55. Pelaku 2

23.6K 4.6K 787
                                        

Tandai typo ya! Jam berapa bacanya?

****

Kepulan asap rokok hadir di dinginya malam. Hawa dingin yang menusuk, mengharusnya banyak orang untuk masuk ke dalam, dan tertidur lelap. Bagas menatap langit malam dihiasi bintang diatas.

Dia selalu berfikir apa yang dilakukanya adalah sebuah kesalahan? Dia tak pernah berfikir mendidik Aurel menggunakan kekerasan, sama sekali tidak. Tapi untuk Allard, dia sudah menetapkan sejak awal tentang hal ini.

Bagas tau bagaimana kesalahanya menghancurkan seluruh hidup Allard, berselingkuh, itu bukan suatu hal yang dibanggakan. Tapi sejak meninggalnya Ibu Allard, dia hanya berfikir bagaimana cara mendidik Allard agar menjadi seseorang yang bisa diandalkan suatu hari nanti.

Tipe orang yang tak bisa melakukan semuanya dengan kata-kata, itu yang Bagas alami sekarang. Allard selalu dimanja oleh Ibunya, Jika dia terus membiarkan Allard bergantung padanya. Itu akan sangat menyusahkan.

Dia tak pernah tutup mata dengan sifat Allard yang tak suka dengan Ibu barunya. Mereka tak akan pernah akur. Jika takdir berkata lain, dan Bagas sudah tak bisa mengawasi kehidupan Allard, dia hanya takut akan banyak musuh berselimut di keluarga yang menyerang Allard nantinya.

Dan Bagas resmi berhasil. 

Sesuai dengan didikanya yang keras, Allard juga menjelma menjadi seseorang yang keras. Sifat egois dan gensi tinggi. Allard pasti akan sangat susah dihancurkan oleh banyak orang munafik diluaran sana. Dalam hal ini, dia merasa berhasil membentuk kepribadian Allard. Seseorang yang akan menjadi tulang punggung, serta penerus keluarga yang bisa diandalkan.

Beberapa Minggu yang lalu saat Bagas dan Allard bertengkar, sampai bagaimana Allard menangis menyampaikan semua unek-uneknya selama ini. Pria itu tertampar. Dia terakhir melihat Allard menangis didepanya, mungkin sudah 4 tahun yang lalu. Dimana Allard menangis seorang diri disamping kolam renang karena sindiran kasar dari beberapa orang dari keluarga besar menyangkut Ibu Allard.

Dia tau itu, karena sejatinya dia selalu mengawasi setiap gerak-gerik Allard dari jauh. Soal dia bertanggung jawab dengan anak kecil, dia tau itu. Bagas hanya menunggu sampai Allard berbicara sendiri. Tapi tidak taunya malah Riana yang memberi tau padanya, soal siapa Balita itu, dan Seina.

Dia kira semuanya tentang Allard baik-baik saja. Sampai Allard menangis dan membuatnya susah untuk berbicara dengan benar. Namun malam ini, dia dihadapkan lagi dengan situasi yang sama.

Hanya hal yang sama. Dia tak tau harus berbicara apa pada Allard disaat-saat seperti itu.

****

"Gue masih nggak nyangka," gumam Clarisaa.

"Anak?" Gadis itu tertawa beberapa saat kemudian. Dia menjadi perhatian dari beberapa pengunjung cafe yang merasa aneh. Pasalnya Clarisaa sekarang sedang sendiri. "Pantesan mereka deket, karena anak toh," lanjut Clarisaa bergumam.

Brukk

Suara terdengar jelas kala ada seseorang melempar tas ke kursi didepan Clarisaa. "Kenapa Kak?" tanya Aurel. Gadis itu datang dengan rambut terurai, rok pendek serta hoodie, memenuhi panggilan Clarisaa yang mengajaknya bertemu di cafe ini.

"Minum dulu dong," ujar Clarisaa menyodorkan satu minuman yang sudah dipesanya untuk Aurel.

"Tumben banget ngajak gue ke cafe," ujar Aurel heran. Mereka sering bertemu disekolah, jika tidak maka bertemu dirumah Clarisaa.

"Ah cuma ngobrol-ngobrol bentar," uhar Clarisaa basa basi. "Rel,lo tau gak sih."

Aurel mulai memasang wajah serius saat Clarisaa sepertinya hendak curhat sekarang. 

Our Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang