A P O L O G Y 18

4.1K 717 97
                                    

"Dia cantik," gunggamku tanpa sadar sembari menatap langit-langit apartemen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia cantik," gunggamku tanpa sadar sembari menatap langit-langit apartemen. Pada akhirnya kami tidak jadi tidur, kami bertiga hanya saling rebah dan menceritakan tentang Shasa. Bintang dan Juni penasaran ketika aku mengatakan jika Shasa masih hidup, itu yang menjadi alasannya mereka datang ke apartemenku sepagi ini, "tapi dia benci sama aku."

"Ya kamunya bodoh!" sarkas Juni kemudian, tapi aku tidak marah. Selain maksud Juni tidak mencelaku, aku tidak bisa marah karena memang aku bodoh jika sudah emosi.

"Gini, ya, Bar. untuk semua yang sudah kamu lakuin itu. Coba minta maaf baik-baik sama Rindu dan anakmu." Aku tidak menjawab apapun ucapan Juni. Hal itu jelas sedang ingin kuupayakan, tapi bagaimana caranya memperbaiki semua yang sudah terlanjur berantakan ini?

Nama anakku Mayesha, Mayesha Haftama. Aku belum bertanya lebih banyak pada Rindu kenapa Shasa di adopsi orang lain. Sebab, kemarin setelah mengatakan jika Shasa memang anak kami, dia langsung pergi begitu saja.

"Gimana perasaanmu sekarang?" tanya Bintang, hingga membuatku menghembuskan napas keras.

Bingung, ada perasaan bahagia karena akhirnya ada darahku yang mengalir dalam diri Shasa, tapi hancur juga ketika Shasa tidak bisa menerimaku, "Aku nggak bisa memutar waktu, Bin. Semua sudah terlanjur berantakan."

Aku menoleh pada Bintang yang seketika beranjak bangun, lalu mengambil posisi duduk, "Kamu masih bisa memperbaiki itu, Bar. Jangan bicara seperti pengecut."

Entah apa yang lucu, tapi Juni malah tertawa keras, kemudian melompat turun dari tempat tidur. Aku yang masih tiduran sampai kaget melihatnya terbahak keras, "Dua kawanku yang sad boy ini lucu banget. Yang satu berusaha nikung calon istri orang, satunya lagi ditolak mentah-mentah sama anak dan mantan pacar.“

Aku mendengus, lalu kulirik Bintang yang tengah tersenyum miring. Kami saling melakukan kontak mata, kemudian Bintang beranjak turun dari ranjang tanpa memperdulikan celotehan Juni.

Bintang bergerak menghampiri Juni, sembari bersedekap dada, menunggu makian Juni sambil mengangguk.

"Man, kalian lelaki, ayolah mentalnya jangan lembek, kayak__"

"Bin!" teriak Juni saat Bintang berhasil mengunci pergerakan Juni dengan lengan yang dia silangkan kebagian leher Juni, lalu dijatuhkan kembali ke ranjang dengan Bintang yang menindihnya.

"Upil badak, lepas!" teriak Juni, tapi bikin Bintang kian menindihnya dengan posisi tengkurap.

"Bilang kita lembek kayak apa tadi?" pertanyaan Bintang pelan, tapi entah kenapa selalu memancarkan aura intimidasi.

"Kayak banci," jawab Juni seakan tidak takut pada Bintang. Melihat kedua sahabatku yang saling menumpukan badan, aku kemudian beranjak bangun, sehingga membuat Juni berteriak kian histeris.

"Bar, mau ngapain?"

Aku tergelak, lalu ikut menindih Bintang yang berada diatas badan Juni, "tenang, Jun. Badan dua banci ini cukup ringan nindihin badan lelaki jantan kayak kamu!"

APOLOGY  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang