tidak dapat ia tahan lagi. Dia membiarkan isakan tangisnya terlepas begitu saja.

Tubuhnya turun untuk memeluk tubuh Vidy. Dia menempelkan wajahnya ke leher mayat di sebelahnya. Ia menghirup semua yang tersisa dari Vidy.

Diana ingin berteriak, tapi dia tidak bisa menemukan dimana suaranya berada. Bahkan, kata-kata yang terlintas di kepalanya tidak bisa ia keluarkan. Dadanya begitu sesak seakan mendesak untuk keluar. Ada banyak hal yang ingin ia lakukan dengan Vidy, begitu banyak hal yang ingin ia katakan. Tapi semua hal itu tampaknya hilang begitu saja.

Dia menahan dirinya untuk terus memeluk Vidy dan menahan dengan sedikit kekuatan yang tersisa didalam dirinya. Diana enggan bangun. Dia tau bahwa saat ia bangun, mereka akan mengambil Vidy darinya.

Jadi dia tetap berada di posisinya, memeluk Vidy, mencium aroma yang tersisa dari tubuh Vidy untuk terakhir kalinya sebelum ia benar-benar tidak bisa melihatnya lagi.

Diana menangis sejadi-jadinya, menyebut nama Vidy dengan suara yang tersisa. Diana mencoba mneyadrkan dirinya kalau sekarang ini hanya mimpi. Tapi lagi-lagi kenyataan pahit itu tidak bisa Diana hindari.

Sekarang Vidy sudah tidak ada, bahkan nafas yang Diana rasakan tadi malam sudah tidak ia rasakan saat ini. Mata Vidy tertutup dengan rapat, seolah dia habis pulang dari perjalanan yang sangat jauh dan akhirnya kelelahan.

"Vid, gue udah menuhi janji gue untuk terus di samping lo, kan? Sekarang lo pulang, ya, lo udah main kejauhan. Kita bisa main lagi di sini kalo lo mau. Lo bisa jahilin gue sepuas yang lo mau, gue nggak akan marah. Sekarang lo pulang, ya? Lo mau balik lagi ke gue, kan?"

"Vidy, jangan diam aja. Tolong kasih gue kepastian. Lo bilang, kan, lo mau buat gue jadi milik lo, sekarang bilang kayak gitu sama gue."

"Jangan diem aja, nanti gue di ambil orang."

Diana sadar kalau dia tidak akan mendapat jawabannya, walau dia menunggu ratusan tahun sekali pun.

Diana benar-benar tidak bisa mengontrol tangisnya. Dia tidak ingin melepaskan pelukan ini. Tapi sekali lagi kenyataan yang memaksanya untuk melepasnya.

Dia ingin kembali tertidur, dan terbangun dalam keadaan baik-baik saja. Ini mimpi buruk yang tidak pernah Diana sangka-sangka. Mendapati seseorang yang ia tunggu-tunggu kesembuhannya harus terbujur kaku di pelukannya.

Diana mendongak, menatap wajah pucat Vidy yang hanya diam itu. Ia semakin histeris, di sentuhnya wajah dingin itu dengan pelan, namun itu tidak membuat Vidy bisa terbangun lagi.

“Yang lo maksud ngantuk, ini ya, Vid? Sekarang, gue benar-benar nggak akan bangunin lo. Lo bisa tidur lebih lama sepuas lo, nggak akan ada yang bisa ganggu tidur lo. Tidur yang nyenyak, Vid.”

Seperti ini kah rasanya kehilangan itu? Sampai kapan pun rasa ini akan hidup di hatinya.

Diana mengangkat kepalanya, lalu menempelkan bibirnya di rahang Vidy. Menciumnya sangat lama, lalu melepaskannya.

"Mimpi indah, Vidy."

Sejak saat itu, Diana tidak pernah melihat senyum di wajah Vidy lagi, sampai kapan pun.

-TAMAT-

UDAH YA GUYS, AKU MAU KETAWA DULU. CAPE NANGIS DARI TADI

POKOKNYA AKU MINTA MAAF KALO ENDING INI DI LUAR EKSPETASI KALIAN. AKU JUGA NGGAK TAU KENAPA AKU BERANI NGAMBIL RESIKO UNTUK ENDING INI.

AKU JUGA MINTA MAAF KALO BANYAK TYPO, NANTI AKU REVISI YAA

DADAHHH
salam, WINDCHENCHAA a.k.a WINWIN
❣❣❣❣

Untold Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang