Haii... Part ini cuma obat kangen sama kelakuan Yayah dan Ibuk tapi panjang banget.
Happy reading, love.
Pukul sembilan malam saat proses resepsi selesai, aku memutuskan untuk pulang paling akhir sembari menunggu bagian Wardrobe menyelesaikan packingnya.
Kali ini Sanggar sedang mendapat kepercayaan untuk mengurusi resepsi anak pejabat daerah di salah satu hotel daerah Kaliurang. Dan karena Bara juga sedang di Jakarta, aku bisa pulang sedikit terlambat sampai menunggu semua tim clearance.
Sejujurnya sejak menikah, aku sudah jarang bawa mobil sendirian terlebih jarak jauh untuk merias. Karena biasanya Bara yang akan mengantar sebelum pergi ke Kedai dan dia juga yang menjemput di lokasi setelah pekerjaan ku selesai. Tapi misal dia sedang ada kerjaan di luar kota, aku mengendarai mobil sendiri seperti biasa.
Sejujurnya pada awal pernikahan, kami tidak begitu mengalami banyak perubahan, baik sikap atau kebiasaan kami. Jika ada perubahan pada diriku, aku merasa jauh lebih semangat menjalani hari. Ada beberapa hal yang mulai berani kubagi dua dengan dia, kami sering bercerita tentang apa yang terjadi sehari ini pada kerjaan masing-masing dan tak segan juga berbagi tugas rumah.
Aku kadang berpikir, mungkin segala sakit yang terjadi pada kami di masa lalu adalah proses kami bahagia sekarang. Atau, terkadang aku masih sering merasa ketakutan jika sesuatu yang berat akan terjadi lagi nanti.
Aku tidak mau menaruh semua kepercayaan dan harapanku pada Bara, tapi juga tak bisa memungkiri jika dia selalu mampuh mengambil kendali pada diriku nyaris sepenuhnya. Jadi meski aku termasuk orang yang sangat kaku untuk mengatakan jika aku mencintainya, tapi perasaaan itu nyatanya tak pernah hilang sejak dulu.
Aku mengusap perutku yang masih datar. Berharap tak terlalu lama bisa mengandung anak ke dua kami. Rasanya aku ingin segera merasakan sesuatu yang harusnya kurasakan sejak hamil Shasa dulu— ditemani Bara.
***
Bara sedang apa ya? Seharian ini dia tak memberi kabar. Aku melihat alat pengukur waktu yang menunjukan pukul sepuluh malam, kurasa dia belum selesai manggungnya.
"Rin, kamu balik duluan aja udah malem, barang Wardrobe biar masuk ke mobilku. Kan kamu masih drop Riska juga nanti."
Suara Mas Arman membuatku menoleh. Dia datang setelah selesai merapikan kamera yang ia gunakan untuk merekam moment resepsi tadi.
"Mas Arman belum selesai juga?"
Dia menggeleng, entah untuk jawaban iya atau tidak. Tapi sekarang dia malah ngeluarin kameranya dari dalam tas lagi, "kalau kru sanggar udah turun, kita foto bareng dulu kali ya buat kenang-kenangan di sini," usul Mas Arman.
Setelah meneliti lensanya, Mas Arman lantas berteriak memanggil semua tim yang berada di hall untuk foto bersama.
“Oh iya, Mami tadi ngabarin, karena pencapaian tahun ini kita grow hampir seratus persen dari pada tahun lalu, sanggar kita ramai juga bulan ini, maka Mami memutuskan bonus tahun ini ada tambahan. Teman-teman bisa cek rekening besok pagi. Selain itu karena sudah nyaris tiga Minggu ini kita selalu ada job bahkan kalian nyaris nggak ada liburnya hampir sebulan, kita di kasih libur sampai hari kamis," ucapku memberikan penjelasan kepada tim dan sontak semua tim berteriak senang.
"Hari Jumat karena kita ada event lagi di Depok, makanya kita harus masuk."
Aku turut senang melihat mereka antusias. Sebagai seseorang yang sudah berkeluarga dan tidak memiliki hari libur pasti, mendapat jatah libur panjang itu sangat menyenangkan. Setidaknya meski hanya untuk bersantai di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
APOLOGY [TERBIT]
Literatura Feminina[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021