•8•

1.1K 176 0
                                    

Jam kuliah sudah berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam kuliah sudah berakhir. Diana menutup buku notebooknya, lalu menyimpannya ke dalam tas. Amira yang sedang berbincang pada teman yang lain, mengabaikan panggilan dari Diana. Dengan kesal, gadis itu mendorong tubuh Amira dan hampir terjungkal ke samping. Melihat itu, tawa Diana pecah. Apalagi saat Amira ingin membalas, namun saat itu juga anggota BEM masuk ke ruang kelas mereka.

Anggota-anggota BEM yang terkenal di kalangan adik tingkat itu, membuka pemberitahuan mereka dengan mengucapkan salam. Yang paling menonjol dari mereka adalah adanya Affan. Melihat wajah Affan yang cerah berseri membuat mood Diana turun.

"Kami di sini akan memberitahukan kepada mahasiswa dan mahasiswi bahwasanya Universitas kita akan mengadakan bazar donasi. Dimana dari hasil penjualan itu akan di donasikan dari kalangan yang kurang mampu. Kami kira itu saja yang bisa kami sampaikan. Terima kasih, Wassalamualaikum wr. wb." tutup Ajun, si ketua BEM famous itu.

"Mungkin suatu saat nanti... Kau temukan bahagia meski 'tak bersamaku. Bila nanti kau 'tak kembali. Kenanglah aku sepanjang hidupmu," sindir Amira dengan sebuah lagu saat rombongan BEM itu sudah keluar dari ruang kelas mereka.

Sindiran Amira itu nyaris membuat Diana ingin melempar sesuatu ke wajah Affan. Rasa bencinya tak terelak lagi. Melihat wajahnya saja, Diana benar-benar kehilangan selera makan.

Melihat Diana yang mengepal tangannya, Amira tertawa. Raut wajah Diana tidak bisa berbohong. Banyak kekecewaan di setiap raut wajahnya saat melihat Affan. Temannya benar-benar berhasil naik ke titik kecewa yang paling atas.

"Udah, ngga usah di pikirin. Udah yuk, pulang. Jalanin hidup lo dengan normal Di. Kalo lo terus-terusan mikirin cowok yang sama sekali ngga mikirin perasaan lo, buat apa? Malah nambah beban untuk lo," sabda Amira mampu menyadarkan Diana. Gadis itu bangkit dari duduknya dan menyusul Amira yang sudah jalan duluan di depannya.

Walaupun masih merasa kesal, ucapan Amira tadi ada benarnya. Kenapa ia tidak mencoba bersungguh-sungguh melupakan cowok itu?

Jadi selama ini Diana move on-nya main-main? jawabannya adalah iya. Diana akan mengucapkan kata move on jika Amira bertanya. Padahal diam-diam dia masih memerhatikan Affan dari jauh, atau sekedar kepo akan sosial media mantannya itu.

Diana dan Amira berpisah saat melihat seorang cowok yang melambaikan tangannya pada Amira. Dia adalah Daris, abang Amira yang juga berkuliah di kampus yang sama dengan mereka.

"Gue duluan ya, cantik. Udah, jangan galau terus dongg." Amira menepuk bahu Diana pelan, lalu berlalu pergi. Diana hanya membalas dengan senyuman seadanya.

Setelah Amira hilang dari pandangannya, rasanya mood Diana semakin memburuk. Entah kenapa saat keluar dari area kampus dan berdiri di depan pagar, ada secuil rasa aneh di hatinya. Dan rasa aneh itu ialah ia telah kehilangan bus yang biasa mengantarnya pulang. Itu artinya, dia ketinggalan bus pada jam terakhir operasi.

Diana penepuk jidatnya berkali-kali. Jika saja ia langsung pulang, dan tidak mendengarkan pemberitahuan anak BEM tadi, mungkin saja dia sudah sampai rumah.

Cewek itu menghela nafas kasar. Dari pada menunggu yang sudah pergi, lebih baik dia sedikit berjalan untuk bertemu jalan raya dan mencari taksi di sana.

Jalanan ini sangat sunyi jika sudah sore. Langit pun sudah berubah menjadi jingga. Suara jangkrik mulai terdengar bersautan.

Diana menyipitkan matanya saat sebuah mobil hitam berhenti tak jauh darinya. Tiga orang bertubuh besar dan berpakaian serba hitam turun dari dalam mobil tersebut. Perasaan Diana sudah tidak enak saat salah seorang tersebut berjalan ke arahnya dan di ikuti kedua orang itu.

Kaki Diana refleks bergerak mundur ketika mereka hampir mendekat padanya. Diana punya firasat ada sesuatu yang tidak beres. Matanya membulat ketika salah seorang dari mereka mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Diana teringat sebuah film penculikan, dimana film tersebut memperlihatkan mulut korban yang di bekap dengan sapu tangan yang sudah di beri bius di dalamnya, dan mengakibatkan si korban pingsan seketika.

Diana berbalik dan ingin berlari. Namun naas, tangannya sudah duluan di tarik oleh mereka. Dia mencoba melepas dengan menghentakkan tangannya, tapi tenaga Diana tidak sebanding dengan tenaga dua orang yang memegangi tangannya.

"Tolong!! Tolong!!" teriak Diana. Jeritannya berakhir di udara dan memperburuk rasa takutnya. Salah satu pria besar itu mendekat padanya dan ingin membekap mulut Diana. Namun, karena Diana terus memberontak, pria itu cukup kesulitan.

Diana semakin memberontak, tapi tidak berpengaruh sama sekali. Dia hendak memohon agar mereka melepaskannya, tapi saat itu juga sebuah kayu balok mendarat mengenai pria yang ingin membekap mulutnya.

Pria itu langsung jatuh terkapar di aspal. Dua orang yang tadi menahan tangan Diana pun melepaskan Diana dan menghampiri pria yang sudah pingsan. Diana langsung mundur. Ternyata serangan kayu balok itu berasal dari cowok di depannya.

Diana tidak tau siapa cowok itu, karena kepalanya tertutup tudung hoodie yang ia kenakan. Mata Diana membulat, saat cowok itu menoleh ke arahnya. Denyut jantungnya terpacu semakin cepat.

"Bangsat!" Umpatan salah satu pria itu membuat fokus Diana kembali ke mereka.

Cowok itu menarik Diana ke belakang punggungnya, mengintip dari balik lengannya. "Vidy, lo kok bisa ada di sini?" tanya Diana sambil dengan takut-takut melihat ke arah pria-pria besar itu.

Tiba-tiba serangan dari salah satu pria itu mendarat di perut Vidy. Diana yang berada di balik punggung cowok itu menjerit histeris.

Vidy tak tinggal diam. Dia membalas pukulan pria itu. Dan terjadilah baku hantam antara Vidy dan kedua pria bertubuh besar itu.

Diana panik saat Vidy tersungkur dan membuatnya lengah. Tubuh Vidy di paksa berdiri oleh meraka dan memukulnya habis-habisan.

Diana menjerit histeris melihat Vidy sudah tak berdaya. Tenaganya bahkan hampir habis karena berteriak tolong. Namun, teriakan seperti terbang ke udara begitu saja. Jalanan ini benar-benar sepi, bahkan tak ada seorang pun yang lewat.

Diana hanya bisa menangis dan menutupi wajahnya. Tubuhnya bergetar karena ketakutan. Diana tidak tau harus apa selain berteriak meminta tolong.

Tiba-tiba salah satu pria itu tersungkur di dekatnya. Diana membuka matanya, melihat Vidy yang sudah berbaring di aspal dengan tubuh gemetar. Cowok itu meringkuk memegangi perutnya.

Lalu fokusnya teralihkan pada cowok yang sedang menghajar pria-pria itu. Dia adalah Affan. Diana tidak tau dari mana datangnya cowok itu.

Saat pria-pria itu lengah, Affan menoleh padanya. "Cepat lo bawa dia pergi. Biar mereka, gue yang urus," kata Affan dengan sedikit berteriak.

Diana panik. Dia tidak tau harus berbuat apa. Tapi, setelah itu ia mendekat pada Vidy yang sepertinya masih sadar. Diana menggigit bibir bawahnya saat melihat tubuh Vidy yang sudah babak belur.

Diana mengalungkan tangan Vidy di lehernya, dan membawa tubuh cowok itu keluar dari jalanan sepi ini ke jalan raya untuk mencari taksi.

Saat sebuah taksi berhenti di depan mereka, dengan cepat dan hati-hati Diana membantu Vidy masuk ke dalam taksi. Ketika ingin menutup pintu taksi itu, tangan Diana di tahan oleh cowok itu.

"Lo mau buat gue mati? Obati gue."

-0-0-

Vidy baik banget fix. Apalagi Affan duhh

jangan lupa vote dan komen:)

Untold Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang