A P O L O G Y|40

2.8K 760 143
                                    

Hallo, sebelum baca part ini, please drop emotion love dulu, boleh?

Aku saranin tim Yayah jangan baca ini, ya. Kalau nekat baca, aku nggak menanggung sakit hatimu.

Sejujurnya aku sadar, sebanyak apa keluarga ini menyayangiku dan Shasa, aku bukan bagian darah dari mereka. 
Kecewa dengan pilihan Mami? Aku mana ada hak untuk itu.

Dari awal memasuki rumah ini aku hanya orang asing yang sangat beruntung di rawat oleh mereka. Aku bisa kuliah dengan uang Mami meski aku juga cukup tahu diri untuk membantu beliau mengurusi sanggar dan melakukan pekerjaan rumah. Tapi, kurasa dibanding itu, aku dan Shasa lebih beruntung karena mendapatkan kasih sayang selayaknya keluarga di rumah ini.

Aku tidak marah ketika Mami memilih Kirana dengan beberapa alasan. Orang tua mereka bersahabat, selain itu perbedaan diantara kami adalah; aku dulu datang ke sini dalam keadaan hamil dan kehilangan keluarga sedangkan Nana? Dia perempuan bersih bahkan caranya berucap sangat sopan.

Aku kalah dalam hal apapun kecuali cinta mas Lucas. Dia terlihat sekali menjaga jarak dengan Nana meski aku sendiri sudah memintanya bersikap biasa saja.

"Ibuk, hari ini Shasa nggak boleh ke TPA? Kalau ikut Ibuk boleh?"

Aku baru selesai mengganti baju Shasa, kemudian menyisiri rambutnya hingga rapi.

Aku baru selesai mengganti baju Shasa, kemudian menyisiri rambutnya hingga rapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Shasa di rumah, ya, sama Bunda. Shasa masih belum sembuh dan butuh istirahat."

"Bunda nggak kerja?"

“Bunda di rumah, tapi nanti harus jadi anak baik sama Bunda. Nggak boleh minta gendong lagi sama Bunda karena di dalam perut Bunda sudah ada Adek."

"Nanti adeknya nangis, Iya?"

Aku mengeleng, terlebih ketika wajahnya mengerjab lucu menunggu jawabanku.

"Bukan, tapi perut bunda nggak boleh buat angkat yang berat-berat. Dedek di perut bunda biar lahir dulu baru boleh gendong lagi."

"Sakit?"

Kali ini aku mengangguk dan menciumi wajah Shasa. sekarang, aku hanya punya Shasa, dia satu-satunya seseorang yang memiliki aliran darah sama denganku. Barangkali keputusanku untuk menerima Mas Lucas terlalu lama adalah petunjuk jika aku tidak perlu lagi memikirkan kebahagiaanku tapi kebahagiaan Shasa saja.

“Ayo keluar, sarapan dulu terus minum obat."

Sembari mengandeng Shasa keluar, aku memeriksa tas agar tidak lupa membawa barang pribadi ku. Setidaknya memastikan ponsel dan dompetku sudah di dalam tas.

Di ruang makan sudah ada Mami, Papi, Mas Tama, Mbak Hani, dan Kirana. Tidak tau di mana keberadaan Mas Lucas, meski aku sedikit mengkhawatirkannya sekarang.
Dia bukan tipe anak yang akan membantah Mami, bahkan Mbak Hani pernah cerita, jika Mas Lucas tidak banyak memiliki teman karena dia lebih nyaman di rumah semasa sekolah.
"Mbak, aku titip Shasa, ya. Obatnya untuk siang udah aku siapin di meja kamarnya."

APOLOGY  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang