•34•

666 110 2
                                    

Dyo menepuk punggung Affan, lalu berjongkok mengatur nafasnya. Dia kelimpungan mengejar bola basket yang ada pada Affan. Cowok itu bahkan tidak memberi Dyo sedikit kesempatan untuk memegangnya.

"Ben...taran, engap bege!"

Affan terkekeh sinis, dia mendribbel bola ke arah Dyo yang sudah terduduk di lantai lapangan. "Cupu! Ngambil bola dari gue aja nggak bisa!"

Dyo berdecak kesal. "Lo anak basket, gue anak futsal, jadi beda!"

"Yang penting sama-sama ada bola, kan?"

Dyo menghela nafas kasar. Dia tidak cukup kuat untuk meladeni Affan. Tenaganya sudah terkuras habis.

"Masih mau main?" tanya Affan sambil melambung-lambungkan bola basket itu ke udara dengan gayanya yang tengil.

"Kagak, kagak! Yang ada gue mati!"

Kali ini Affan tertawa. Kemudian, cowok itu berlari ke arah ring, memantulkan bola beberapa kali sebelum memasukkannya.

Affan memang anak basket waktu duduk di SMA. Dia bahkan ketua dalam timnya. Sudah beberapa kali membawa timnya di kejuaran antara provinsi. Walaupun di perkuliahan dia sudah pensiun dari dunia perbasketan, tapi terbukti, dia masih tangguh bermain basket.

"Udah coba ngajak ngomong lagi, belom?" tanya Dyo tiba-tiba.

Affan terdiam untuk beberapa saat. Tangannya mendadak berhenti bermain bola basket. Pertanyaan sederhana Dyo, di jawab sederhana juga olehnya. "Udah."

Dyo tertawa kecil. "Jadi, gimana?"

"Diana nggak mau ngomong sama gue."

Hening. Keduanya tau bahwa pembicaraan mereka sudah mulai ke arah sensitif.

"Kalo gue jadi Diana, gue juga akan ngelakuin itu."

"Gue tau." Affan menunduk, menatap bola basket di tangannya.

Hening lagi. Kali ini cukup lama.

"Dia jadi sering senyum gue lihat."

Dyo menoleh sekilas. "Kenapa? Nyesel?"

Affan menggeleng pelan, lalu memejamkan matanya sesaat.

"Tuan Affan!"

Affan mengangkat kepalanya dengan tiba-tiba saat mendengar panggilan itu. Tak terkecuali Dyo yang juga ikut berdiri dari duduknya.

Dua orang bertubuh besar datang menghampiri mereka. Affan tau siapa orang-orang itu. Mereka adalah anak buah Papahnya. Affan tidak yakin, tapi Affan tau dari baju yang mereka gunakan.

"Mereka siapa?" tanya Dyo berbisik di samping Affan.

"Ada apa?" tanya Affan pada kedua orang itu. Dia tidak menanggapi pertanyaan Dyo barusan. Cowok itu maju satu langkah, lalu menggeser tubuh Dyo ke belakang tubuhnya.

Kedua orang itu mengeluarkan pisau dari saku celananya, membuat Affan mendadak tersentak dan mundur.

"Kami di perintahkan oleh Papah tuan untuk membawa tuan Affan pulang." Mereka maju perlahan, sementara Affan yang mengerti mulai was-was, takut akan terjadi sesuatu.

Dyo yang berada di belakang punggung Affan, menilik dari balik lengannya. "Dia algojo Papah lo?" tanya Dyo sambil takut-takut melihat ke arah kedua orang bertubuh besar itu.

Affan mengangguk sekilas. "Yo, dalam hitungan ketiga, kita serang sama-sama ya?"

"Apaan! Kalo kita kenapa-kenapa gimana?" Dyo menolak keras, apalagi melihat kedua orang itu memiliki pisau yang kelihatan sangat tajam.

"Satu..." Affan mulai berhitung. "Dua... ti- LARII!!!"

Tiba-tiba, Affan menarik tangan Dyo dan membawanya berlari. Dia membiarkan bola basket kesayangannya tertinggal di lapangan. Sekarang, dia harus nenyelamatkan dirinya dan Dyo terlebih dahulu.

Para pria berbadan besar itu langsung mengejar mereka. Tidak ingin tertinggal dalam pelarian itu, Dyo berusaha mengimbangi langkah cepat milih Affan. Walaupun, tenaganya sempat terkuras banyak saat bermain basket tadi, kini tenaganya seolah terisi kembali.

Dyo semakin menyadari tenaga Affan tidak ada habisnya. Apalagi kaki panjang Affan yang semakin membuat Dyo kesusahan mengimbanginya. Dyo menoleh ke belakang, lalu kembali menatap ke depan. Cowok itu juga mulai menyadari kakinya sudah mencapai batasnya.

"Stop... Gue... nggak... tahan..." Lagi, maksud Dyo, tapi kalimatnya terhenti karena tenaganya yang sudah terkuras habis.

Affan berbelok menuju gang kecil, hampir tidak bisa di lalui. Tangannya masih menarik tangan Dyo yang sudah tak berdaya di belakangnya. Orang-orang suruhan Papahnya masih berteriak dan mengejar. Sesekali mengumpat dan menyuruh untuk berhenti.

Gang yang cukup panjang itu membawa mereka ke lapangan luas yang di tumbuhi banyak rumput.

"STOP!" Dyo menarik tangannya dan berhenti membuat Affan ikut berhenti. Cowok itu berjongkok sambil memegangi lututnya, terengap-engap seperti seseorang yang memiliki penyakit asma.

Affan menatap ke belakang. Ternyata orang-orang tadi sudah tidak terlihat mengejar mereka. Affan tidak tau mereka kemana, tapi dia bersyukur pelariannya dan Dyo membuahkan hasil.

Dyo langsung terduduk, keringat terus bercucuran dari dahinya. Dia seperti ingin pingsan, tapi tidak mau pingsan.

"Mereka udah nggak ada," celutuk Affan yang juga kehabisan nafas.

Dyo menoleh ke belakang. "Mereka... kemana?"

Affan mengangkat bahunya tak tau. "Mungkin, nyangkut di gang kali!"

"Sialan!" Dyo melempar segumpalan tanah pada Affan. Cowok itu tertawa menanggapinya. "Pake sok-sok mau nyerang bareng-bareng segala!"

-0-0-

Hahaha aku ngetiknya mengakak😭
Jangan lupa vote dan komen yaa:)

Untold Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang