Rum tidak tahu alasan pasti kenapa kalian mau baca karya Rum yang apa adanya ini. Sekali lagi Rum ini bukan penulis, tidak punya keahlian dasar menulis sama sekali. Jadi, maaf jika kalian berekspektasi besar membaca maha karya terbaik, karena jelas bukan Rum yang bisa mewujudkan itu.
Tapi, terlepas dari itu, Rum sadar jika komentar dan vote kalian sangat berpengaruh untuk kelanjutan cerita amatiran ini, sehingga apapun komentar kalian semacam mood booster yang bisa bikin Rum semakin semangat bercerita tentang 7 anak kesayangan Rum.
Salah satunya dia....
Bara's POV
"Mama udah bilang, waktunya kerja kerja dulu. Dengar Mama, nggak kamu? Bodoh!"
Aku hanya bisa mengatupkan rahangku ketika tangan itu menoyor kepalaku kasar.
Tidak, ini buka kali pertama, bahkan aku sudah biasa.
"Reading dulu, Bara! Baca yang benar. Inget dialog apa kalau mau pulang cepat!"
"Mama keluar, deh. Bentakan Mama nggak akan bikin Bara gampang ngapalin dialog ini, tahu nggak?" balasku kemudian, aku mengambil setumpuk kertas yang berisi tulisan-tulisan menyebalkan yang harus kuhapal dalam waktu persekian menit.
Membosankan!
"Kalau mama tinggal, kamu makin semaunya. Dengar!" Mama bangkit dari kursi ruangan yang kru sediakan untukku dan Mama, "Selesaikan bagianmu dalam waktu setengah jam. Kalau sampai nggak selesai dan kamu tetap bodoh, malam ini kamu tidur di gudang sama tikus lagi!"
Mataku terpejam bersamaan tangan Mama yang kembali menoyor kepalaku, lalu keluar dari ruangan.
Selepas kepergian Mama, aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang. Mataku terpejam, detak jantungku kian berdetak cepat dengan dada yang seperti terbakar.
Di saat teman-teman seusiaku menikmati main semaunya, di saat teman seusiaku bisa menikmati masa-masa remajanya.
Aku?
Sejak umur lima tahun selalu di paksa mengapal berbagai dialog yang sepertinya bukan aku sekali.
Tapi, coba tolong katakan apa yang bisa di lakukan oleh anak usia lima tahun, yang sejak usia dua tahun sudah diasuh oleh orang lain, dengan kelimapahan harta, tapi dipaksa melakukan hal-hal yang tidak kusuka dari dulu.
Membantah? Atau kabur saja?
Aku pernah melakukan itu, sayangnya kekuatan anak kecil hanya sebatas lari tak jauh dari rumah sambil menangis menertawai nasib sendiri.
Anak lelaki yang entah apa salahnya sehingga, Ibuku sendiri saja tega membuangku di panti asuhan.
Tidak jelas apa statusku. Barang kali aku anak pasangan hamil di luar nikah, atau anak tidak diinginkan karena beban orang tuaku semakin banyak. Sehingga mereka hanya mau menuntaskan hasrat kemudian membuang ku begitu saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
APOLOGY [TERBIT]
ChickLit[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021