24. Problem

48.1K 9.6K 5.7K
                                    

Yang kangen? Masih setia  nunggu gak nih?

***

Hening, hanya ada suara pisau Seina yang dia gunakan untuk mencincang bawang putih dan merah, cabai dan lainya. Kepulan asap rokok membuat Seina menghela nafas pelan. Meletakkan pisaunya dengan
keras membuat Allard tersentak.

"Mati lo, matiin rokoknya!!" Seina mengangkat pisau tadi, mencondongkanya kearah Allard membuat cowok itu memundurkan wajahnya, jika tidak maka wajahnya sudah terkena ujung pisau Seina yang tajam itu.

"Iya iya," Allard menyingkirkan pisau Seina, mematikan rokoknya yang masih tersisa setengah. Cowok itu tetap anteng menyandarkan tubuhnya ke meja dapur, melihat aktivitas Seina yang meracik bumbu untuk masak.

"AAAAAA!!"

"Eh anjir," kaget Allard. Cowok itu meninggalkan dapur, pergi ke depan rumah mendapati Ares yang naik kearah bangku dengan wajah konyolnya. Balita itu baru saja main dengan Ghani disini, dan dimana Ghani sekarang?

"Kenapa sih?" Allard meraih tangan Ares, menyuruhnya untuk turun.

"APAAA!!!!"

"Apasih Res, Ya Allah. Gak usah teriak, itu tetangga pada dateng ntar gosip lagi." Allard menyuruh Ares untuk turun dari bangku yang berada didepan rumah Seina.

"Aaaaaa!!!"

"Heh bocil! Mulutnya!" Allard dengan cekatan menggendong Ares. Balita itu naik tinggi-tinggi ke tubuh Allard membuat cowok itu oleng.

"Coa," gumam Ares sambil nyengir tak merasa bersalah pada Allard.

"Coa apaan?"

"ITU LOH!! APA LIAT!!"

Allard tersenyum terpaksa kala wajahnya basah air liur Ares yang nyemprot saat teriak didepan wajahnya. Tapi cowok itu menunduk menatap apa yang ditunjuk Ares, kecoa.

"Halah cowok kok takut begituan, gak macho!"

"Acho?"

"Macho," koreksi Allard mengecup pipi Ares singkat. Cowok itu menampilkan senyum lembutnya, berbeda dengan hatinya yang berkecamuk bingung. Nanti sore dia dan Seina akan bertemu dengan orang yang mengaku sebagai orangtua Ares. Tak rela, senang, sedih, dan pusing menjadi satu. Senang? Itu mungkin hanya pemikiran sesaat dari Allard, mana mungkin dia senang saat Ares akan pergi? Dia kelewat menyayangi balita itu.

Allard mendudukkan Ares diatas meja makan. Dia sendiri duduk di kursi menghadap Ares. Seina tetap sibuk memasak, tak peduli dengan kedua orang itu.

"Sei," panggil Allard.

"Hem?"

Allard melirik Ares sekilas. "Kalau  semisal itu bener, kita lepas."

Seina diam, mematikan kompor miliknya. Lalu duduk disamping Allard, yang membuat Ares tersenyum manis memperlihatkan gigi giginya yang kecil. "Angen Aammma.." Seina memeluk Ares sekilas.

"Setiap hari sama Mama kok kangen," cibir Seina mengelus pipi gembul itu sayang.

"Ium."

Allard melotot kala Ares memonyongkan bibirnya maju kearah Seina. Emang ya, bocah menang banyak.

Seina tertawa, memajukan wajahnya.

Cup.

"Laagiii… Ama ndak cayang Ama Ales? Apa kalau ium Aless banyak."

"Ya kan cuma pipi Res, lah itu," balas Allard tak terima. Meneguk ludahnya kala Seina mengecup bibir Ares lagi, walaupun terkesan Ibu dengan anak…. Dahlah. "Cipokan bibir," gumam Allard tak jelas, mengusap wajahnya kasar.

Our Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang