Happy reading...
"Mas mau nunggu sampai aku selesai ketemu customer?"
Mas Lucas mengangguk, kemudian mengambil posisi rebah di atas soffa. Aku sengaja membiarkannya istirahat setelah mengantar Shasa ke resto Mbak Hani.
Hari ini aku ada janji bertemu dengan Customer pukul lima sore, selepas makan siang yang agak kesorean, kami langsung bergegas mengantar Shasa dan kembali ke sanggar.
Sebenarnya aku sedikit khawatir karena selepas Mas Lucas berbicara dengan Bara, dia jadi pendiam. Sesekali hanya menjawab pertanyaan Shasa dan tidak mengajaknya bercanda seperti biasa.
"Aku ke bawah dulu temui customer, Mas istirahat aja."
Lagi, Mas Lucas hanya menjawabku dengan deheman, kemudian memejamkan mata. Tidak tahu Mas Lucas marah karena apa, aku juga sedang tidak ingin berdebat atau memikirkan banyak hal sekarang.
Satu jam kemudian, aku sudah selesai menemui customer. Membicarakan perihal rencana pernikahan dan budget yang kutawarkan.
Saat aku kembali ke ruanganku, Mas Lucas masih tidur dengan pulas.
Aku juga jadi enggan membangunkannya karena dia pasti lelah. Sembari menunggunya bangun, aku mengambil laptop untuk memeriksa pengeluaran dan apa saja yang mesti kubeli untuk keperluan sanggar bulan ini.Entah sudah berapa lama dan mungkin aku sudah terlalu fokus dengan kerjaanku, aku sampai kaget sewaktu pintu dibuka dengan kasar. Tidak hanya aku yang terkejut, karena aku juga melihat Mas Lucas yang langsung bangun meski dia terlihat belum siap dan bingung.
"Bu, tolong sopan. Saya sudah bilang, Mbak Rindu nggak bisa diganggu," ucap Riska terlihat kualahan menahan seseorang yang menerobos masuk ruanganku itu.
Di belakangnya dua orang laki-laki kekar memasang badan waspada."Nggak bisa diganggu kenapa? Tidur dengan lelaki, iya?"
Tuduhan darinya membuatku refleks berdiri dari kursiku, sedangkan saat aku menoleh pada Mas Lucas, dia hanya bersedekap dada sembari melihat Tante Ajeng yang memandang kami secara bergantian.
"Murahan, dari dulu tidak berubah. Nggak anak nggak Ibu sama saja!"
Aku berusaha tenang. Lalu menyuruh Riska untuk menutup pintu dan meninggalkan kami. Setelah pintu benar-benar tertutup, aku bergerak mendorong kursi ke belakang dan berjalan menuju Tante Ajeng.
"Bisakah Tante sopan ketika bertamu ke rumah orang lain tanpa membuat keributan?" tanyaku setelah jarak kami dekat, "Silahkan duduk, tidak baik marah sambil berdiri," Lanjutku, lalu mengambil duduk di samping Mas Lucas karena di ruanganku hanya ada dua soffa, satunya soffa single yang kutunjuk agar Tante Ajeng duduk.
"Saya tidak perlu basa-basi. Kedatangan saya ke sini hanya memintamu menjauhi Bara," sahut Tante Ajeng sembari mengangkat wajahnya tinggi, seakan menunjukan keangkuhan yang tidak pernah hilang dari dulu, "Saya masih memintanya secara baik-baik, tidak peduli jika anak sialan itu masih hidup, karena Bara tidak butuh kalian!"
Aku terjengit kaget bukan hanya karena tuduhan Tante Ajeng, tapi ketika kurasakan tangan Mas Lucas menarik pinganggku kian merapat padanya.
"Duduk dulu, tante. Sepertinya anda salah paham," ucap Mas Lucas kemudian.
Sakit bukan main ketika Tante Ajeng menyebut Shasa anak sialan. Aku sampai tidak sadar kalau kedua tanganku mengepal di atas pangkuanku sendiri. Kalau saja Mas Lucas tidak mengurai tanganku dan mengisi celah jariku dengan jarinya, mungkin buku tanganku akan terluka karena aku terlalu kuat mengepal.
"Seseorang yang Tante bilang sialan tadi adalah calon istri dan calon anak saya. Jadi kalau Tante berpikir mereka akan mengoda anak Tante, Tante salah," lanjut Mas Lucas tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
APOLOGY [TERBIT]
ChickLit[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021