Jejak Langkah (3)

7.8K 654 18
                                    

Kebiasaan Bara pulang ke rumahku memang biasa dia lakukan dari pertama kami dekat.
Biasanya dia diantar supir sampai gang depan, lalu berjalan kurang lebih seratus meter untuk menuju rumahku.

Jam yang dia pilihpun pasti dini hari, mengurangi kecurigaan orang-orang yang barang kali akan melihatnya.

Malam ini dia datang lagi, aku memang sengaja menunggunya datang. Dia berjanji akan banyak belajar untuk menghadapi ujian nasional.
Meski nilai akademisnya tidak terlalu buruk, tapi kesibukannya di lokasi syuting pasti berpengaruh untuk kesiapannya.

"Kamu nggak ambil cuti syuting dulu? Tinggal sebulan loh, Bar."

Aku menaruh teh jahe hangat yang baru kubikin untuknya.
Diluar sedang hujan, bahkan baju Bara sampai basah karena menerobos hujan.

"Kamu sendiri belum ada niatan resign? "

Aku meliriknya sekilas dengan decakan sebal.

"Yang penting kamu bisa bagi waktu gitu, kan?" tanya Bara dengan expresi menyebalkan, "Right, aku juga gitu, baby." lanjutnya tepat sasaran.
Seakan emang tahu, aku tak akan mau resign.

"Tapi waktu kerjaku udah berkurang."

"Tetap aja sampai jam sepuluh, cewek-cewek lain jam segitu nonton, nongrong, jalan-jalan."

Sebal, aku melempar Bara dengan bantal sofa.
"Apa bedanya sama kamu, huh?"

Mendengar ucapanku, Bara terkekeh pelan, "Kamu udah pintar balikin omonganku sekarang ya? "

Aku mencibir sambil memainkan ponsel. Kebiasaan baruku adalah belajar soal dari salah satu aplikasi pelajaran di play store.
Disana aku banyak mempelajari materi dan soal-soal.

"Main ponsel mulu!" Ujar Bara yang kemudian merebut ponselku.

Aku berusaha merebut ponsel yang dia sembunyikan dibelakang tubuhnya "Bar, Balikin."

"Kamu udah janji mau bantu aku belajar, jangan main ponsel terus."

"Kamu kan lagi ngerjain tugas, aku juga!" decakku kesal, "Balikin, Bara! "

Aku semakin cemberut saat Bara justru mengantongi ponselku.
Kesalnya dia malah tersenyum penuh kemenangan melihatku berdecak kesal.

"Dih marah!"

"Bodo amat! Pulang sana."

"Iya, gitu aja marah, Ini."

Masih dengan perasaan kesal, aku hanya melirik Bara sinis.
Yang membuatku kesal sebenarnya, karena tadi aku lagi ngerjain soal yang lumayan susah.
Aku menjadi lebih tertantang jika soal yang kudapat sedikit sulit.

"Mau nggak?" Lihat tangannya yang masih nyodorin ponselku, aku langsung berniat mengambilnya.
Tapi sial, lagi-lagi dia mengacungkan ponselnya ke udara.
Karena posisi badan kami yang jauh tingginya aku sampai harus bangkit untuk menjangkau tangannya.

"Bara ihh"

Bara semakin tertawa puas saat aku masih berusaha merebut ponselku.
Mengandalkan tumpuan pada kedua lutut untuk menyamakan tinggi.
Namun justru Bara semakin menaikan tangannya.

APOLOGY  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang