Hi Hallo, Yayah di sini.
Happy reading, Love.Rasanya ketika kehidupan berjalan dengan semestinya, semua hal terasa jauh lebih mudah. Dulu aku sama sekali nggak pernah menyangka jika garis Tuhan akan mempertemukan kembali antara aku dan Bara. Kukira Jogja cukup aman menjadi tempat bersembunyi, tempat di mana aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi.
Kukira Jogja akan menjadi lembaran baru di mana hidupku hanya akan ada Shasa dan itu sudah cukup. Nyatanya sesuatu yang kurencanakan dan bayangkan hanya akan menjadi rencana jika Tuhan mau aku kembali bertemu dengan Bara.
Atau dulu aku sempat berandai jika kami dipertemukan kembali, yang tersisa di antara kami hanya kebencian, nyatanya semakin aku mengingkari perasaan itu, rasanya perasaan itu justru kian meledekku, membawa rasa yang berusaha ku kubur dalam-dalam kembali timbul dengan akar yang lebih kuat.Ya, bagaimana pun Bara satu-satunya lelaki yang tidak pernah hilang dari hati dan pikiranku. Terlebih kehadiran Shasa yang menyerupai Bara seutuhnya baik wajah mau pun kebiasaan-kebiasaan kecilnya.
Shasa gadis yang tangguh, namun di sisi lain hatinya sangat sensitif dan mudah menangis. Sama seperti Bara.
Ia nampak sangat kuat, namun di dalam hatinya ia rapuh.
Entahlah, kesedihan Bara selalu akan muncul jika aku mengajaknya bicara perihal kehidupannya dengan orang tua. Bagaimana ia tumbuh besar di bawah tekanan dari keluarga mau pun fans dan management. Bagaimana ia merasa tak begitu punya ruang dan kesempatan untuk bicara.Hingga senang rasanya melihat Bara sedikit lebih berbinar selama tinggal di Jogja dan menjalani hari-harinya sebagai pemilik kedai kopi.
Penghasilannya tentu tak sebesar dulu saat ia bernyanyi atau bermain film, tapi melihatnya banyak tersenyum di balik meja bartender dengan Appron hitam membuatku merasa ia jauh lebih baik keadaannya.Dia masih belum menyadari keberadaanku. Sengaja, aku duduk di meja dekat pintu masuk untuk menunggunya selesai membantu barista yang sepertinya karyawan baru. Bara kemarin bercerita jika ia menambah satu barista lagi untuk ganti sift apa bila salah satu baristanya ada yang libur.
Seorang mahasiswi bisnis yang katanya berniat mencari tambahan uang di tengah sibuknya aktifitas kuliah yang ia jalani. Wajahnya cantik dengan rambut sebahu dan badan yang ramping. Ia terlihat tak kalah gesit saat menerima catatan pesanan dari waiters padanya.
Suasana kedai juga nampak ramai, mungkin karena ini jam istirahat, banyak orang yang datang ke sini untuk istirahat dan mengerjakan tugas.
"Prang!"
Suara gaduh itu menyita perhatian seluruh pengunjung Kedai. Dua gelas sudah pecah di atas lantai dengan air kopi yang sudah berceceran. Seorang laki-laki yang sedang mengenakan kemeja nampak berkecak pinggang menatap galak pegawai yang tengah menunduk berkali-kali meminta maaf itu.
"Kalau jalan pakai mata dong, ini kena kaki saya, panas!"
Suaranya menggema di tengah keramaian kedai. Wajah waiters itu nampak semakin pucat lantas kembali menunduk seraya meminta maaf.
"Maaf... Maaf Pak, saya nggak sengaja."
"Maaf kamu nggak bisa ganti sepatu saya, tahu nggak!"
Mendengar keributan itu, aku lantas bergegas menghampiri mereka. Melihat seberapa parahnya air kopi yang mengenai lelaki tersebut.
Sepatunya yang berwana putih memang menjadi kontras saat terkena kopi. Jenis sepatu sport yang memang butuh perawatan khusus untuk membersihkannya.
"Mohon maaf atas kecelakaan ini, Pak. Karyawan kami nggak sengaja menjatuhkan gelas, lagi pula bapak berdiri mendadak tanpa melihat sekitar, hingga ia mungkin kaget melihat bapak yang tahu-tahu berdiri," selaku berdiri tepat di hadapan lelaki itu.
Wajahnya kian kaku, bahkan sorot matanya tajam menatapku. "Kenapa jadi saya yang salah?" tantangnya. "Dia yang bawa nampan nggak hati-hati sampai ngelukai tamu begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
APOLOGY [TERBIT]
ChickLit[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021