Yang kangen manaa?___
"Neng, sini sama Abang! Jan malu-malu,"
Andra bersiul pelan menggoda seorang cewek yang kebetulan lewat didepan mereka. Cewek itu mengernyit, kemudian tersenyum sopan mengeratkan jaketnya.
"Astagfirullah, muka gue muka-muka pedofil ye?" tanya Andra menatap mereka melas.
Lintang ngakak, "bukan lagi, muka surem kaga ada cewek yang mau deketin,"
Jleb!
Andra memegang dadanya lebay seolah sakit hati dengan ucapan Lintang. Oke, Andra akui Lintang itu ganteng, putih. Tapi Andra juga ganteng, bedanya cuma kulitnya agak gelap sedikit. Itu pesona sendiri ya bagi Andra. Jangan maen-maen.
Kalau Andra sudah ngeluarin jurus pelet terbarunya pasti pada bakalan tepar. Klepek-klepek.
"Eh, Lard. Lo pacaran ama Seina apa cuma drama doang?" tanya Rio heboh. Matanya menatap Allard yang sedari tadi hanya diam memandang lurus kedepan.
"Kuping Allard ada gangguan?" Lintang berbisik ke arah Naresh saat Allard hanya diam tak menjawab.
"Iya kali, dijutekin Allard lebih mending daripada Allard diem kek gini," kali ini Andra yang menyahut.
Eh ini Andra gak bermaksud apa-apa. Setiap hari mendapat kalimat pedas dari Allard dan kini laki-laki itu hanya diam membuat Andra sedikit, kangen. Pasalnya Allard dari tadi juga hanya diam tanpa menghujat, seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Lard, jangan kerasukan ah!" balas Nares takut-takut.
"Aurel balik,"
Ucapan Allard itu membuat mereka yang sedari tadi bercanda terdiam. Pantas Allard sedari tadi diam banyak pikiran seperti itu.
"Aurel adik lo?" tanya Naresh hati-hati.
Allard tak menjawab membuat mereka paham. Allard tak suka jika ada orang yang menyebut Aurel itu adalah adiknya. Erlan juga terdiam, tak bisa berkata apa-apa. Bingung lebih tepatnya.
"Mungkin malem ini sampe rumah, males pulang," ujar Allard kemudian. Satu kakinya terangkat ke atas kursi. Matanya menatap langit malam yang gelap, hanya diterangi beberapa bintang kecil diatas sana.
"Dia adik lo,"
Perkataan Erlan membuat Allard mengepalkan tanganya. Cowok itu bangkit, menatap Erlan tajam. "Nyatanya lo ngerasain apa yang gue rasain. Jangan terlalu nyudutin gue karena gue tau lo juga tau akan hal itu!"
Allard meraih kunci motornya yang tergeletak diatas meja kasar. Tak akan pulang kerumah karena itu akan menambah kemarahan Allard. Apartemen? Tidak buruk, tapi lebih baik rumah Seina.
Mungkin, kalau tidak diusir.
___
Seina meniup poninya kesal. Dari tadi, rasanya bosan. Matanya melirik malas Pak Didin yang hanya berceloteh menjelaskan panjang lebar materi hari ini.
"Di, kembaran lu noh. Ah, ngantuk gue kalau kaya gini," Seina berujar menatap Didi yang duduk dibangku depanya.
"Alhamdulillah, gue punya kembaran pinter." jawab Didi kalem.
"Nad," rengek Seina menoleh kesamping.
Nadia, cewek itu mencoba tak peduli cuek dengan rengekan Seina. Gadis itu akan selalu seperti ini.
"Huft," Seina kini duduk tegak memperhatikan penjelasan Pak Didi.
Cewek itu memijat keningnya pelan, Seina termasuk golongan anak pintar, dia masuk sekolah juga hanya karena beasiswa. Tapi namanya Seina kadang suka khilaf pas pelajaran. Tidur lah, ngantuk lah, ada aja alasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny [END]
Teen FictionNemu anak? Loh, yang tanggung jawab siapa dong? Putra Allard Aditama. Pangillanya Allard, bukan Putra maupun Tama. Si brandalan yang sialnya sangat tampan. Allard itu seperti bunglon. Kadang cuek, kadang galak, kadang gila, kadang dingin. Tapi yang...