Jam berapa kalian baca?
*****
"AMMAAA!!"
Ares menatap Seina yang memasangkan kacamata hitam padanya dengan tatapan kesal. Gadis itu tak peduli, menutup mulut Ares menggunakan masker. Allard yang melihatnya hanya menggeleng tak percaya.
"Kenapa sih Sei?"
"Nggak nggak nggak, pokoknya semua harus ketutup rapat. Nanti kalau pelakunya masih ngincer Ares, masih mata-matain kita, dan kita dalam bahaya?" Seina memasang wajah kesal pada Allard.
"Tapi ya nggak gitu juga," ujar Allard. Menahan tawa melihat pakaian Ares yang serba ketutup. Hoodie hitam, celana panjang, topi, masker, kaca mata hitam, padahal mereka hanya akan berkonsultasi sebentar dengan pak polisi.
"Iya, terserah," ujar Allard kemudian setelah melihat Seina melotot padanya.
****
"Ini beberapa senjata tajam yang kami temukan di markas pelaku."
"Bukanya kemarin tidak ada apa-apa lagi?" Tanya Allard memastikan.
Polisi mengangguk. "Benar pak, kami menemukan rumah kosong itu. Tapi setelah menyelidiki beberapa hari, pelaku mengubur senjata tajam didalam tanah. Sekitar lima pistol, pisau."
Seina menganga, menatap Ares dalam pangkuanya. Ares tak mungkin diancam pembunuhan dengan itu kan?
"Kami akan menyelidiki identitas pelaku dengan bukti yang kami terima. Dalam beberapa hari belakangan ini juga kami mendapat tiga kasus anak hilang. Kemungkinan besar, ini adalah kasus yang sama dengan Ares."
Allard berfikir sejenak. Cowok itu masih tetap diam, dia mencurigai satu orang, tapi sepertinya sangat tidak memungkinkan berbuat seperti itu.
"Kalau senjata masih disimpan disitu. Kemungkinan besar rumah itu akan didatangi kembali kan?" Ujar Allard menyimpulkan.
"Benar, kami akan mulai memasang cctv dan berjaga."
"Apa Ares bisa ikut dengan kami sekarang pak?"
Mereka berdua membisu.
"Kami membutuhkan Ares untuk penyelidikan lebih lanjut. Kami juga akan membawa Ares ke beberapa psikiater. Kami khawatir Ares mengalami beberapa ganguan mental nantinya. Sampai seluruh kasus selesai."
Ares yang paham menggeleng, balita itu memeluk Seina erat pertanda tak mau.
Polisi yang melihatnya tersenyum tipis. "Sebelumnya kami pikir Ares menjadi tanggung jawab panti asuhan, dengan bimbingan kami juga. Tapi sepertinya Ares lebih sering bersama kalian berdua. Karena kalian masih tergolong pelajar, jadi kami harap kalian mengerti maksud kami."
"NGGAAK MAAAAU!!" Teriak Ares lalu menangis keras. Seina mengelus punggung balita itu. Menatap Allard yang masih diam.
"Gimana kalau saya langsung mengurus hak asuh Ares?"
"Nggak bisa Pak. Lebih baik mengurus hak asuh anak saat semua masalah sudah terselesaikan. Lagipula, kalian juga belum menikah. Pasti susah."
"Mama saya mau ngasuh Ares jadi anaknya kok Pak," ujar Seina membuat Allard menoleh kaget. Seina juga hanya diam, dia hanya asal bicara.
"Ares selama ini tinggal dirumah Seina memang karena kemauan balita itu sendiri. Karena rumah dan panti asuhan juga dekat. Jadi kami pikir itu nggak masalah. Dan kami memang mengamati bagaimana pertumbuhan Ares. Saya, Seina, Mama Seina, atau Ibu panti semua juga bertanggung jawab untuk Ares. Tak ada masalah kesehatan mental. Ares juga sering main bersama teman-temanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny [END]
Teen FictionNemu anak? Loh, yang tanggung jawab siapa dong? Putra Allard Aditama. Pangillanya Allard, bukan Putra maupun Tama. Si brandalan yang sialnya sangat tampan. Allard itu seperti bunglon. Kadang cuek, kadang galak, kadang gila, kadang dingin. Tapi yang...