4. Tentang Fitnah

92.2K 13K 4.5K
                                    

Seina berjalan pelan menyusuri koridor. Tersenyum manis kala bertepatan dengan senior maupun anak seangkatanya. Kalau sama anak kelas 10 mah dibales senyum. Beda lagi kalau sama senior.

"Gak usah sok ramah, besok juga bakal ketahuan sifat aslinya,"

Raut wajah Seina berubah datar menatap cewek yang ia tau seniornya itu. "APA LO?!" teriaknya keras membuat gerombolan mereka tersentak.

"Songong njir!" balas salah satu cewek lainya.

Raut wajah Seina kembali ramah. "Kakak senior ku tercinta. Tadi katanya sok ramah, pas gue ketusin kok hujat?" sarkas Seina. Ia tak peduli, malah melanjutkan jalannya.

Seina itu orangnya gampang. Gak mandang status, dia miskin mereka kaya. Tapi sama-sama manusia kan? Mereka baik dia baik. Mereka hujat ya hujat balik lah. Gampang!

Tak ayal jika Seina sudah dikerubungi banyak teman sekarang. Gadis itu ceplas ceplos. Walau kadang ada hal yang tak mereka mengerti tentang Seina. Bisa tertawa didepan mereka, tapi tak jarang mereka menemukan Seina berada ditaman belakang sendiri. Hanya diam.

Walau baru 2 Minggu menjalin teman mereka sudah mengerti sifat Seina.

"Piuwit!!"

Seina mengernyit mendengar godaan itu. Cowoknya nggak siul malah ngucap. Tepat didepan sana ada gerombolan anak laki-laki. Tak banyak, hanya 6 orang.

"Wiuw! Dedek gemes nih!" ujar Lintang, cowok itu menyugar rambutnya ke belakang.

"Iya Kak?" balas Seina canggung. Ia hendak melanjutkan berjalan sebelum cowok itu menariknya.

"Mon maap, bukan muhrim hehe," cengir Seina melepaskan tangan Lintang pelan.

Lintang menganga, orang ganteng ini hei! Mendengus kala teman-temanya malah tertawa ngakak.

Dan dari situ Seina baru sadar kalau ada Mas Bapaknya si Ares. Jadi Allard kakak kelasnya?

"Kenapa Dek?" tanya Andra sok imut. Dek dek an segala.

Seina meringis malu, ini dia malah kejebak diantara keenam cowok. Walau ganteng sih, tapi kan rasanya nggak enak. Apalagi kalau mau pergi ditahan mulu.

"Lepasin kenapa sih, kasian mukanya udah sepet gitu," komentar Allard santai. Cowok itu duduk dibangku koridor dengan satu kaki dinaikkan keatas.

Dering telfon dari saku rok Seina membuat gadis itu bersorak. "Permisi," ujar Seina langsung lari begitu saja membuat mereka melongo. Tidak dengan Allard yang malah ikutan bangkit.

"Mau kemana?" tanya Andra.

"Dih, kepo amat lo!" balas Allard sewot.

_ _ _

Seina mengambil ponsel miliknya disaku. Sejak perjalanannya dikoridor sampai dibelakang sekolah terus saja berbunyi. Nama Ibu Desi tertera dilayar membuat Seina langsung menangkatnya.

"Sei," panggil Bu Desi dari sambungan. Vidio call membuat Seina bisa melihat wajah wanita itu.

"Kenapa Bu?" tanya Seina sopan.

Ia hanya menebak ini ada urusanya dengan Ares. Kemarin setelah dia tau asal usul Ares, balita itu tetap dirumahnya. Tak mau tinggal dipanti asuhan, alasanya karena tak mau. Itu aja. Walau sebenarnya jika Seina maupun Allard sekolah pasti dititipkan kesana.

"Ares kangen katanya,"

"Ammaaaa!!" teriakan itu membuat Seina tersenyum canggung. Ia tak biasa.

"Iya?" balas Seina lembut.

Gadis itu masih membiasakan diri selagi Ares bersamanya dan polisi sedang menyelidiki asal usul Ares. Sebenarnya agak risih, bahkan Ares tau kalau Seina bukan Mamanya. Tapi tetap kukuh memanggil Seina dengan sebutan seperti itu.

Our Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang