•44•

656 81 6
                                    

"Diminum dulu, Di

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Diminum dulu, Di. Biar agak tenangan."

Diana membuka mata. Ia melihat Amira meletakkan sebotol air mineral di meja tepat di hadapannya, kemudian duduk di depannya. Lalu di susul Daris yang duduk di sampingnya. Diana hanya melirik sekilas air mineral itu, lalu menatap Amira penuh tanpa peduli kehadiran Daris.

"Gue nggak butuh. Yang gue butuhin lo jujur sama gue tentang semuanya," ucap Diana penuh penekanan.

Amira tersenyum kecut. Dia meletakkan tasnya di atas meja, lalu mengambil sesuatu dari dalam tas itu.

Diana tidak tau apa yang di lakukan Amira. Dia hanya diam, menatap gerak-geriknya tanpa bertanya. Ternyata, Amira mengeluarkan surat-surat yang pernah ia lihat di kamar cewek itu. Entah apa yang akan dia lakukan pada semua surat-surat itu.

"Lo masih ingat pertemuan pertama lo sama Vidy waktu itu?" Amira akhirnya membuka suara. Dia melirik Daris sekilas, lalu Daris mengangguk pelan.

Tentu saja Diana masih ingat hari itu. Hari di mana dia sedang mencari Affan tapi malah bertemu Vidy. Diana menganggukkan kepala.

"Setelah itu dia berusaha cari tau siapa lo."

Diana menaikkan satu alisnya ketika Amira menjeda ucapannya. "Terus?"

"Vidy sepupu gue, Di."

Mata Diana langsung melotot mendengar ucapan Amira barusan. Mulutnya terbuka, tidak percaya apa yang barusan ia dengar. "S-sepupu?"

Amira mengangguk. "Awalnya Vidy nggak tau kalo lo temen gue. Tapi, setelah dia tau, Vidy semakin gencar cari tau siapa lo sama gue." Amira kembali menjeda ucapannya. "Lagi sakit pun, Vidy sempet-sempetnya nanya kabar lo sama gue."

Diana tidak mengerti. Dia terdiam sebentar untuk mencerna ucapan-ucapan Amira yang tidak bisa langsung ia mengerti. "Tunggu dulu, gue masih nggak paham."

Amira menyodorkan beberapa surat pada Diana. "Ini surat-surat Vidy yang buat. Gue cuman jadi perantara untuk kasih ke lo."

Diana semakin syok. Dia menatap surat-surat itu , lalu kembali menatap Amira. "Jadi, maksud lo-"

"Vidy lakuin ini supaya bisa dekat sama lo, Di. Dia nggak tau apa yang harus dia lakuin selain ngelakuin hal ini."

Astaga. Diana tidak habis pikir Vidy bisa melakukan itu semua untuknya.

"Dan, soal yang neror lo selama ini dari nomor yang nggak lo kenal, itu juga Vidy," ucap Amira seperti ragu, tapi tetap dia katakan.

Diana kembali melototkan matanya. Jadi, selama ini, itu semua ulah Vidy? Diana lagi-lagi tidak paham dengan alasan di balik Vidy melakukan itu semua.

"Dan lagi, semua itu supaya dia bisa dekat sama lo," lanjut Amira.

Diana membekap mulutnya tidak percaya. Lalu, memegang kepala dengan kedua tangannya. Ia sungguh bodoh. Jadi, selama ini dirinya hanya salah paham pada Amira.

Amira menatap Diana dengan sedih. Amira tau, pasti sulit bagi Diana untuk mempercayai ini semua. Dia mengulurkan tangan untuk meraih tangan Diana yang berada di atas meja.

"Maafin gue, Di. Seharusnya gue cerita dari awal. Tapi, Vidy nggak mau lo marah sama dia karena ini semua dia lakuin supaya lo bisa lupain Affan." Amira menggengam tangannya Diana, seolah menyalurkan kekuatan pada cewek itu.

Sementara Daris, merapatkan duduknya pada Amira, lalu merangkul cewek itu. Dia tidak membuka sedikit pun suara selama Amira menceritkan semuanya pada Diana. Cowok itu hanya diam, kadang menatap Amira dan kadang menatap Diana.

"Kenapa lo nggak cerita dari awal sama gue, Ra? Kenapa gue baru tau sekarang?" Diana masih menahan rasa kesalnya.

"Karena Vidy yang nyuruh gue selama ini untuk tutup mulut. Lo kira gue bisa nyembunyiin ini semua dari lo? Nggak, Di. Tapi sekali lagi itu karena Vidy."

Daris semakin mengeratkan rangkulannya di bahu Amira.

Diana menutup mata. Dia menarik tangannya yang di genggam Amira untuk menyeka sudut matanya yang tiba-tiba berair. "Terus, Vidy sakit apa? Kenapa dia bisa kayak gitu?"

"Limfoma Non-Hodgkin. Kanker yang nyerang sistem kekebalan tubuh." Kini, Daris yang membuka suara. Cowok itu menatap Diana, lalu memalingkan muka ke arah lain. Dia hanya tidak kuasa melihat wajah terkejut Diana.

Kenyataan yang baru di dengarnya membuat tubuh Diana melemah. Bahkan, tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja.

Diana masih belum bisa percaya dengan kenyataan ini. Selama ini dia mengira Vidy baik-baik saja. Vidy menyembunyikan semuanya dengan senyuman manisnya yang selalu ia tunjukkan pada Diana. Banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan lagi pada Amira, tapi suaranya seperti menghilang begitu saja.

Sekeras apapun dia menahan air matanya, tapi air mata itu tetap turun. Perasaannya sangat sakit, dia merasa ini kenyataan yang sangat pahit. Kenyataan bahwa senyum yang Vidy tunjukkan padanya ternyata senyuman untuk mengelabui dirinya.

Kenapa Diana sangat bodoh? Padahal selama ini Vidy beberapa kali menunjukkan tanda-tanda  kalau dia sakit. Saat di halte waktu itu, Diana yakin Vidy sedang menahan rasa sakitnya. Wajah Vidy yang begitu pucat sudah terlihat kalau dia tidak baik-baik saja.

Pertahanan Diana runtuh, tubuhnya melemas. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya. Diana menangis sejadi-jadinya di depan Amira dan Daris.

Amira ikut menangis. Dia berdiri dari duduknya, lalu berganti posisi untuk duduk di samping Diana. Amira langsung memeluk Diana, mencoba menguatkannya.

Berharap Diana bisa tenang, tangis Diana malah semakin histeris. Amira mengusap punggung Diana, menepuk-nepuknya dengan pelan.

Kini, ingatan tentang Vidy berputar di kepalanya. Tentang bagaimana Vidy tertawa sampai lesung pipi itu terlihat lucu, senyuman Vidy yang selalu menguatkannya, pelukkan hangat cowok itu yang selalu menenangkannya, dan tentang bagaimana Vidy menggodanya.

Saat ini, Diana yang ingin memeluk cowok itu, menghiburnya, sampai Vidy melupakan penyakitnya sementara waktu.

-0-0-

Dah lah, pengen makan yg manis-manis😭🙏

Vidy itu sebenarnya misterius. Kenapa aku bilang misterius, karena dia tiba-tiba muncul di taman belakang kampus. Nggak ada angin, nggak ada ujan, dia tiba-tiba muncul aja😂😂
Tapi lucu

Jangan lupa vote dan komen:)))

Untold Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang