Diana keluar dari kamar mandi dengan handuk yang membungkus kepalanya. Wangi sabun varian melon langsung menyerebak ke seluruh kamar. Baju kaos dan celana pendek adalah OOTD favoritenya.
Dia berjalan ke arah kasur. Tapi, saat melihat ponselnya menyala, kaki Diana berjalan untuk mengambilnya di atas meja belajar. Terlihat di layar depan, nama Amira yang menelponnya. Cewek itu langsung menggeser tombol dan meletakkan ponselnya di telinga.
"Hmm?"
"Gimana? Tadi gimana?" Suara Amira memekik di seberang sana dan terdengar antusias.
"Ya, ngga gimana-gimana. Lo berisik, ih!" ucap Diana memutar bola matanya.
"HEH, KUNYUK! GUE ITU KHAWATIR BEGO! LO--"
"Iyaa... Makasih udah khawatir sama gue. Gue tadi ketemu Affan. Dia nolongin gue dari cowok cabul," jelas Diana. Sebenarnya, ia tidak ingin menceritakannya kembali. Tapi sepertinya, Amira berhak tau.
"APA?! SERIUS LO?!" teriak Amira membuat Diana menjauhkan ponselnya.
"Jangan teriak-teriak, suara lo kayak toa!" ujar Diana dengan kesal.
"Hehe, sorry. Eh, btw, lo udah ketemu Vidy?"
Vidy? Ah, Diana melupakan paperbag pemberian dari Vidy. Mata Diana menoleh pada paperbag itu yang terletak di meja belajar miliknya. Dia mengambilnya, dan membukanya. Ia membiarkan telfon dari Amira tetap menyala.
Di dalam paperbag itu ada sebuah kotak kue. Diana mengeluarkannya dan meletakkannya di atas meja. Dia mengamati benda itu, sampai ketika suara Amira menyadarkannya.
"Diana, ada apa? Kok lo diem?"
"Mir, gue tutup telfonnya."
Sambungan telfon terputus saat Amira kembali ingin bersuara. Diana kembali fokus pada kotak kue itu. Akhirnya, dia memutuskan untuk membukanya. Diana sedikit terkejut saat melihat isi kotak itu adalah cheese cake. Kenapa cowok itu memberinya kue? Padahal hari ini bukanlah hari ulang tahunnya.
Di samping kotak itu tersisip sebuah surat, lantas Diana langsung mengambilnya. Dia membuka surat itu dan membacanya.
"Itu adalah kue kesukaan gue. Sebenarnya gue ngga mau berbagi sama lo. Tapi, karena gue orangnya baik hati dan rajin menabung, gue kasih buat lo. Di makan ya! Gue belinya jauh, di Antartika haha."
Diana tertawa saat membaca akhir dari surat itu. Dia bisa membayangkan, bagaimana ekspresi wajah Vidy saat menulisnya. Diana meletakkan suratnya dan mulai membuka tutup yang membungkus kue itu.
Saat melahap sendokkan pertama, Diana terkejut dengan rasa kue ini. Ini benar-benar di luar dugaan Diana. Kue ini sangat enak dari cheese cake biasanya. Diana hampir terhanyut dengan rasa kue ini sampai tidak menyadari ponselnya sedari tadi berbunyi. Dia melihat nama Vidy muncul di layar ponselnya, ia langsung mengangkatnya.
"Halo?"
"Siapa di sana? Bundadari, ya?" godanya.
Diana tertawa mendengarnya. "Bundahara!"
Kali ini, Vidy yang tertawa. "Udah di makan kuenya? Gimana rasanya, enak?"
"Enak banget! Lo beli dimana, sih? Belum pernah gue makan kue seenak itu."
"Yesss! Berarti itu pertama kalinya, kan? Berarti gue adalah orang yang pertama kali."
Diana tersenyum sambil mengerutkan dahinya. "Ngga jelas lo!" Dia memandangi cheese cake itu dari tempatnya berdiri, lalu tersenyum lepas.
Vidy seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi ia terdengar gugup. "Diana, gue ada urusan sebentar. Lo mau tunggu sebentar tanpa matikan telfonnya? Gue akan cepat balik."
"Oke, gue akan tungguin lo."
"Dan, saat gue pergi, lo terus ngomong ya?"
Diana mengernyit heran. "Ngomong? Gue harus ngomong apa?"
"Apa aja. Oke? Gue pergi sekarang."
Diana mengangkat bahunya, lalu mulai bercerita tentang apa saja, termasuk masa kecilnya. Walaupun ia tau, tidak ada yang akan mendengarnya.
Diana terus berbicara tanpa melihat waktu. Tanpa terasa, jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Cerita Diana masih panjang, dan Vidy belum juga kembali. Dia akhirnya tersadar saat pandangannya mengarah keluar jendela, melihat langit yang sudah berwarna orange.
Dia menatap pada jam dinding, dan matanya langsung membelalak. Diana terkejut, sekarang sudah hampir maghrib. Apa dia keasyikan bercerita sampai tidak ingat waktu? Tapi, bagaimna dengan Vidy? Apa cowok itu sudah kembali?
"Vidy?"
"Ya?"
Diana akhirnya bernafas legah. "Maaf, gue keasyikan cerita."
"N-ngga apa...apa, k-kok."
Diana terdiam mendengar suara erangan kesakitan dari Vidy. Jantungnya tiba-tiba berdegub dengan kencang. Ada apa dengan Vidy? Apa terjadi sesuatu dengannya?
"Suara lo, ada apa?" tanya Diana dengan penasaran. Ia yakin ada sesuatu yang terjadi.
"Gue ngga apa-apa," balas Vidy, tapi dengan suara yang kembali normal. "Diana?"
"Hmm?"
"Makasih udah mau cerita sama gue."
-0-0-
Vidy kenapa ya?
Jangan lupa vote dan komen:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Untold Lies [Completed]
Teen Fiction[Follow dulu sebelum baca] "Karena jika itu kamu, meskipun sakit, aku rela." Gagal move on. Kalimat yang cocok menggambarkan Diana saat ini. Bayang-bayangan mantan yang selalu menghantui kepalanya, membuatnya begitu prustasi. Sudah 2 tahun ia menco...