Terima kasih untuk emotion lovenya di part 42 dan sebagai gantinya, sekarang aku akan kasih ini...Happy reading, Love ❤️❤️❤️❤️❤️
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Shasa, pagi tadi Mbak Hani menelponku dan mengajakku sama-sama menjemput Shasa di TPA. Kata Mbak Hani ada sesuatu yang hendak dia bicarakan dan aku menyetujuinya karena ini tentang Shasa.
Pukul dua siang, aku memutar kemudi untuk menjemput Mbak Hani di rumah. Semenjak mendekati hari perkiraan lahiran, Mbak Hani tidak lagi sesering dulu pergi ke resto. Di rumah aku sempat bertemu dengan Mami dan kami ngobrol sebentar sembari menunggu Mbak Hani berganti pakaian.
"Mami dengar kamu mau ajak Shasa ke Jakarta, Rin?"
Aku mengangguk mendengar pertanyaan Mami, lalu mengeser kursi makan dan ikut bergabung di sana. Menikmati salad buah bikinan Mbak Hani.
"Teman Rindu nikah, Mi. Aku nggak enak kalau enggak datang, dulu aku banyak repotin mereka soalnya."
"Yakin mau ajak Shasa?"
"Ya habisnya gimana, Mbak Hani udah masuk HPL sedangkan semua pasti akan sibuk nanti. Jadi, mending Shasa aku ajak sebentar, mungkin juga cuma sehari, Mi," jawabku setelah memasukan sepotong buah ke dalam mulut.
Kalau ditanya yakin atau tidak, sebenarnya juga aku tidak begitu yakin. Tapi Bara memberikan jaminan kami akan aman di sana nanti.
"Mami juga enggak masalah sebanarnya, Rin. Soalnya Shasa agak sedikit manja belakangan ini, dia cuma mau Hani yang ajak kalau enggak kamu," ucap Mami kemudian, "Tapi di sana hati-hati, ya. Mami sedikit nggak tenang tiap kali kamu ke Jakarta. Tante Tria cerita bagai mana masalalumu dengan keluarga Ayahnya Shasa."
Aku tidak tahu persis mereka berbicara soal apa, tapi tidak bisa dipungkiri jika keributan Tante Ajeng waktu pernikahan Alana pasti menyebar.
"Mami nggak akan ikut campur, Rin. Tapi jangan takut sama apapun, apa lagi sama manusia. Kalau kamu merasa benar. Mami nggak akan biarkan kamu di sakiti wanita itu lagi.""Mami nggak usah khawatir, aku enggak apa-apa, Mi. Sejauh ini Tante Ajeng baru dua kali datang ke Jogja dan mengusikku. Katanya beliau sekarang sakit, jadi semoga kami nggak ketemu di sana nanti."
"Ya sakit, hidupnya penuh kebencian. Penyakit mudah masuk ke badan. Seorang Ibu berhak memperjuangkan kebahagiaan anaknya, tapi kalau sudah ada darah lain yang mengalir dan itu darah anaknya, terima. Apa dia pikir anak-anak tidak akan membawa karma?"
Aku tidak tahu hendak berkata apa untuk menanggapi Mami, tapi dalam hati tentu aku setuju. Hidup bukan soal karma tapi bagaimana hukum tanam tuai pasti ada. Siapa yang menanam kebaikan akan mendapat balasan meski bukan dari orang yang sama, atau sebaliknya ketika kita menyakiti seseorang maka ada waktunya kita akan merasakan hal yang sama pula.
Ini adalah pengingat, sebaik-baiknya manusia, lebih baik dia yang bisa menjaga hati dan kehormatan sesamanya. Tidak peduli usianya berapa atau dari kasta apa, di mata Tuhan kita sama, yang berbeda hanya bagaimana cara kita menilai sesama manusia.
"Ayo Rin berangkat!"
Mbak Hani keluar dari kamar, perutnya benar-benar sudah besar bahkan terlihat kesusahan membawa dirinya sendiri."Kalian hati-hati, nanti pulang sekalian jemput Nana di Sanggar kan, Rin?" tanya Mami, kemudian kujawab dengan anggukan.
"Iya setelah jemput Shasa nanti langsung jemput Nana, Mi."
"Terima kasih, ya, Rin." Balas Mami setelah aku berpamitan dan mencium pungung tangan beliau.
***
Dalam perjalanan ke TPA, Mbak Hani mulai bercerita tentang perubahan sikap Shasa yang kian terasa aneh belakangan.
Shasa terlihat tidak menyukai Adik yang ada di perut Mbak Hani, beberapa kali dia merengek dan menangis memaksa di gendong, atau ketika Mas Tama membuat susu untuk Mbak Hani dia pasti marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
APOLOGY [TERBIT]
Literatura Kobieca[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021