Happy reading, Love 💕
"Ris, Mami sudah datang?"
Riska -asisten- yang membantuku mengurusi rumah sanggar ini langsung menyambutku saat aku baru membuka pintu kantor.
"Sudah, Mbak. Tamu Mami juga sudah datang, baru saja," jawabnya setelah menyamakan langkah denganku.
Aku mengangguk mengerti, kemudian menyerahkan dua box kue lapis Surabaya yang kubeli di sana tadi.
Karena Shasa tidur, Mas Lucas memilih mengajak Shasa langsung pulang setelah mengantarku ke kantor.
"Yang satu tolong pindah ke piring dan bawa ke atas, yang satu buat makan anak-anak di kantor, ya, Rin.""Siap, Mbak."
Setelah itu, aku langsung menuju ruangan meeting, menyusul Mami dan customer yang sudah sempat Mami katakan jika projeknya berpindah tugas padaku. Di sanggar ini memang aku tidak kerja sendiri, setidaknya ada dua tim yang di pekerjakan. Satu tim Mas Ardi satu lagi Tim Mas Satya. Kami saling berbagi tugas saat event sedang bebarengan, biasanya aku bekerja bersama Tim Mas Ardi jika Tim Mas Satya bekerja di bawah pimpinan Mami, atau kalau Mami kesehatannya terganggu, aku akan mondar mandir. Untung saja dua tahun lalu aku kenal dengan Riska, selain punya keahlian menari tradisional, Riska juga bisa kuhandalkan dalam memimpin tim dan make-up.
Sebelum masuk, aku mengetuk pintu ruang meeting. Begitu terdengar sahutan dari dalam, aku bergegas masuk sembari mengucap salam, "Assalamuallaikum,"
"Wallaikum salam," jawab mereka serempak.
Saat kupikir, tante Tia akan ke sini sendiri, atau minimal dengan suaminya, ternyata aku salah. Di sini tak hanya ada tante Tia dan suaminya, tapi juga ada dua orang yang lain. Yang membuatku tidak bisa menyembunyikan keterkejutan, saat salah satu diantara mereka adalah seseorang yang sangat kukenal. Bahkan aku merasa waktu seperti berhenti berputar sekarang.
"Rin?" tepukan ringan Mami di pundakku membuat kesadaranku kembali. Aku tak langsung menjawab sampai seruan Mami membuatku tak ada pilihan lain selain menormalkan ekspresiku, "ini keluarga tante Tia dan Om Pras."
Aku mengangguk sembari memberikan senyuman seramah mungkin, meski aku sadar ada tatapan lain yang mengawasiku.
"Cantik banget anak perempuanmu, Kar."
Mami tersenyum, lalu, mengalihkan pandangan pada seseorang yang sedang berdiri di bangku seberang tempatku berdiri sekarang, "Rin, ini calon pengantinnya, Alana dan Andreas."
Aku berusaha untuk tersenyum sebisaku, tapi sepertinya gagal saat Alana hendak membuka mulutnya. Aku memberinya syarat agar diam atau minimal tidak mengatakan apapun di depan keluarganya dan Mami.
Melihat Alana mengatupkan bibirnya, aku bersyukur karena Alana mengerti keinginanku. Dia hanya diam sepanjang aku menjelaskan tentang konsep yang kami punya lalu konsep apa yang mereka mau. Alana hanya sesekali menjawab jika aku bertanya, sedangkan selebihnya aku merasa dia lebih banyak pasrah, menyerahkan konsep pernikahannya pada tante Tia.
Alana ini adalah saudara sepupu Bara, dibandingkan saudara Bara yang lain, Alana jauh lebih dekat dengan Bara. Kami sudah beberapa kali ketemu di luar terutama ketika Bara harus melibatkan Alana agar kami bisa pergi ke luar tanpa dicurigai Tante Ajeng -Mama Bara-
"Kita mulai pre wedding di titik nol Jogja dengan baju kebaya kutu baru, nanti saya akan tunjukan beberapa koleksi kami, atau kalau misal mau bikin sendiri, silahkan. Melihat pekerjaan Mbak Alana dan Mas Andrean pasti akan mengabadikan moment ini sampai hal paling kecil. Jadi saya memberikan Mbak dan Mas memilih ini."
"Mbak Rindu punya desainer untuk membuat kebaya itu?"
Aku mengangguk untuk mengiyakan. Karena untuk desainer baju, kami juga memiliki staff khusus, "Mbak Alana bisa kami pertemukan dengan desainer saya setelah ini. Sepertinya dia punya banyak koleksi kain baru. Sekaligus fitting baju hari ini."
![](https://img.wattpad.com/cover/163695965-288-k980354.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
APOLOGY [TERBIT]
ChickLit[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021