53. Jalan-Jalan

24.3K 4.6K 1.1K
                                    

Jam berapa kalian baca ini?

****

"Bantuin dong!"

"Appan nyet?!"

"Lo semua bikin drama apa kek didepan bokap gue, biar bisa batalin buat kuliah di luar negri."

"HEH ANJING!"

"LO SERIUSSS?!"

"LARD LO MAU NINGGALIN KITA?"

"UNPREN KITA SEKARANG!!"

Allard memijat kepalanya pusing, tubuhnya berguncang karena ulah Rio yang terus-terusan menggoyangkanya. Dia sudah menyangka akan begini reaksi mereka. Tapi juga tak seheboh ini, apalagi ini masih di kantin. Tentu banyak orang yang memusatkan perhatianya pada Allard sekarang.

"Jangan teriak-teriak, lo tau gue berantem sama Seina gara-gara itu," ujar Allard sambil melirik Seina yang makan dengan tenang dibagian pojok kantin. Saat diajak bersama Allard dan kawan-kawan tadi, Seina menolaknya.

"Gue kalau jadi Seina, gue bunuh lo," ujar Lintang kesal.

Memang, pertemanan bereka bukan sebentar, sejak maauk SMA bahkan beberapa dari SMP mereka sudah berteman dekat. Seperti dia dan Erlan yang sudah berteman sejak semasa bayi. Reaksi Erlan terhadap ucapan Allard hanya melirik sekilas. Cowok itu melengos melanjutkan kembali makanya.

"Tapi gue udah nolak, lo semua tau kan sifat si tua itu kaya gimana," ujar Allard.

"Jangan kualat Lard, gue kalau jadi anaknya Om Bagas bakal gue porotin duitnya sampai habis sebelum kabur dari rumah," ujar Andra mengalihkan pembicaraan.

"Bilang aja lo nggak mau, lagian selama ini lo udah bantuin jadi asisten dia juga di kantor. Harusnya kalau cuma buat ngurus kantor lo udah paham kan kaya gitu. Disini banyak banget kampus bagus-bagus, Papa lo rempong," ujar Naresh kesal sendiri terhadap kelakuan Bagas yang selalu semena-mena.

Allard menggebrak meja dengan keras. "NAH!"

"Apasih yang nggak gue lakuin buat dia!"

"Nikah lagi, gue jabanin."

"Suruh kerja kantor, gue turutin."

"Apa coba apa?"

"Lo kan nyolot sama Bapak lo," ujar Erlan dengan wajah datar.

Allard diam, menampilkan wajah sinis. Iyasih, dia kan nggak berbakti. Cowok itu merogoh ponselnya yang bergetar dari dalam saku. 

"Panjang umur," gumam Allard melihat nama Papanya tertera dilayar telfon.

"Apa?" ujar Allard tanpa basa basi.

"Nanti malam, harus pulang kerumah."

****

"TADAAA!!"

Allard menatap Seina dengan wajah datar. Sedangkan Ares mengikuti tingkah Seina yang kegirangan. Kemarin, Ares bilang padanya untuk pergi ke taman bermain sekalian membuat Seina senang dan tidak terlalu sedih. Malah gadis itu menolaknya mentah-mentah.

Mereka berdiri didepan mall di pusat kota. Seina mengiming-imingi Ares akan membelikan banyak mainan jika balita itu setuju. Sekarang hanya wajah Allard yang sepet. Seina itu seperti ibu-ibu pada umumnya jika diajak berbelanja. Sangat lama, lama, dan lamaa.

"Gue baru dapet gaji dari mbak Ratna," ujar Seina pamer.

"Alah, palingan nanti minta dibayarin," sinis Allard.

Seina hanya tertawa. Allard cuma bercanda jika hal-hal menyangkut tentang uang. Biasanya juga cowok itu yang selalu memaksa untuk membelikanya ini itu, tapi sering kali memutar balikan fakta. Lagian kan Allard kaya, mana mungkin jadi miskin cuma karena Seina porotin. 

Our Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang