Absen dulu yang nunggu yuk!!
***
Seina mengunci pintu menggunakan satu tanganya, sedangan tanganya yang lain digunakan untuk menggendong Ares. Gadis itu sudah lengkap dengan seragam putih abu-abunya dan tas yang tersampir rapi dipundaknya. Bersiap berangkat sekolah setelah hendak meniyipkan Ares ke Bu Desi.
"Kenapa sih cemberut mulu hem?" tanya Seina heran menatap Ares yang menyandarkan kepalanya lesu dibahunya.
Sedari tadi balita itu hanya diam tanpa mengoceh seperti biasanya. Dan itu membuat Seina sedikit bingung, karena Ares tak pernah sedetik pun tak heboh jika bersama dirinya.
"Apa nakal, Ales ndak suka," ujar Ares menahan tangisanya.
"E-eh? Kok gitu?" kaget Seina, tak percaya Ares berbicara seperti itu. "Jangan gitu, gaboleh. Papa kamu itu," ujar Seina menasehati.
Nyatanya itu juga terjadi dalam diri Seina, raaa sebal, sedih, dan tak suka berkumpul menjadi satu seletah kegiatan menelfonnya dengan Allard kemarin malam.
"Ales ndak diajak ain, Apa ndak datenngg," lirih Ares mengingat Allard hanya bersamanya satu jam di panti asuhan sambil menunggui Seina berberes kemarin. Setelahnya cowok itu tak menghampiri Ares lagi.
Seina hanya menghela nafas pelan, tak bisa berbuat apa-apa. Memang biasanya Allard akan lama berada dirumahnya, pulang sekolah, panti asuhan, dan persinggahan terakhir adalah rumahnya. Berjam-jam menghabiskan waktu dengan Ares atau sekedar main.
Gadis itu menoleh, tatapanya kaget kala mendapati Allard menatap datar pada mereka, menyenderkan tubuhnya ke motor. Segaram dikeluarkan dengan satu kancing atas terbuka pertanda cowok itu tak mengenakan dasi.
"Kenapa?" tanya Allard. Menatap Ares yang mengeratkan pelukanya pada Seina.
"Ngapain disini?"
"Jemput lah," balas Allard ketus. Sedari tadi dia sudah memperhatikan kegiatan Seina yang mengunci pintu, juga samar-samar mendengar Ares menyebut dirinya.
Cowok itu menegakkan tubuhnya, menyentuh pipi Ares lembut. "Kenapa hem?" tanya Allard, Ares malah memalingkan wajahnya.
Ares menepis tangan Allard, disambut isakan kecil yang hadir. "A-apaa akaall.. Ales ndak suka," Ares terisak membuat Allard kalang kabut sendiri, cowok itu menoleh kearah Seina yang ditanggapi gelengan cuek.
"Eh, hei. Kenapa sih? Papa salah apaa?" tanya Allard khawatir. Mengambil alih gendongan Ares dari Seina paksa meskipun Ares tetap tak mau disentuh Allard.
Matanya memerah mengeluarkan bulir bening kecil membuat Allard mengusapnya. "Apa ndak sayang ama Aless.." lirih Ares.
Allard mengernyit. "Sayang kok sayang. Sekarang kenapa?" Allard mengusap kening Ares lembut.
"Apa ndak ain ama Alesss… Apa nakal!"
Allard menganga saat Ares menepuk pipinya sedikit keras, tak terasa. "Bukanya kemaren main sama Papa deh," ujar Allard bingung. Kemaren dirinya memang bersama Ares, sebentar.
Isakan Ares tambah keras. Menatap Allard permusuhan. "TAU! ALES NDAK SUKA APAA!!!" Ares menangis keras menatap Allard permusuhan.
Allard berdehem, mengecup kening Ares yang membuat satu pukulan tangan mungil Ares hinggap dipipinya. Beralih pada Seina yang mendiamkanya, gadis itu mengambil helm dimotor Allard. Memakainya singkat merebut gendongan Ares dari Allard.
"Cepet," titah Seina ketus.
"Kenapasi?" tanya Allard menoel pipi Seina gemas. "Kenapaa? Marah gue gak dateng kemaren?" tebak Allard melihat wajah sepet Seina yang sedari tadi ditunjukkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny [END]
Teen FictionNemu anak? Loh, yang tanggung jawab siapa dong? Putra Allard Aditama. Pangillanya Allard, bukan Putra maupun Tama. Si brandalan yang sialnya sangat tampan. Allard itu seperti bunglon. Kadang cuek, kadang galak, kadang gila, kadang dingin. Tapi yang...