15. Hukuman

76.1K 10.6K 4.4K
                                        


Yang nungguuuu?

Yang nungguuuu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aleessss!!!!

*****

Allard mengusap rambutnya pelan. Matanya masih berat, dia ketiduran bersama Ares dikamar. Langkahnya menusuri dapur. Membuka kulkas lalu mengambil minuman kaleng miliknya.

Sayup-sayup terdengar suara televisi yang masih menyala membuat Allard tersedak. Dia bahkan lupa masih ada Seina disini.

"Tidur gih, kamar gue. Tadi ketiduran guenya," ujar Allard mendekati Seina yang duduk anteng disofa. Matanya menatap fokus televisi menyala menampilkan salah satu film.

"Gak mau, disini aja tidurnya."

Allard menghela nafas, duduk disamping Seina. Kepalanya menoleh menatap gadis itu. "Nggak gue apa-apain," balasnya membujuk.

Seina menoleh, mengernyit heran melihat luka lebam diwajah Allard. Tanganya terulur menyentuh pelipis Allard. "Lupa ngobatin," ujar Seina pelan.

Luka dengan darah kering sedikit disana. Setelah acara ribut-ribut tadi, Ares tidur dengan Allard dikamar cowok itu. Sedangkan Seina sendiri masih asik menonton televisi.

Allard berdecak, menepis tangan Seina pelan. Matanya melirik jam dinding, jam menunjukkan pukul 3 pagi. Semalam itu memang, mereka sampai di apartemen bahkan sudah jam 1 lebih.

"Yaudah," cuek Allard. Meraih bantal sofa kemudian tidur terlentang dengan kaki yang mendorong-dorong tubuh Seina.

"Bapak nggap punya adab ya gini!" sentak Seina menggeplak kaki Allard keras. Tatapanya berubah melembut, membiarkan Allard menumpangkan kaki panjang cowok itu ke pahanya. "Gak ngantuk. Laper Lard," curhat Seina.

Allard mendongak. Senyumnya berubah lebar, cowok itu terduduk semangat sampai wajahnya sangat mencondong kearah Seina. "Sama," cengir Allard.

Seina meraup wajah Allard kasar sambil terkekeh saat nafas Allard terasa diwajahnya. "Terus?"

"Bikin mie sono Sei, laper. Pake cabe, tomat, banyakin biar kuahnya jadi merah gitu. Busettt, gue baru bayangin anjirr!!" ujar Allard heboh.

Seina memutar bola mata malas. Dia lagi yang bekerja, susahnya berada diapartemen Allard ya gini, harus siap lahir batin jadi babu dadakan. Cewek itu mengambil bantal sofa milik Allard. Memeluknya sambil memejamkan mata membuat Allard mendengus kasar.

"Ah kok gitu?!" teriak Allard tak terima. Oke, sifat bar bar dan tak tau malunya ini mungkin hanya bersama Seina.

Seina tak peduli, memejamkan matanya erat. "Gak jadi laper, mau merem. Lo diem," ujar Seina.

Allard tersenyum tipis, mengusap rambut Seina lembut sebelum mendekatkan wajahnya. Hal itu tentu saja membuat mata Seina langsung terbuka lebar. Mematung kala jarak wajahnya hanya tinggal beberapa senti dengan wajah Allard.

Our Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang