25. Cemburu?

60.9K 10.1K 6.8K
                                    


Kan kan double

****

Seina menepis kasar tangan Allard yang menoel-noel pipinya. "Masa kita dikira macem-macem," ujarnya cemberut menelungkupkan wajahnya ke lipatan tangan yang menumpu lutut.

"Ya emang macem-macem."

Seina mendongak dengan cepat, lebih cepat lagi kala menjambak rambut Allard kencang.

"ARRGH!!"

"HUAAA!!!"

"Mampus bangun," gumam Seina melepaskan jambakanya. Tak peduli dengan Allard yang menutup kepalanya erat takut Seina menjambaknya lagi. Seina sendiri menghampiri Ares disofa paling ujung, balita itu terduduk menangis sesenggukan dengan pipi gembilnya yang basah air mata.

"Cuuppp, Papa nakal? Nanti tabok, kamu kebangun denger teriakan Papa kamu, kan?"

Allard yang sedang menelungkupkan wajahnya ke sofa mendongak menatap tajam Seina yang tiba-tiba menyalahkanya.

"Elu yang jambak dodol!!"

"Papa kamu mulutnya gak pernah di ruqiyah, jadi gitu. Kamu jangan ikut-ikutan."

Allard tak mau mendengar fitnah yang keluar dari mulut Seina lagi. Setelah melihat Ares digendong Seina, cowok itu mengambil alih sofa, tidur terlentang dengan kepala yang miring menatap tajam Seina.

"Sei, jangan ajarin anak kecil fitnah." Ujar Allard lembut, terkesan menjijikan bagi Seina. "Mamanya Ares kan anak baik, cantik, imut, jangan jadi cewek lemes ya.."

Ares mengernyit mendengar ucapan Allard, "Ama emes!"

"Ck," decak Seina. "Ajaran gue gak pernah dicontoh Ares selain yang baik. Lah elo, bilang kata ini itu ditiruin Ares semua."

Allard mengangkat Ares dengan posisi tidurnya, lalu mendudukan balita itu ke perutnya. "Ares kalau semisal gak sama Allard sama Mama gimana?"

Seina diam, sedikit geli dengan ucapan Allard yang menyebutkan namanya sendiri didepan Ares. Tapi dia juga ingin melihat respon balita itu.

Tatapan polos Ares berubah sedih, bibirnya melengkung kebawah dengan mata yang berkaca-kaca. "Apa janji ama Ales, duyu au sama Ales teluss.."

Allard melirik sedikit kearah Seina yang kini mengalihkan tatapanya ke televisi yang menyala. "Kan Ares punya keluarga," jawab Allard lagi.

Ares diam, air mata mengalir disudut matanya. Tanpa aba-aba balita itu turun dengan hati-hati dari pangkuan Allard, berjalan memeluk Seina sambil menangis kencang.

"HUAAAA!! HIKS!"

Seina yang kaget langsung menggendong Ares sambil berdiri, memberi isyarat pada Allard agar tak mengatakan hal itu. "Ngga kok, Papa kamu cuma bercanda.."

Allard merubah posisinya menjadi duduk. "Kadang anak kecil juga harus tau keadaan, tau kenyataan Sei, jadi dia gak berharap terus. Kenyataanya dia bakal pergi, kita bisa apa? Tugas kita udah selesai setelah ini."

Seina tak menjawab pernyataan Allard, gadis itu menjauh menenangkan Ares yang masih menangis. Dia jadi ragu kalau Allard memang menyayangi Ares. Dia terlalu memaksakan, walau ucapan Allard memang tak salah, tapi Ares masih kecil untuk memahami rumitnya dunia luar.

"N-nda auu.. Ales sama Apaa.." serak Ares menyembunyikan wajahnya dibahu Seina.

Gadis itu diam tak menjawab lagi, hanya mengelus punggung Ares pelan.

"Sei," panggil Allard. Saat Seina menoleh, cowok itu mengisyaratkan untuk mengikuti Allard ke ruang tamu rumah Seina.

Tak banyak bicara, Seina mengikuti Allard. Hanya beberapa detik sampai, rumahnya tak terlalu luas lagian, malah tergolong kecil. Hal yang pertama kali didapatnya adalah pria paruh baya dengan setelan jas lengkap, membuat Seina menahan nafasnya selama beberapa detik. Ares masih tak tau apa-apa, balita itu memang berhenti menangis, tapi tetap menenggelamkan wajahnya di bahu Seina.

Our Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang