Happy reading Love,
Yang membuatku amat bersyukur saat mengenal keluarga Mas Lucas, adalah cara mereka menyayangi Shasa. Sering kali aku merasa jika aku tidak pernah dianggap orang lain ketika bersama dengan mereka.
Mami akan mengatakan jika aku anak bungsunya, lalu tidak mau lagi menanggapi ketika beberapa orang terlihat tak percaya. Entahlah, aku sendiri masih sering tidak menyangka jika dunia memiliki orang-orang sebaik mereka. Melihat bagaimana mereka menyayangi Shasa tanpa menjauhkan kami adalah hal yang paling kusyukuri.
Aku ingat sekali, saat itu aku mulai merasakan kontraksi hebat dari jam tiga sore. Hingga tengah malam aku merasakan sakit yang teramat sangat, tapi aku berusaha sekuat tenaga untuk kuat. Sakit yang membuatku mengingat Mama tanpa putus.
Jika pengorbanan seorang Ibu seberat ini, bagaimana mungkin aku justru mengkhianati hati beliau?Bukan sakitnya perut atau karena napasku hampir habis di jam tiga dini hari, tapi ketika suara tangisan Shasa yang kudengar untuk pertama kali, benar-benar membuatku sangat hancur sekaligus haru. Sebagai manusia aku sadar karena sudah melanggar aturan hidup, padahal di sana Mama sedang berjuang untuk hidupku.
Ketika aku memandangi tubuh Shasa yang masih penuh darah, egoku akhirnya runtuh juga. Aku menangis sejadi-jadinya, seakan segala hal yang kupendam sendirian tidak lagi bisa kutahan.
"Mbak, apa nanti dia boleh memanggilku Ibu?" seingatku, aku pernah mengatakan demikian. Sebab saat Shasa lahir, Mbak Hani sudah mengambil alih hak adopsi Shasa. Ketika aku merelakan Shasa di adopsi orang lain, bukan karena aku tidak menyayanginya. Tentu, dibandingkan apapun bahkan hidupku sendiri, Mayesha Haftama jauh lebih penting.
Aku hanya memikirkan bagaimana status Shasa, akte kelahiran dan pandangan orang lain jika Shasa hidup dari orang tua yang tidak pernah menikah. Tentu itu jauh lebih buruk dibandingkan egoku untuk memiliki Shasa sendiri.
"Kenapa nggak boleh? dia juga anakmu, Rin. Kamu yang akan memberikannya ASI sampai selama Shasa membutuhkan itu. Kita akan rawat dia bersama-sama. Status Mbak dan Mas Tama hanya orang tua asuh. Jangan berpikir kami akan memisahkan kalian jika itu yang kamu takutkan."
Bersamaan suara Mas Lucas yang mengumandangkan Adzan di telinga Shasa, tangisanku pecah. Sebab harusnya yang melakukannya adalah Bara.
Waktu itu Mas Tama sedang bekerja, hari libur yang tidak pasti membuat Mas Tama kehilangan moment tersebut. Sedangkan Papi waktu itu tengah di perjalanan dari Jakarta.
"Kenapa melamun? Customer yang tadi permintaannya rumit?" Sapuan tangan Mas Lucas di atas kepalaku membuatku mengangkat kepala.
Saat sudah berhasil merebahkan Shasa di kamar hotel yang kami sewa, Mas Lucas menyusul ku duduk di sofa pojok ruangan dengan pemandangan kota Surabaya.
"Enggak, semua bisa aku atasi, kok, Mas."
"Tapi kamu diam aja dari tadi, apa karena semalam?"
Aku kembali mengeleng, untuk menjawab pertanyaan Mas Lucas.
"Jadi, apa yang kamu pikirin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
APOLOGY [TERBIT]
ChickLit[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021