•3•

1.8K 223 1
                                    

Diana sudah sadar dari 2 jam yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diana sudah sadar dari 2 jam yang lalu. Saat ia sadar, ia bingung kenapa dirinya berada di rumah sakit dengan selang oksigen yang menempel di hidungnya. Kata Mamahnya, wanita itu mendapat pesan misterius dari seseorang untuk mengabarkan kondisi Diana saat ini. Mamahnya yang mendapat pesan itu awalnya tidak percaya, tapi seseorang itu mengirim foto Diana yang sedang di tangani oleh dokter.

"Kamu kok ngelamun? Ada yang mengganjal di hati kamu?" tanya Tisa, Mamah Diana yang saat ini sedang mengupas kulit jeruk.

Diana yang awalnya diam, menoleh ke arah Tisa. "Mamah serius ngga tau siapa yang bawa aku kerumah sakit?"

Tisa menghela nafas panjang, "Diana, kamu ngga perlu mikirin itu. Yang penting kamu selamat, dan Mamah sangat berterima kasih sama orang itu. Tapi Mamah betul nggak tau."

"Mamah udah nanya ke dokter?"

"Udah."

"Terus apa kata dokter itu?" tanya Diana dengan penasaran.

"Dokter itu juga ngga tau siapa laki-laki yang membawa kamu ke rumah sakit ini. Dia hanya bilang kalo kamu pingsan, dan dia langsung pergi," jelas Tisa.

Penjelasan Tisa membuat Diana mengerutkan dahinya, merasa ada yang janggal. Diana mencoba mengingat apa yang terjadi. Sebelum ia benar-benar tak sadarkan diri, samar-sama ia melihat seseorang menghampirinya. Dan sialnya, ia tidak mengingat apapun setelah itu. Apa benar dia yang membawa Diana ke rumah sakit dan menghubungi Mamahnya?

Siapa dia? Kenapa dia membuat Diana begitu penasaran? Dalam pandangan samar-samar, wajah cowok itu terasa tidak asing. Tapi kenapa dia mau menolong Diana? Apa mereka saling kenal?

Diana benar-benar merasa prustasi. Bagaimanapun ia sangat berterima kasih. Kalau tidak ada 'dia', mungkin Diana sudah bertemu malaikat maut.

-0-0-0-0-

"Vid, lo di kamar mandi ngapain, sih? Perut gue mules banget ini!"

"..."

"Vid, gue serius, perut gue sakit banget anj-"

Dengan wajah tidak bersalah, Vidy keluar dengan alis terangkat satu. Seringai kecil muncul di bibirnya. "Lo mau bilang apa? Anjay? Lo masuk penjara mau?"

"Berisik lo, ah!"

BLAM!

Setelah pintu kamar mandi tertutup, Vidy tertawa puas telah mengerjai adiknya. Kesehariannya memang seperti ini, tidak puas kalau tidak membuat adiknya marah dan berakhir kena omelan dari kedua orang tuanya.

Tetesan air berjatuhan dari rambutnya yang masih basah. Dengan celana boxer dan handuk yang masih terlilit di lehernya, Vidy berjalan ke arah jendela kamar. Kendaraan-kendaraan yang biasanya terlihat besar, dari tempat dia berdiri sekarang malah terlihat kecil. Lampu kota dengan indah menghiasi malam yang dingin ini.

Ia menatap ke depan dengan pikiran kosong, tidak memikirkan apapun. Tapi hatinya merasakan sesuatu yang aneh, ia tidak tau apa itu.

"Hoi!"

Suara yang berasal dari belakang tubuhnya, membuatnya berbalik dan mendapati Windy berkacak pinggang dengan wajah kesal. "Ada apa?"

"Ada apa, ada apa. Seharusnya yang nanya itu gue, bukan lo!" ucap Windy sambil memanyunkan bibirnya.

Vidy terkekeh, dan langsung mencubit pipi Windy dengan gemas. "Ada apa tuan putri yang cantik? Eh, emang lo cantik?"

"Bismillah headshot!" Windy membentuk jari tangannya seperti pistol, dan mengarahkan ke wajah Vidy yang cengengesan.

Vidy yang mengerti, berpura-pura kena tembakan Windy dan terjatuh. Lalu mereka berdua tertawa seperti behind the scene film thriller.

"Lo kok bisa-bisa nyambung sih? Biasanya ngga nyambung kalo beginian," tanya Windy yang masih tertawa sambil memegangi perutnya.

Vidy tidak langsung menjawab, dia diam sejenak setelah itu berkata, "Win, apa gue kesurupan?"

"Iya, kesurupan bagong! Udah ah, gue cabut. Makasih kamar mandinya." Windy beranjak dari kamar Vidy. Tapi, tepat di depan pintu kamar, dia berhenti dan berbalik. "Vid, di kamar mandi lo gue cium bau rokok. Lo ngerokok lagi?"

Vidy diam. Padahal tadi dia sudah menyemprotkan banyak-banyak pengharum ruangan, tapi kenapa Windy bisa menciumnya.

"Vid, jangan bilang lo..."

"Udah ah, sana lo! Ganggu banget, sih!" Vidy mendorong Windy untuk segera keluar dari kamarnya. Ia tidak mau Windy lebih mencurigainnya. Bisa-bisa nanti dia kena semprot oleh adik kembarnya itu.

Setelah semua aman, dan Windy tidak lagi mengoceh dari luar, Vidy menghempuskan nafas panjang. Kali ini dia selamat, tapi tidak tau nanti. Karena Windy tidak akan melepaskan dan membiarkannyabegitu saja. Menurutnya, Windy adalah intel yang di suruh oleh orang tuanya untuk mengawasi Vidy.

Vidy berjalan ke kasurnya, dan mengambil sesuatu dari laci. Itu adalah obat yang biasa ia pakai untuk mengurut pergelangan kakinya yang kembali sakit. Sampai kapan ia harus memakai obat ini? Apa kakinya tidak bisa sembuh? Apa ia tidak bisa seperti orang normal lainnya?

"Pasti gara-gara lari tadi," gumamnya, menatap pergelanganan kaki yang terdapat bekas luka. Luka ini sudah dari kecil ia dapat. Sudah beberapa kali di operasi, tapi sakitnya tidak kunjung membaik.

Vidy pernah mendengar, tidak, lebih tepatnya menguping pembicaraan orang tuanya dengan dokter yang merawatnya. Kata dokter itu, kalo sakitnya mau hilang, pergelangan kakinya lebih baik di amputasi. Vidy jelas tidak mau. Dia memberontak saat Mamahnya menawarkan hal mengerikan itu padanya. Lebih baik ia menahan sakit seperti ini dari pada harus kehilangan kakinya.

-0-0-

Siapa yang nolongin Diana? Apa Vidy? Atau... orang lain?

VIDY LORA GANTARA &WINDY LIORA GANTARA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

VIDY LORA GANTARA
&
WINDY LIORA GANTARA

Untold Lies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang