•30•

812 131 2
                                    

Asap rokok mengepul di ruangan kedap suara. Affan melemparkan putung rokok yang sudah tak tersisa kesembarang arah. Dia terduduk di sofa single, lalu memijit keningnya dengan pelan. Dengan mata yang tertutup, dia mencoba mengatur nafasnya yang keluar tak beraturan.

Segala sesuatu yang terjadi, kembali terulang di memorinya. Bayang-bayangan ingatan masa dulu kini terputar kembali. Affan tidak ingin ini terjadi. Tapi, segala sesuatu yang ia rencanakan tidak pernah berjalan mulus. Affan tahu, kapan ia cukup tidur belakangan ini dan kapan ia tidak bisa tidur. Rasa penyesalan terus menggerogoti dirinya.

"Allahuakbar, ini perang dunia ke berapa bro?" Dyo datang dengan wajah terkejut. Sebenarnya, ia sudah sering melihat apartemen Affan berantakan seperti ini. Dia tau, Affan akan melampiaskan amarahnya dengan menghancurkan barang-barang yang ada di ruangan itu. "Tunggu, tunggu..." Dyo berpura-pura berpikir sambil berhitung dengan jari. "Ini perang dunia yang ke 6 kalinya. Hebat!!!"

Affan memutar bola matanya malas mendengar ocehan dari Dyo. "Lo ngapain ke sini?! Pergi sana!"

"Lo ngusir gue? Oke, gue pergi!" Dyo berbalik untuk pergi, namun Affan dengan cepat menahannya dengan intrupsinya.

"Eh, jangan! Bantuin gue beresin ini," ucapnya sambil menatap sekitar ruangan yang sudah sangat kacau.

Dyo langsung cemberut. "Asem! Ada maunya lo minta tolong sama gue!"

Affan hanya terkekeh, tidak membalas ucapan Dyo. Dia berdiri dari duduknya dan mulai memunguti barang-barang yang masih layak di gunakan. Namun ada beberapa barang yang sudah hancur, seperti guci, gelas, asbak rokok, dan bingkai foto.

Sementara Dyo, langsung mengutipi pakaian yang berceceran, dan membersihkannya dari beling yang menempel. Dyo menatap punggung Affan, dia langsung tersenyum kecil. Dyo bersyukur, walaupun Affan sering menghancurkan barang-barang di sekitarnya jika dia mengalami masa sulit, setidaknya Affan sudah tidak pernah melakukan barcode lagi di tangannya, ataupun mencoba menyakiti dirinya sendiri. Dyo sudah berteman dengan Affan dari kecil. Dia tau masa sulit yang sering terjadi dengan cowok itu.

Dyo tersadar, ketika segumpalan baju mendarat di wajahnya. Itu ulah Affan yang sengaja melemparnya.

"Di suruh bantuin, malah melamun!" sindir Affan dengan wajah kesal.

"Kok jadi lo yang marah?! Seharusnya yang marah itu gue!" sungut Dyo yang tak terima.

"Bodo!" Affan mengangkat bahunya tak perduli.

Ingin membalas, ucapan Dyo terhenti mendengar deringan ponsel. Dia mengambil ponsel dari saku celananya, namun bukan ponselnya yang berdering. Dyo menatap Affan yang tak perduli mendengar deringan ponsel itu.

"Tolol, ponsel lo bunyi!" ucap Dyo yang merasa gemas dengan tingkah Affan.

Affan menghela nafas panjang. Dia menghentikan pergerakan tangannya yang mengutipi barang-barang di lantai. Lalu merogoh saku dan mengambil ponsel miliknya. Affan melihat nama Papahnya yang terlihat di ponsel. Dia mengumpat pelan. Ingin tidak mengangkatnya, tapi Affan yakin Papahnya akan terus menelpon.

"Halo."

"Datang ke rumah, sekarang!"

Affan berdecak, "Ngga bisa di sini aja ngomongnya? Affan sibuk!"

"Jangan salahkan Papah jika sesuatu terjadi sama kamu!"

"Terserah! Affan cape sama Papah!"

Affan mengakhiri obrolan, dan langsung melempar ponsel itu kesembarang arah. Dia menyandarkan tubuhnya di pinggiran meja, dengan tangan berada di kepala.

Dyo yang melihatnya, sudah sangat paham apa yang terjadi. Dia sudah sering melihat Affan bercekcok dengan Papahnya. Walaupun Dyo tidak bisa berbuat banyak, tapi dia tetap mencoba menenangkan temannya itu.

"Papah lo?" tanya Dyo yang langsung mendapatkan anggukan dari Affan. "Kenapa lagi?"

"Gue di suruh ke rumah," jawab Affan dengan pelan. "Arrghh, sialan!" Tangannya meremas rambutnya dengan kuat.

"Turutin aja kali, apa yang dia mau," ucap Dyo menasehati.

"Bego! Lo mau lihat gue ngga pernah keluar lagi dari rumah itu? Gue pasti di kurung sama dia! Lo tau 'kan, bodyguard-bodyguard nya badannya kayak apa?"

"Kayak pemain sumo," celutuknya dan langsung memperagakan seolah dirinya adalah pemain sumo.

Mendengar celutukan dan tingkah Dyo, mereka berdua tertawa. Rasa amarah Affan sedikit berkurang, walaupun dia masih merasa kesal.

"Ketawa lu, bego!" ujar Dyo sambil melempar gumpalan baju ke arah Affan yang masih tertawa.

"Siapa yang ngga ketawa, lihat lo yang cungkring gini meragain pemain sumo. Baru dipegang langsung hancur," ledek Affan, dan langsung menghindar ketika Dyo melempar sesuatu lagi padanya.

"Sialan!" sungut Dyo dengan kesal. Tapi rasa kesalnya langsung terbayar melihat reaksi Affan yang tertawa. Semenjak Mamahnya meninggal, Affan jarang sekali terlihat tertawa ataupun tersenyum. Seolah cahaya dalam dirinya hilang setelah kepergian sang Mamah.

Dari itu, Dyo selalu paham apa yang di lakukan Affan. Dyo pernah beberapa kali memergoki Affan melakukan selfharm dengan membuat barcode di tangannya. Atau melihat tali panjang yang menggantung di kamar Affan.

Pertemuannya dengan Diana, Affan tidak pernah lagi melakukan-melakukan hal gila seperti itu. Affan kembali terlihat hidup. Dia kembali bahagia seperti dulu. Setelah itu, sesuatu terjadi. Dyo tidak yakin kenapa. Tapi, Affan tiba-tiba memutuskan hubungannya dengan Diana. Cowok itu kembali abu-abu, dan tidak ada lagi cahaya di hidupnya.

Hidup Affan berantakan, dia sering bercekcok dengan Papahnya bahkan karena masalah kecil. Sikap cowok itu berubah menjadi pemarah. Dia sering menggonta-ganti pasangan dan sering pulang begitu larut. Dyo bahkan sempat memberinya beberapa wejangan, tapi malah Dyo yang di serang habis-habisan oleh Affan. Sekarang, Dyo tidak lagi menahan apa yang ingin di lakukan Affan. Yang terpenting, Affan tidak lagi melakukan selfharm pada dirinya.

-0-0-

Kawan kayak Dyo nyarinya di mana sih?😥
Jangan lupa Vote dan komennya guys😖😖

Untold Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang