A P O L O G Y|37

3.1K 702 81
                                    

Hallo, happy reading, Love..

Mengurus Shasa dan Bara yang sama-sama sakit, membuatku akhirnya mengurangi kegiatan di Sanggar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengurus Shasa dan Bara yang sama-sama sakit, membuatku akhirnya mengurangi kegiatan di Sanggar.
Terlebih kemarin Bara mengajukan di pindah satu kamar dengan Shasa, sebab Shasa merengek ingin bertemu dengannya dan kami kesusahan membujuknya. Beruntung, keadaan Bara sudah sedikit membaik meski ruam merah masih belum sepenuhnya hilang.

"Sore ini kalian sudah bisa pulang," ucapku begitu selesai mengurus administrasi mereka. Kini dia tengah berada satu brankar dengan Shasa, keduanya entah sedang bermain apa di ponsel.

"Nggak bisa besok aja pulangnya? Kayaknya aku betah di rumah sakit."

Aku hanya bisa mengeleng heran melihat tingkah Bara. Sementara Shasa tidak terpengaruh, dia terlihat senang melihat ponsel Bara.

"Awas kamu biasain Shasa main ponsel."

"Sebentar doang, Yang. Dia lagi lihatin video anak-anak." Ucapnya mencoba membela Shasa.

Menunggu dokter dan perawat melakukan pemeriksaan terakhir sebelum pulang, aku memilih membereskan baju Shasa dan Bara serta beberapa barang yang harus di bawa pulang.

"Ibuk, Shasa boleh pulangnya ke rumah Ibuk nggak?"

Pergerakanku yang tengah melipat baju Shasa terhenti. Saat aku menoleh padanya, kini dia sudah melepaskan ponselnya. Dia duduk sembari melihatku penuh harap.

"Ke rumah Bunda, ya, Kak? Kita di jemput papa Tama setelah ini."

"Shasa pengin bobok di rumah Ibuk, sama Yayah juga," ucap Shasa dengan suara terdengar lesu. Tapi nampaknya ada seseorang yang langsung menyahut setuju.

"Ide yang bagus, Sha. Jadi kita bisa pulang sama-sama," usul Bara semakin menjadi-jadi.

"Nggak bisa, Kak. Yayah juga mesti pulang ke Jakarta. Ibuk ikut bobok di rumah Bunda aja gimana?"

Meski terlihat enggan akhirnya Shasa mengangguk. Kedekatannya dengan Bara memang semakin menunjukan kemajuan. Bahkan aku sendiri sampai bingung melihat kedekatan mereka, seperti kemarin malam Shasa tidak berhenti menangis Saat mendengar Bara juga sakit, dia langsung memaksa bertemu. Jadilah mereka tidur satu kamar hanya saja dengan brankar yang berbeda.

"Aku masih lemes, yang. Nginep di rumahmu aja, ya?"

"Nggak!" tolakku keras, "Kamu mau aku jadi gunjingan tetangga?"

"Balik, Bar. Lagian managermu juga mau jemput kamu sekarang," Lanjutku dan diiringi decakan kasar darinya. Tapi aku tidak peduli, sedari kemarin Bara terus saja di telepon oleh managernya karena harus ada pekerjaan yang harus Bara kerjakan.

APOLOGY  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang