Hai, sudah siap baca bab ini?
Happy reading, Love.
Buntut dari keributan yang dibuat Bara tak hanya berefek luka lebam di wajah dan bagian dada Mas Lucas, tapi juga berefek trauma pada Shasa. Aku benar-benar kesusahan menenangkan Shasa, bahkan ketika Mas Lucas mengatakan dia tidak apa-apa pada Shasa, anakku sama sekali tidak bisa tenang.
Keributan itu bahkan sampai dilerai pihak keamanan mall, selain itu aku langsung membawa Mas Lucas ke rumah sakit untuk memastikan tidak ada luka dalam padanya. Aku tidak bisa memaafkan Bara lagi sekarang, sebab dengan tidak tahu diri, dia justru melukai orang lain karena egonya.
Hal ini bukan kali pertama terjadi, selain Pak Richard -bos tempat kerjaku dulu-, dia pernah memukul Lucky karena cemburu. Lucky bukan orang lain, dia adalah sahabat Bara. Dia akan menjadi sangat emosional dan tidak terkendali jika sedang cemburu.
Cemburu?
Tunggu, kurasa ini salah.
Untuk apa dia cemburu? Dia sudah memiliki calon istri yang sempurna. Aku bahkan tidak ada seujung kuku jika kita bicara perihal kelebihan. Orang seperti Bara tidak akan kesulitan untuk melanjutkan hidupnya tanpaku, bukan?
"Apa Shasa udah tidur?" Ketika Pintu kamar Shasa terbuka dan Mas Lucas muncul dari balik pintu. Aku yang tadinya tengah rebah sambil memeluk Shasa yang sudah tertidur sekitar tiga puluh menit yang lalu, kemudian bangun untuk memberi ruang Mas Lucas agar ikut duduk di tepian ranjang.
"Belum lama, dia beneran ketakutan, Mas." Aku mengusap dahi Shasa sembari tak lepas memandang Shasa yang gelisah dalam tidurnya. Dia sama sekali tidak pernah melihat orang berkelahi, terlebih jika itu dilakukan oleh orang dewasa.
Melihat Mas Lucas yang terluka seperti ini, membuatnya harus menambah jatah cuti dari pekerjaannya untuk beberapa hari ke depan. Ada rasa bersalah yang luar biasa ketika dia harus terlibat masalahku.
"Aku beneran masih nggak percaya kalau lelaki itu adalah Bara. Lihat dia nggak pernah melepas pandangan dari kamu, agak berlebihan nggak kalau aku menyimpulkan dia masih memendam rasa," ungkap Mas Lucas, dan tentu aku tidak setuju.
"Mas nggak lihat calon istrinya cantik banget?"
"Rin, aku juga laki-laki. Aku tahu dari cara dia lihat kamu. Lagipula, apa alasan dia sampai semarah itu tadi?
Mas Lucas yang duduk di sampingku, tiba-tiba menunduk. Tangannya terlipat di depan dada, lalu mengangkat wajah dan langsung menatapku.
"Apa, kamu masih mengharapkannya?" pertanyaan Mas Lucas jelas membuatku refleks menggelengkan kepala. Sedetik kemudian senyumnya berkembang lebar.
"Aku harap juga begitu, Rin. Entah dia masih mencintaimu atau tidak tapi kurasa diteruskan juga akan percuma. Keluarganya menentang kalian, sementara ketika kamu bersama dia, sudah pasti kamu harus hidup juga dengan keluarganya."
Aku tidak menjawab apapun untuk ucapan Mas Lucas. Sebab benar, jika aku memilih bersama Bara, artinya aku akan hidup dalam tekanan Ibunya. Terlebih yang kutahu Bara bukanlah anak yang akan mudah membantah orang tua.
"Aku tidak sedang berpikir untuk kembali padanya, Mas," balasku kemudian, "yang aku takutkan adalah gimana jika dia tahu Shasa masih hidup dan dia kan mengambil Shasa dan menyakitinya."
"Apa dulu Bara juga menyuruhmu menggugurkan kandungan?" tanya Mas Lucas dan kujawab dengan gelengan. Sepanjang dia tahu aku hamil, Bara hanya memintaku sabar menunggu tapi selama itu tidak ada kejelasan apapun selain dia sering pergi tanpa pesan dan aku disuruhnya menginap di rumah pacar sahabatnya untuk beberapa bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
APOLOGY [TERBIT]
Chick-Lit[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021