A P O L O G Y|21

3.8K 755 57
                                    

Haaallloo kaget nggak dapet notif?

Pagi tadi Bara mengirimkan pesan jika dia masih berada di Jogja. Katanya dia akan kembali ke Jakarta sore ini. Sebelum kembali dia sempat menanyakan sekolah Shasa. Aku tentu tidak langsung menjawab, lebih dulu aku ijin Mbak Hani, takut jika nanti salah.

Dia mengajakku untuk menjemput Shasa di tempat penitipan anak dan lagi-lagi aku menyetujuinya karena Mbak Hani.

"Jangan mengatakan di mana sekolah Shasa pada Tante Ajeng. Aku nggak akan lagi diam kalau Mamamu mengusik kehidupan kami." Aku mengatakan itu sebagai syarat untuk menyetujui keinginan Bara bertemu Shasa.

Bara tidak menjawab apapun selain mengangguk dan lebih banyak diam. Sepanjang perjalanan raut wajahnya tampak gugup, berulang kali dia mengetuk stir mobil milikku dengan jari-jarinya.

"Nanti kalau Shasa belum mau, jangan dipaksa. Kamu bisa telepon aku dan aku akan keluar dari mobil ini tanpa Shasa bisa melihatku," ucap Bara pada akhirnya.

Sebagai tanda setuju aku mengangguk. Aku memang belum memberitahu Shasa jika aku mengajak Bara untuk menjemputnya hari ini. Mengingat kemarin dia masih belum bisa menerima Bara, yang kutakutkan dia menjadi histeris seperti waktu itu.

Ketika mobil sudah terparkir di pinggir jalan dan sedikit jauh dari gerbang sekolah Shasa, aku segera melepas seatbelt dan pamit masuk ke dalam.

Beberapa orang tua murid sempat menegurku basa-basi seperti biasa dan kujawab seadanya. Kemudian kami saling menunggu anak-anak keluar dari kelas. Aku harus sabar menunggu karena bisanya Shasa akan keluar paling akhir dari teman-temannya.

Saat dia keluar kelas, lalu diikuti gurunya di belakang, aku melambai saat pandangan kami bertemu. Dia nampak sumringah sembari mengendong tas dan alat makannya.

"Ibuk...."

Aku ikut melambai dan itu membuatnya tersenyum kian lebar. Setelah mengucapkan terima kasih pada Miss Rima, aku segera merendahkan badan lalu mengambil alih tas milik Shasa.

"Ibuk jemput Shasa beneran?"

Aku mengangguk dengan senyum yang tidak bisa kutahan, "Iya dong, kan, Ibu sudah janji tadi. Paginya berangkat sama Bunda, siangnya Ibu yang jemput."

Senyum di wajahnya terlihat semakin lebar saat Shasa mengangguk.

"Shasa jadi anak baik hari ini?" tanyaku pada Puteri kecilku ini.
Sebagai jawaban kepala kecilnya mengangguk cepat, sedangkan aku masih berlutut untuk menyamakan pandangan pada Shasa.

"Shasa nggak nangis, makannya dihabiskan, terus Shasa juga bobok siangnya nggak nangis. Tadi diajarin menulis angka, Shasa bisa Ibuk," adunya menceritakan semua kegiatannya hari ini.

"Pintar sekali anak Ibu," ucapku gemas sambil mencolek hidungnya, "Anak pintar mau dengar Ibu bicara nggak?"

Shasa kembali mengangguk tanpa menghilangkan senyumnya.
Aku menakup wajah Shasa sembari berusaha mencermatinya, "Ibu jemput Shasa nggak sendiri. Ibu ajak Ayah juga hari ini."

Aku dapat melihat raut wajah terkejut dari Shasa tapi ini sudah kuprediksi sebelumnya, "Ayahnya kasihan sudah jauh-jauh pengin ketemu Shasa. Sore nanti ayah juga sudah harus balik ke Jakarta."

Melihat wajah Shasa yang mendadak seperti pucat, aku kemudian mengusap dahi lalu turun hingga pipinya, "Tapi Ibu nggak paksa Shasa, kalau Shasa belum mau ketemu Ayah. Ibu bisa minta ayah pulang aja."

Shasa tidak langsung menjawab, membuatku mengigit bibirku karena takut, "Ya, udah Ibu telepon Ayah biar pulang, ya. Lain waktu kalau Shasa sudah siap, baru ketemu lagi."

APOLOGY  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang