Diana mendesah kecewa saat Amira memilih pamit pulang lebih dulu padanya karena ada urusan mendadak. Dia ingin sekali menonton konser band-band kampusnya yang sebentar lagi akan di mulai. Tapi, ia benar-benar tidak punya teman akrab yang bisa diajak untuk menonton.
Lapangan yang dijadikan untuk konser mulai terisi oleh para mahasiswa yang juga ingin menonton. Kakinya ingin bergerak ke sana, tapi lagi-lagi niat yang sudah ia kumpulkan sejak tadi, kembali terpendam. Diana memutar arah tujuannya, dia berjalan ke arah gerbang kampus untuk pulang. Tetapi, ketika ia ingin melangkah, tangannya seperti ada yang menahan.
Diana menoleh, mendapati Vidy dengan tampang menyeringai. Cowok itu semakin tersenyum, membuat Diana bingung.
"Mau nonton konser bareng?" tawar Vidy.
Diana terperangah sebentar. Dia masih mengingat perkataan Vidy kalau cowok itu membenci keramaian. Tapi sekarang? Dia mengajak Diana untuk menonton konser yang sangat ramai.
"E-eh? Bukannya lo ngga suka keramaian?" tanya Diana heran.
Vidy mengerutkan dahinya, "Apa gue pernah ngomong gitu?"
"What the--"
Belum selesai dengan ucapannya, tangan Diana lebih dulu di tarik oleh Vidy, membawanya ke barisan terdepan di depan panggung. Cowok itu benar-benar tidak peduli dengan sindiran orang-orang yang tidak sengaja ia tabrak.
"Nah, disini gimana? Lo ngga perlu jinjit-jinjit lagi, kan?" ucap Vidy saat Diana sedang mengatur nafas karena lelah mengikuti langkah lebar miliknya.
"Oh, okey!"
Konser belum di mulai, tapi beberapa band sudah bersiap-siap dengan alat musiknya. Salah satunya adalah band Jegi. Sepertinya mereka akan tampil pembuka, karena mereka sudah naik ke atas panggung.
"Akhirnya..."
Diana menoleh pada Vidy saat cowok itu bermonolog sendiri. Walaupun pelan, tapi Diana masih bisa mendengar ucapannya. Wajah Vidy terlihat lelah, tapi cowok itu benar-benar bisa menutupinya.
Akhirnya yang di tunggu-tunggu tiba, band Jegi sudah bersiap untuk mulai. Lampu sorot sudah di hidupkan, pengecekkan alat musik pun sudah di lakukan. Tinggal menunggu waktu.
"Check... check... check... oke. Malam semuanya," ucap sang Vokalis yang diikuti sahutan penonton. "Jadi, hari ini JINX akan membawakan beberapa lagu yang sudah di siapkan sangat begitu spesial untuk kalian semua. Spesialnya lagi, lagu pertama dari kami akan di bawakan oleh gitaris yaitu Jegi. Ngga usah berlama-lama lagi, Selamat menyaksikan."
Diana tertegun sebentar. Ia tidak pernah melihat Jegi menjadi vokalis sebelumnya. Bahkan cowok itu tidak mau di suruh bernyanyi. Dan sekarang, ia akan menjadi vokalis dan bernyanyi?
Jegi memulai mengatur letak mic, di susul instrumen yang sudah di mainkan. Cowok itu dengan lihai memainkan gitarnya, membuat semua orang yang melihatnya takjub.
Have I ever told you
I want you to the bone?
Have I ever called you
When you are all alone?
🎵~~"Apa? To the bone?" ucap Diana dalam hati. Dia tertegun mendengar suara berat milik Jegi. Suara itu terdengar sangat enak didengar.
And if I ever forget
To tell you how I feel
Listen to me now, babe
I want you to the boneI want you to the bone, ooh, ooh, ooh, ooh
I want you to the bone, oh, oh, oh, oh
🎵~~Diana merasa ada suara lembut seseorang yang ikut bernyanyi. Tidak, bukan terdengar lembut, tapi seperti gumaman seseorang yang ikut bernyanyi. Diana menoleh, ternyata suara itu berasal dari Vidy. Cowok itu tampak begitu tenang mengikuti nada. Suaranya tidak keluar dengan jelas, tapi malah terdengar lembut.
I want you to-
Take me home, I'm fallin'
Love me long, I'm rollin'
Losing control, body and soul
Mind too for sure, I'm already yours
🎵~~Apa ini? Kenapa suara Jegi dan Vidy terus berputar di kepalanya? Suara mereka seperti beradu di telinganya, sangat-sangat enak di dengar.
Walk you down, I'm all in
Hold you tight, you call and
I'll take control your body and soul
Mind too for sure, I'm already yours
🎵~~-0-0-
"Di, Diana!"
Diana tersentak, dia tersadar dari lamunannya. Vidy sudah berdiri dihadapannya dengan menelengkan kepala.
"Ya?"
Vidy menghela nafasnya, "Udah selesai. Mau langsung balik, atau makan sesuatu?"
Diana sedikit tersentak, lalu tak lama ia menggeleng. "Engga, engga. Gue mau langsung pulang aja," jawab Diana sambil berjalan menuju gerbang kampus.
"Kalo gitu, gue anter pulang, ya?" Vidy menyusul cewek itu dengan berjalan bersisihan dengannya.
"Rumah gue deket, tinggal naik taksi." Diana menolak tawaran Vidy, tidak ingin membuat cowok itu repot karenanya.
"Kalo ngga, kita makan nasi uduk di seberang kampus dulu, yuk!"
Diana menghentikan langkahnya, kemudian menoleh pada Vidy yang juga ikut berhenti. Diana yakin Vidy sudah lelah hari ini. Ia mewanti-wanti sakit di kaki Vidy bisa kambuh. Cewek itu berdecak kesal seraya menatap Vidy dengan garang.
"Gue mau pulang! Jangan ganggu gue." Diana cepat-cepat menyudahi percakapannya dengan Vidy. Ia lalu kembali berjalan lebih dulu dengan mempercepat langkahnya. Namun, belum jauh dari tempat Vidy berdiri, tubuh Diana mematung.
Matanya menangkap sosok sang mantan yang berada tak jauh dari gerbang. Affan tak sendiri, melainkan bersama cewek itu lagi. Diana bisa merasakan atmosfer menyeramkan dari mereka berdua. Bertengkar? Diana ingin mengabaikan, tapi tiba-tiba Affan menoleh padanya.Diana buru-buru berbalik dan kembali menghampiri Vidy yang masih di tempatnya. Cowok itu ternyata belum pergi.
"Kenapa?" tanya Vidy heran saat Diana kembali menghampirinya
Diana tersenyum canggung, "Kita jadi makan malam bareng, kan?"
Vidy sedikit tersentak dengan sikap Diana yang seketika berubah. Tapi tak lama, matanya jatuh pada Affan berdiri di depan pagar yang sedang melihat ke arah mereka berdua. Vidy tau kenapa sikap Diana tiba-tiba berubah, ada alasan terselubung dengan itu.
Vidy dan Diana sudah tiba di parkiran motor. Diana naik ke motor saat Vidy sudah menyalakannya, sambil sesekali melirik ke arah Affan yang masih di tempatnya.
"Mau makan nasi uduk?" tanya Vidy.
Diana hanya mengangguk terserah. Matanya masih tertuju pada Affan yang kini sudah pergi bersama cewek tadi. Raut wajah Diana seketika berubah. Ada apa dengan dirinya? Kenapa ia masih tidak bisa mengikhlaskan Affan dengan cewek lain?
Vidy kembali mematikan mesin motornya. Ternyata sejak tadi, dia juga mengawasi Affan dalam diam. Matanya menatap wajah Diana yang terlihat murung dari kaca spion.
"Kalo lo terus-terusan kayak gini, lo ngga bakal bisa maju," ucap Vidy terus terang, berusaha menasihati Diana.
"Gue baik-baik aja. Gue mau pulang."
Vidy berdecih, "Ngga, lo ngga baik-baik aja. Bahkan, kalo lo bilang lo baik-baik aja, tapi hati lo bilang engga. iya, kan?"
-0-0-
Updateeee!!!
Jangan lupa vote dan komen ya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Untold Lies [Completed]
Teen Fiction[Follow dulu sebelum baca] "Karena jika itu kamu, meskipun sakit, aku rela." Gagal move on. Kalimat yang cocok menggambarkan Diana saat ini. Bayang-bayangan mantan yang selalu menghantui kepalanya, membuatnya begitu prustasi. Sudah 2 tahun ia menco...