•11•

1.1K 152 1
                                    

Terdengar suara grasak-grusuk membuat Diana tersentak pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terdengar suara grasak-grusuk membuat Diana tersentak pelan. Dia mengerjab dan meregangkan tubuhnya sesaat. Langit-langit kamarnya mulai terlihat jelas. Dia bingung, kenapa dia bisa berada di tempat tidur? Bukannya tadi dia tidur di lantai yang beralaskan karpet?

Setelah kesadarannya terkumpul dengan sempurna, Diana tercekat ketika mendapati wajah Vidy yang terlalu dekat padanya. Diana langsung bangkit dan mendorong tubuh Vidy dengan kuat.

"Lo mau ngapain?" tanya Diana dengan was-was.

Karena dorongan itu, jelas Vidy terjatuh dan terduduk di lantai. Cowok itu mengeluh kesakitan pada bokongnya.

"Sakit bego!" Vidy mengelus bokongnya yang baru saja menjadi korban kekerasan.

Mendengar Vidy meninggikan suaranya, refleks Diana melempar bantal guling padanya. Bukan apa-apa, tapi jika Papanya mendengar suara itu, habis riwayat Diana.

Vidy bangkit dengan tertatih, dia menatap sekeliling kamar Diana. Cowok itu takjub melihat kamar Diana yang benar-benar terlihat tidak seperti cewek biasanya. Biasanya, kamar perempuan itu mendominasi warna pink ataupun biru muda. Tapi lain dengan kamar Diana yang mendominasi warna hitam.

"Lo cewek kan?" tanya Vidy dengan mimik wajah tidak percaya.

"Persetan sama pertanyaan lo! Sekarang lo udah baikkan, lebih baik lo pulang!" ucap Diana sambil menunjuk ke arah jendela kamarnya.

Vidy menoleh, menatap jendela. Lalu kakinya mendekat pada jendela, lalu kembali mundur. "Lo mau gue terjun bebas?"

Diana terperangah tidak percaya. Dia baru ingat kalau kamarnya ada di lantai dua. Ia menghembuskan nafas prustasi. Tangan kirinya terlipat di perut dan tangan kanannya berada di dahi. Ia sedang memikirkan cara untuk membawa Vidy keluar dari rumahnya tanpa sedikitpun ketahuan oleh orang rumah.

Langit masih gelap. Jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Sudah terlalu malam, dan orang rumah pasti sudah tidur. Terlebih lagi pak Josi, satpam yang memegang kunci pagar rumahnya pasti sudah tidur.

Kalau sudah begini, sepertinya dia tidak mengikuti permintaan cowok itu untuk tidak membawanya ke rumah sakit. Atau, buang saja ke pinggir jalan biar orang lain yang memungutnya. Tapi, lagi-lagi karena rasa bersalah dan Vidy yang sudah menolongnya, Diana tidak bisa menolak.

Diana menggaruk dahinya. Dia masih berpikir keras. Sampai sebuah ide aneh muncul di otaknya.

Tapi saat ingin menyampaikan ide itu, mata Diana membelalak melihat Vidy sudah berdiri di palang balkon.

"Lo mau ngapain? Kalo lo jatuh terus mati, gue tambah repot, bego!" Tangannya refleks memegangi Vidy untuk membantu.

Vidy terkekeh. Matanya beralih menatap sentuhan tangan Diana, sebelum satu kaki cowok itu melangkahi palang balkon.

"Eh, luka lo nanti tambah parah!"

Vidy tidak mendengarnya, cowok itu melangkahkan satu kakinya lagi melewati palang hingga kini berdiri di tepi balkon kamarnya.

Untold Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang